Pengawasan Pengelolaan Dan Pengolahan Minyak Goreng, Komisi II DPRD Riau Lakukan Kunjungan Insidenti

Pengawasan Pengelolaan Dan Pengolahan Minyak Goreng, Komisi II DPRD Riau Lakukan Kunjungan Insidenti

PEKANBARU - Dalam rangka melakukan pengawasan DPRD terhadap pengelolaan dan pengolahan minyak goreng serta mekanisme pendistribusian minyak goreng, Komisi II DPRD Provinsi Riau melakukan Kunjungan Insidentil (Kuntil) ke PT Wilmar Nabati Indonesia Pelintung Kota Dumai, Jumat (31/3/2023).

Pertemuan yang berlangsung di Ruang Rapat PT Wilmar Nabati Indonesia Pelintung Kota Dumai ini, dihadiri oleh Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Riau Husaimi Hamidi, didampingi oleh Anggota Komisi II DPRD Provinsi Riau lainnya beserta staf dan Tenaga Ahli (TA).

Rombongan Komisi II DPRD Provinsi Riau ditera oleh General Manager (GM) Busines Unit Head PT Wilmar Nabati Indonesia Rachmadsyah beserta jajarannya.

PT Kawasan Industri Dumai merupakan salah satu unit bisnis Wilmar Grup yang berlokasi di Desa Pelintung, Kecamatan Medang Kampai, Kota Dumai Provinsi Riau. Kawasan ini merupakan salah satu kawasan ekonomi eksklusif atau kawasan berikat yang sudah mendapatkan izin pengelola dari Pemerintah Republik Indonesia.

General Manager PT Wilmar Nabati Indonesia Rachmadsyah menjelaskan bahwa kawasan industri ini merupakan kawasan bagi pengembangan industri Wilmar Grup.

"Pertumbuhan industri yang dilakukan oleh Wilmar Grup menjadi daya tarik bagi investor lainnya untuk ikut mengembangkan industrinya di kawasan industri ini. Industri ini bergerak mulai dari pengolahan minyak biji inti sawit, pengemasan produk konsumen, industri oleokimia, biodiesel, dan industri pupuk," jelasnya.

Saat ini, semakin tinggi minat para investor untuk menanamkan investasi di Kota Dumai. Hingga kini kawasan industri Dumai telah memiliki luas 1.739 Ha dengan okupansi 30 persen yang akan terus berkembang seiring meningkatkan pertumbuhan industri di Kota Dumai ini.

Data rekapitulasi SIMIRAH (Sistem Informasi Minyak Goreng Curah) yang dikelola Kementerian Perindustrian menunjukkan distribusi Minyak Goreng Curah mencapai 193.467ton selama 27 hari pada Bulan April 2022, atau rata-rata 7.165 ton per hari.

Meskipun distribusi Minyak Goreng Curah Bersubsidi telah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, usaha mikro, dan usaha kecil, Kemenperin terus aktif melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah distributor untuk memantau langsung pelaksanaan distribusi Minyak Goreng Curah di lapangan sebagai verifikasi atas data laporan penyaluran melalui SIMIRAH.

Terkait larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai Kamis (28 April 2022) seperti yang telah disampaikan Presiden Joko Widodo, Menperin memperkirakan manfaat yang cukup signifikan bagi kinerja industri pengolahan kelapa sawit dalam negeri. Pasokan minyak goreng untuk pasar dalam negeri akan bertambah karena porsi minyak goreng yang awalnya diekspor, bisa dialihkan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

“Porsi minyak goreng yang awalnya dialokasikan untuk ekspor akan dialihkan untuk memenuhi pasar dalam negeri sehingga ketersediaan minyak goreng menjadi meningkat,” jelas Menperin.

Ia menyampaikan, walaupun ada larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng, petani sawit tetap dapat melakukan ekspor CPO. “Pelarangan ekspor yang diarahkan Presiden ini merupakan upaya untuk menyediakan pasokan minyak goreng di dalam negeri, khususnya implementasi program minyak goreng curah bersubsidi,” Menperin melengkapi.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, larangan ekspor tersebut berlaku sampai harga minyak goreng mencapai harga yang ditargetkan, yaitu Rp14.000 per liter.  Mekanisme larangan ekspor RBD palm olein akan diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) dan pelaksanaannnya akan diawasi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. “Pelarangan ekspor RBD palm olein ini berlaku untuk semua produsen yang menghasilkan produk Minyak Goreng Sawit tersebut,” jelas Airlangga.

Menko Perekonomian menyampaikan, produk yang dilarang ekspornya adalah produk dengan kode Harmonized System (HS) 1511.90.36, 1511.90.37, dan 1511.90.39. “Untuk produk yang lain, tentunya diharapkan perusahaan masih tetap membeli Tandan Buah Segar dari petani sesuai harga yang wajar,” tegasnya.

Berita Lainnya

Index