Urus KTP di Pekanbaru, Berulang Kali Berfoto Tak Siap, Sorong Rp500 Ribu, Langsung Dapat Antrian

Selasa, 16 Juli 2024 | 22:53:42 WIB
Ilustrasi (net)

RIAUREVIEW.COM --Mengurus kartu tanda penduduk (KTP) ternyata masih menjadi dilema bagi beberapa warga di Kota Pekanbadu. Selain sulit, juga memakan waktu yang lama. Itu pun tidak membuahkan hasil.  Buntutnya, pilihan untuk menggunakan jasa calo pun jadi alternatif. Hasilnya memang ada. Namun tentu saja tidak gratis. Ada harga yang harus dibayar. Bahkan bisa mencapai ratusan ribu rupiah.

Melansir dari goriau.com, Mia, sebut saja begitu namanya. Mia adalah seorang ibu rumah tangga di salah satu kelurahan di Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru, Riau

Kepada GoRiau.com, Selasa, (16/7/2024), ia menuturkan, sulitnya mengurus KTP dirasakannya beberapa waktu lalu.

Bermula ketika KTP miliknya hilang. Sehingga mau tak mau, ia harus ulang KTP-nya tersebut.

“KTP ini kan dipakai seumur hidup, sialnya waktu itu, 4 tahun yang lalu, KTP saya hilang. Memang saya bisa buat penggantinya, tapi keluar juga uang sekitar Rp 500-600 ribuan,” ujarnya membuka cerita.

Awalnya, ia mengurus sesuai dengan aturan yang ditetapkan pemerintah. Namun ia merasakan betapa sulitnya mengurus KTP tersebut. Kondisi itu terjadi mulai dari kantor lurah hingga ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Pekanbaru.

“Setahun saya bolak-balik kantor lurah seperti orang gila. Tak juga siap-siap. Sampai saya disuruh berfoto berkali-kali. Belum lagi disuruh mengurus ke Kantor Disdukcapil di kota sana. Itu pun pulang tak dapat apa-apa,” jelasnya.

Merasa putus asa, Mia akhirnya terpaksa mengggunakan jalan pintas. Menggunakan jasa calo pun akhirnya menjadi pilihan.

“Urusan saya bukan itu saja. Ada anak dan suami yang perlu saya urus. Belum lagi jaga warung. Terpaksalah pakai calo. Lucunya pas sudah pakai calo ini, saya disuruh datang ke kantor Disdukcapil dan langsung dapat antrian nomor dua,” bebernya.

Ia juga menceritakan, di hari yang sama, ia sempat bertemu dengan pasangan suami istri (pasutri) yang tidak dilayani. Padahal, sang istri ketika itu sedang hamil besar. Ketika ditanya, pasutri tersebut mengaku tidak dilayani karena tidak mengenakan sepatu.

“Saya tidak tahu seberapa pengaruh pemakaian sepatu ini. Pun kalau ngambil foto yang diambil cuma gambar muka. Tapi waktu saya udah selesai ngurus KTP, ada pasangan di mana istrinya hamil besar, rumahnya jauh, tidak dilayani hanya karena memakai sendal, " tuturnya lagi.

Si suami sampai bilang ke istrinya, ‘gimana ni bu, nggak mungkin kita pulang lagi.. rumah kita jauh’, tutur Mia lagi.

Ketika itu, Mia dan suaminya akhirnya berinisiatif meminjamkan sepatu mereka berdua kepada pasutri tersebut.

Ditambahkannya, tidak saja dirinya, sulitnya mengurus KTP itu juga menjadi momok yang menakutkan bagi beberapa warga Tenayan Raya lainnya. Terutama bagi perantau yang baru pindah ke kawasan itu.

“Kebanyakan orang Nias yang paling kasihan. Soalnya ada yang tidak bisa baca tulis, jadi dibodoh-bodohi saja sama orang,” terangnya.

Sulit Bersekolah

Yang lebih miris, karena tak bisa memiliki KTP dan Kartu Keluarga, ada anak mereka yang tidak bisa bersekolah karena tidak memiliki identitas resmi.

“Ada yang bahkan sampai dibantu sama sekolah SD karena keluarga tak punya KK tadi, tapi dengan syarat sebelum anaknya tamat KK-nya sudah harus selesai. Biarbar nanti bisa lanjut ke SMP. Karena kalau di SMP, sudah tidak bisa lagi dibantu seperti itu,” katanya.

Dituturkannya, warga yang tidak bisa baca tulis, menjadi sasaran empuk bagi para calo untuk meraup keuntungan. Bahkan bisa mencapai jutaan rupiah.

“Orang ini ada uangnya, mereka giat bekerja. Tapi masalah utamanya adalah, mereka itu tak pandai baca tulis. Akhirnya dimanfaatkan sama calo ini, katanya harus bayar ini itu, sampai keluar jutaan hasilnya nihil, kena tipu sama mereka,” ungkapnya.

Malangnya, ada anak-anak yang terpaksa tidak bersekolah karena orangtuanya tak mampu membayar jasa calo tersebut. Sehingga keluarga mereka tidak memiliki KK.

“Kalau sudah seperti itu, ya udah mereka ikut cetak batu bata aja sama orang tuanya. Padahal anak-anak yang bisa sekolah, banyak yang jadi pemuncak di sekolahnya, " tuturnya lagi.

Hingga saat ini, kondisi ini masih saja dirasakan sejumlah warga di kawasan itu.

"Yah, semoga ke depannya pemerintah lebih berpihak kepada masyarakat,” pungkasnya. ***

 

 

 

Sumber: goriau.com

Terkini