Tolak UU Cipta Kerja, Konsorsium Pembaruan Agraria Akan Ajukan Uji Materi ke MK

Rabu, 07 Oktober 2020 | 16:24:42 WIB
Sejumlah buruh melakukan aksi mogok kerja di Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta, Selasa, 6 Oktober 2020. TEMPO/Muhammad Hidayat

RIAUREVIEW.COM --Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyatakan menolak keseluruhan Undang-undang Cipta Kerja yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah pada Senin, 5 Oktober lalu. Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengatakan pihaknya akan mengajukan uji materi UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: Luhut: Tidak Betul Omnibus Law Dibuat Diam-Diam, Semua Diundang

"KPA akan menggugat UU ini ke Mahkamah Konstitusi," kata Dewi dalam keterangannya, Rabu, 7 Oktober 2020.

Dewi mengatakan KPA bersama aliansi masyarakat sejak awal menolak keseluruhan isi UU Cipta Kerja. Berbagai cara sudah dilakukan untuk menyampaikan sikap dan aspirasi, termasuk aksi massa sejak Juli hingga September 2020 di tingkat nasional dan daerah.

Sebelumnya, KPA bersama sejumlah kelompok masyarakat sipil juga menggugat Surat Presiden (Surpres) tentang RUU Cipta Kerja ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Rencana uji materi ke MK merupakan langkah lanjutan atas penolakan terhadap aturan sapu jagat tersebut.

Baca juga: Buruh Merasa Dibohongi Penguasa dan Wakil Rakyat Soal UU Cipta Kerja

Dewi menilai DPR tak memiliki sensitivitas krisis di masa pandemi dan bertindak mengelabui rakyat dengan mempercepat rapat paripurna penutupan sidang dari 8 Oktober menjadi 5 Oktober. Menurut dia, DPR telah menghancurkan wibawanya sendiri sebagai wakil rakyat, prinsip keterbukaan dan kepercayaan publik.

Ia juga menilai DPR telah mengabaikan konstitusi dan Undang-undang Pokok Agraria Tahun 1960 demi kepentingan investasi skala besar. Dewi mengatakan banyak keputusan MK yang menyangkut agraria, hajat hidup petani dan rakyat kecil yang telah dilanggar dengan disahkannya UU Cipta Kerja.

Baca juga: Ini 11 Keuntungan Omnibus Law UU Cipta Kerja Bagi Pekerja Indonesia, Jaminan Bagi Korban PHK

Selanjutnya, Dewi mengkritik klaim pemerintah dan DPR bahwa reforma agraria menjadi bagian dari keberpihakan UU Cipta Kerja. Klaim itu sebelumnya dilontarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Menurut Dewi, pernyataan semacam itu adalah penyesatan publik.

"Mana mungkin reforma agraria dengan basis pemenuhan keadilan sosial untuk kaum tani diletakan dalam dasar-dasar pengadaan tanah bagi investor kakap, yang selama ini banyak berpraktik merampas dan menggusur tanah rakyat," kata Dewi.

Dewi mengimbuhkan UU Cipta Kerja mencerminkan sistem ekonomi-politik agraria yang ultraneoliberal dengan cara mendorong liberalisasi lebih luas sumber-sumber agraria dan liberalisasi sistem pasar tanah. "Ini nyata-nyata bertentangan dengan konstitusi kita," ujar dia. (tempo.co)

Terkini