Negara-Negara Penghasil dan Importir CPO Hadir di Indonesia, Harga TBS Petani Tembus Rp 3.000

Kamis, 03 November 2022 | 20:59:37 WIB
Ketua Umum DPP Apkasindo, Dr. Gulat ME Manurung, MP.,CIMA

PEKANBARU, RIAUREVIEW.COM --Bulan November 2022 ini banyak memberikan kejutan kepada industri sawit. Hal ini dapat dilihat dari harga komoditas minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang naik tajam di sesi awal perdagangan Rabu (2/11/2022) di Bursa Malaysia.

Artinya, harga CPO telah naik selama tiga hari beruntun sampai dengan hari ini, Kamis (3/11/2022).

Mengacu pada bursa CPO Malaysia per hari ini, Kamis (3/11/2022), harga CPO menguat secara berturut-turut dari RM 3.858 ke RM 4.158 (US$ 877) untuk Bulan November dan untuk Bulan Desember menguat dari RM 3.993 menjadi RM 4.307 (US$ 908).

Pergerakan harga CPO ini sangat memberikan harapan terhadap harga TBS Petani sawit di Indonesia. Ditambah lagi dengan hadirnya perwakilan negara-negara penghasil dan importir CPO di Bali, Indonesia dalam rangka IPOC (International Palm Oil Conference) tahun ini.

“Meskipun saya prihatin karena Indonesia sebagai produsen CPO terbesar di dunia tidak menjadi rujukan utama harga minyak sawit dunia, tapi faktanya seperti ini," ujar Ketua Umum DPP Apkasindo, Dr. Gulat ME Manurung, MP.,CIMA, yang sedang berada di Bali mengikuti acara International Palm Oil Conference (IPOC) 2022.

Banyak faktor mengapa harga CPO strike terkhusus awal November ini. Antara lain pengaruh mundurnya Rusia dari kesepakatan ekspor biji-bijian di laut hitam sehingga meningkatkan kekhawatiran negara-negara importir atas pasokan minyak nabati global dan minyak sawit adalah satu-satunya harapan dunia.

Selain itu, kata Gulat, juga karena realisasi eksport minyak sawit dan turunannya ke Tiongkok dan Uni Eropa juga naik secara signifikan.

"Dunia saat ini sedang mengalami krisis energi yang cukup lumayan parah, sehingga tidak dapat terelakkan bahwa minyak sawit adalah salah satu pemeran utama dari substitusi sumber energi tersebut di banyak negara. Yang anehnya Negara-Negara Eropa selalu mengatakan minyak sawit untuk pangan sudah berkelanjutan, tapi untuk sumber energi masih dianggap tidak berkelanjutan, tapi mereka memakainya juga.

Pasca terbitnya harga referensi (HR) produk minyak Kementerian Perdagangan, untuk tanggal 1-15 November yaitu US$ 770,88/ton CPO, yang naik 7,98% dibandingkan periode 16-31 Oktober telah juga menggambarkan bahwa harga CPO domestik turut bergairah," sambung Gulat.

Hanya perlu dicatat, katanya lagi, bahwa harga referensi Kemendag ini adalah diambil dari harga CPO rata-rata dua minggu sebelumnya, sedangkan harga bursa Malaysia adalah harga harian.

Harga referensi minyak sawit Kemendag ini pembobotannya 20% dari harga Roterdam, 20% dari harga bursa Malaysia dan 60% dari harga bursa Indonesia.

Maka dari itu, kata Gulat, diharapkan Kemendag bisa segera merevisi HR menjadi harga mingguan kalaupun tidak bisa harga harian, sehingga bisa lebih up to date.

"Mengamati pergerakan harga minyak sawit dunia dibandingkan harga CPO dalam negeri, saya memperkirakan bahwa harga TBS Petani sampai dengan akhir tahun ini akan tembus Rp3.000/kg. Jika sudah di atas 3000 maka petani bisa lega karena sudah lumayan di atas modal produksi atau HPP (Rp2.250/kg TBS). Bila kita mengacu ke harga TBS petani sebelumnya (sebelum turbulensi), bahwa diketahui untuk mencapai harga TBS Rp3000 maka harga CPO harus berada di angka Rp13.200/kg CPO," katanya.

Harga CPO hari ini, kata Gulat, hasil tender CPO KPBN sudah berada di angka Rp12.878 dan dia memperkirakan tanggal 4 lusa paling lama harga tender KPBN sudah di atas Rp13.500/kg.

"Yang artinya, selamat atas bergairahnya harga TBS Petani di angka Rp.3000/kg, mungkin ini salah satu berkah dari IPOC Bali tahun ini. Memang acara IPOC yang dihadiri negara-negara penghasil CPO dan Importir CPO akan berkumpul di Bali, tentu diharapkan akan menjadi momentum baik di saat dunia sudah diambang resesi," cakapnya lagi.

Hanya saja, kata Gulat, pihaknya masih menunggu surat keputusan Kementerian Keuangan tentang besaran Bea Keluar dan pungutan ekspor. Kedua hal ini sangat menentukan juga harga CPO Domestik.

"Mengenai pungutan ekspor yang dipungut oleh BPDPKS, kami melihat sudah patut untuk diberlakukan, meskipun dengan besaran yang kecil. Tidak baik mengabaikan fungsi dari BPDPKS yaitu fungsi pungut, kelola dan penyaluran," tambahnya.

"BPDPKS tersebut sangat besar fungsi dan peranannya untuk memajukan sektor hulu, terkhusus petani sawit Indonesia, dan hal ini sudah menghasilkan kemajuan sektor perkebunan kelapa sawit, terkhusus sawit rakyat sejak berdirinya BPDPKS," tukas Gulat.

 

 

Sumber; cakaplah.com

Terkini