Sedih, Adian Napitupulu Minta Ketua BEM SI Baca Sederet Tragedi Era Orba

Sedih, Adian Napitupulu Minta Ketua BEM SI Baca Sederet Tragedi Era Orba

RIAUREVIEW.COM --Anggota DPR Fraksi PDIP Adian Napitupulu mengaku sedih lantaran Ketua BEM SI Kaharuddin menyebut masyarakat dapat memperoleh kebebasan dan kesejahteraan di era Orde Baru (Orba). Adian yang juga aktivis 98 ini menegaskan tidak ada kebebasan di zaman Orba.
 

"Saya sedih ketika kebebasan berbicara yang diperjuangkan itu kemudian digunakan oleh Ketua BEM SI justru untuk memutarbalikkan fakta sejarah dengan mengatakan bahwa di era Orde Baru 'kita memperoleh kebebasan dan kesejahteraan kita punya'," kata Adian Napitupulu saat dihubungi, Senin (18/4/2022).
 

Adian awalnya menjelaskan argumennya terkait tidak ada kebebasan di era Orde Baru. Dia membeberkan sejumlah tragedi, dari tragedi 1965, tragedi Tanjung Priok 1984, penembakan misterius, hingga pembredelan sejumlah media di Indonesia.

"Tentang kebebasan, baiknya Ketua BEM SI baca dulu berbagai peristiwa terkait tragedi 65, tragedi tanjung Priok 84, tragedi 27 Juli 1996, tragedi penembakan misterius, pembredelan media Tempo, Tabloid Detik, Editor, Sinar Harapan, Jakarta Times, Indonesia Raya, dan sekitar 50-an media lain yang dibredel sejak 1966 hingga tahun 90-an. Perlu juga mereka melihat bagaimana AM Fatwa karena membuat buku putih Tanjung Priok kemudian divonis 18 tahun Penjara," ujarnya.
 

"Ada juga Kasus Bitor Suryadi aktivis mahasiswa yang divonis penjara 4 tahun karena aksi menolak kenaikan tarif listrik Rp 50. Ada lagi kasus April Makassar berdarah 1996 yang membuat 3 mahasiswa meninggal dunia saat aksi menolak kenaikan tarif angkutan umum. Atau peristiwa Marsinah, seorang buruh perempuan yang meninggal dibunuh hanya karena menuntut upah naik Rp 1.500. Ada kasus 27 Juli 1996 terkait penyerbuan kantor PDI di Jalan Diponegoro 58. Tragedi Udin Bernas, wartawan yang dibunuh karena tulisan pemberitaannya di media, ada banyak nama ratusan yang ditangkap oleh Orde Baru, di antaranya Hariman Siregar hingga Fadjroel Rachman Rahman," kata Adian.

Selain itu, Adian meminta Ketua BEM SI membaca insiden penculikan hingga pembunuhan terhadap sejumlah mahasiswa yang tidak jelas nasibnya sampai saat ini. Menurutnya masih banyak tragedi lain yang membuktikan tidak ada kebebasan ada saat Orde Baru.
 

"Ketua BEM SI baca juga bagaimana 13 mahasiswa yang diculik dan tidak jelas bagaimana nasibnya hingga hari ini. Atau bagaimana Moses Gatot Kaca dibunuh di Yogya dan 4 mahasiswa Trisakti ditembak tahun 1998. Masih ada ratusan peristiwa lainnya yang bisa dipaparkan yang membuktikan betapa di zaman Orde Baru sama sekali tidak ada kebebasan," ujar anggota Komisi VII DPR RI itu.

Lebih lanjut, Adian menekankan kebebasan yang dimiliki publik, termasuk mahasiswa dan BEM SI, merupakan perjuangan dari masyarakat dan para aktivis 98. "Kebebasan berorganisasi, kebebasan demonstrasi, kebebasan berbicara yang saat ini dirasakan oleh ketua BEM SI termasuk bebasnya media media massa meliput aksi-aksi merupakan buah kebebasan yang diperjuangkan oleh aktivis '98," imbuhnya.

Ketua BEM SI Ralat Pernyataan

Untuk diketahui, Ketua BEM SI, Kaharuddin, sempat viral karena dia menyebut masyarakat dapat memperoleh kebebasan dan kesejahteraan di era Orde Baru. Dia kini mengoreksi pernyataan tersebut, terutama soal kebebasan.

"Koreksi dari Ketua BEM SI: Orde Baru kita dapat kesejahteraan, tapi tanpa kebebasan dan keadilan," kata Kaharuddin via akun Twitter-nya, @DinKaharud, diakses detikcom, Senin (18/4/2022).

"Panjang napas perjuangan," ujar Kaharuddin dalam cuitan itu, ditambah emoji bunga matahari.
 

Mahasiswa Fakultas MIPA dari UNRI ini mencuitkan koreksi tersebut pada 17 April. Pernyataan yang dia koreksi sendiri menjadi viral usai BEM SI tampil sebagai inisiator demonstrasi di depan gedung DPR, 11 April lalu.

Dia lantas membahas kondisi di Orde Lama atau era Presiden Sukarno. Menurutnya, rakyat Indonesia relatif mendapatkan kebebasan di era Orde Lama, tapi kurang mendapatkan kesejahteraan. Di masa reformasi, seharusnya kondisinya bisa lebih baik dari Orde Lama ataupun Orde Baru era Presiden Soeharto.

"Orde Lama kita relatif mendapatkan kebebasan tetapi kurang mendapatkan kesejahteraan. Reformasi harusnya menjadi sintesis dari Orde Lama dan Orde Baru, yaitu mendapatkan kesejahteraan dan kebebasan, karena itulah cita-cita dan semangat dari reformasi," cuitnya. 
 

Sumber: [detik.com]

Berita Lainnya

Index