RIAUREVIEW.COM --Fenomena tunda bayar menjadi topik hangat di Kabupaten Kepulauan Meranti, memunculkan keluhan dari berbagai pihak. Tak hanya Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pegawai honorer, rekanan proyek infrastruktur pun turut merasakan dampaknya. Proyek-proyek yang telah selesai 100 persen belum dibayarkan, memunculkan ketidakpastian bagi mereka yang mengandalkan dana dari pemerintah daerah.
Namun, persoalan ini ternyata bukan hanya milik Kepulauan Meranti. Hampir seluruh daerah di Indonesia menghadapi masalah serupa akibat belum tersalurkannya Dana Bagi Hasil (DBH) triwulan keempat oleh Kementerian Keuangan.
Hingga memasuki awal tahun 2025, banyak yang masih menanti kabar baik terkait pencairan dana tersebut. Harapan bahwa transfer pusat akan dilakukan sebelum pergantian tahun ternyata belum terwujud. Dua hari berlalu di tahun baru, dan tanda-tanda cairnya dana DBH masih belum tampak.
Ketika ditanya soal kepastian pencairan, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti, Irmansyah, hanya bisa meminta masyarakat untuk bersabar. Menurutnya, jika anggaran tahun 2024 belum belum ditransfer, maka pembayaran bisa dilakukan melalui mekanisme anggaran tahun berikutnya yakni tahun 2025.
Masalah ini menjadi pengingat akan pentingnya pengelolaan keuangan yang lebih stabil dan komunikasi yang efektif antara pusat dan daerah agar persoalan tunda bayar tidak terus berulang.
Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tahun 2024, Kabupaten Kepulauan Meranti masih menghadapi tantangan dalam pencairan DBH yang belum masuk ke kas daerah.
Alokasi DBH kurang bayar ke kabupaten tersebut tercatat sebesar Rp 51.570.368.000, namun mekanisme pencairan dan potongan membuat dana yang diterima daerah menjadi sangat terbatas.
Menurut Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, Irmansyah, DBH yang disalurkan non tunai hanya sebesar Rp 12.113.989.000. Dari jumlah tersebut, terdapat potongan sebesar Rp 8.643.353.000 karena kelebihan bayar tahun sebelumnya. Akibatnya, hanya tersisa Rp 3.470.635.000 yang dikirim ke rekening Treasury Deposit Facility (TDF) dan dana sebesar Rp 1.000 yang masuk ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD).
Irmansyah menjelaskan, sisa DBH kurang bayar pusat yang mencapai Rp 39.455.378.000 akan disalurkan pada tahun 2025 setelah keluarnya Keputusan Menteri Keuangan (KMK) terbaru.
Sementara itu, transfer dari Provinsi Riau yang bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) tahun 2024 sebesar Rp 23 miliar juga dikonfirmasi baru akan ditransfer pada 2025.
Situasi ini menambah beban pemerintah daerah dalam menyelesaikan pembayaran proyek dan kewajiban lainnya. Dengan adanya tunda bayar, Pemkab Kepulauan Meranti harus mengatur strategi untuk tetap menjalankan program dan kegiatan yang sudah direncanakan, sambil menunggu dana dari pusat dan provinsi dicairkan.
Langkah ke depan, Irmansyah berharap pemerintah pusat dan provinsi dapat mempercepat proses transfer dana agar pelayanan publik dan pembangunan di daerah tidak terganggu.
"Kami tetap optimis, tetapi harapannya mekanisme pencairan dana ke daerah bisa lebih tepat waktu ke depannya," tuturnya.
Keterlambatan transfer DBH Migas dari pusat ke kas daerah Kabupaten Kepulauan Meranti berdampak pada tertundanya berbagai pembayaran penting. Mulai dari Alokasi Dana Desa (ADD) yang menyentuh langsung pada kehidupan banyak pihak, termasuk perangkat desa dan honorer yang menggantungkan penghasilan mereka pada anggaran tersebut.
Kepala BPKAD, Irmansyah, mengatakan bahwa total anggaran yang belum terbayarkan mencapai Rp 45 miliar lebih. Beberapa hal yang terdampak tunda bayar tersebut meliputi Pembayaran Siltap (Penghasilan Tetap) perangkat desa selama 5 bulan, kegiatan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK), Ppmbayaran pengadaan barang dan jasa oleh rekanan, gaji honorer untuk bulan Desember, dan tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) PNS selama 5 bulan, meskipun ini bukan kewajiban tetapi tetap diprioritaskan untuk dibayarkan jika memungkinkan.
Menghadapi fenomena tunda bayar akibat keterlambatan transfer DBH, Pemkab Kepulauan Meranti telah menyiapkan langkah antisipasi. Kepala BPKAD mengungkapkan solusi pembayaran akan dilakukan melalui penganggaran ulang di APBD tahun 2025.
"Dari informasi rapat dengan Dirjen Keuangan Daerah melalui Zoom, pemerintah pusat memberikan opsi agar pembayaran yang tertunda dapat dianggarkan kembali di APBD 2025. Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tentang APBD 2025 akan diterbitkan pada 31 Desember 2024, sehingga penggunaannya bisa dimulai Januari 2025," ujar Irmansyah.
Ia menambahkan, dengan payung hukum dan petunjuk teknis (juknis) yang sudah disiapkan, proses pembayaran tunda bayar tidak perlu menunggu APBD Perubahan.
Namun, Irmansyah mengakui bahwa tahapan administrasi yang harus dilalui membutuhkan waktu, seperti penyusunan angkas hingga penerbitan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
"Ada banyak tahapan yang harus disusun, sehingga pembayaran melalui pergeseran anggaran diprediksi baru dapat direalisasikan pada Februari atau awal Maret 2025," jelasnya.
Langkah ini diharapkan dapat mempercepat pembayaran untuk berbagai kebutuhan, termasuk proyek infrastruktur dan kewajiban lainnya yang tertunda. Meskipun demikian, Pemkab Kepulauan Meranti tetap berharap agar pemerintah pusat dan provinsi dapat mempercepat proses transfer dana, sehingga dampak tunda bayar dapat diminimalkan.
"Solusi ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah untuk menyelesaikan kewajiban kepada masyarakat dan rekanan secepat mungkin," tutup Irmansyah.
Sumber: SM News.com