"Aroma" Dugaan Konflik Kepentingan dalam Proyek PLN-Pertamina

Novrieza Rahmi

ICW meminta KPK melakukan telaah dan penyelidikan terkait indikasi konflik kepentingan serta indikasi kerugian negara dalam proyek-proyek dikelola oleh PLN dan Pertamina.

Beberapa waktu lalu, beredar rekaman percakapan telepon yang disebut-sebut antara Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dengan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN), Sofyan Basir yang diunggah oleh akun @walikota_parung di sosial media instagram.

 

Kedua orang dalam rekaman percakapan itu membahas pembagian saham proyek regasifikasi dan terminal Liquid Natural Gas (LNG) di Bojonegara, Banten. Salah satu materi pembicaraan adalah PLN dan PT Pertamina (Persero) ingin mendapatkan bagian saham dalam proyek tersebut.

 

Selain membicarakan pembagian saham, dalam pembicaraan itu juga disebut nama seseorang, yaitu Ari. Ari yang dimaksud dalam percakapan diduga merupakan Ari Soemarno. Ari sendiri tidak lain adalah kakak Rini Soemarno. Nama lain yang disebut dalam percakapan adalah nama Wakil Presiden Jusuf Kalla.

 

Beredarnya rekaman pembicaraan yang diduga antara Rini dan Sofyan menuai berbagai reaksi. Ada yang mendesak agar pemerintah dan perusahaan-perusahaan plat merah itu memberikan penjelasan, ada yang mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pengusutan, dan ada pula yang melaporkan penyebar rekaman percakapan seperti yang dilakukan Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu (FSP-BUMN) ke Bareskrim Mabes Polri pada 1 Mei 2018.

 

Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas, beredarnya percakapan telepon yang diduga dilakukan Rini dan Sofyan mengundang tanda tanya besar di publik. Sebagai catatan, proyek regasifikasi dan terminal LNG digagas oleh Kalla Group melalui anak usahanya, PT Bumi Sarana Migas (BSM).

 

Proyek ini sejak tahun 2013 sudah ditawarkan kepada PT Pertamina. PT BSM berencana membangun terminal penerimaan dan regasifikasi gas alam cair berkapasitas 500 juta kaki kubik per hari (mmscfd) atau kurang lebih 4 juta ton. Diperkirakan investasi proyek ini akan menghabiskan anggaran sebesar Rp10 triliun dan akan dibiayai oleh BSM, Pertamina, dan pinjaman dari Jepang.

 

Firdaus mengatakan, nantinya PLN dan Pertamina akan berlaku sebagai pembeli (off taker) dari proyek gas itu. Walaupun proyek belum berjalan, tetapi dengan bocornya percakapan telepon yang diduga antara dua orang yang diduga Rini dan Sofyan menimbulkan kecurigaan di mata publik.

 

"Aroma indikasi politik rente menyeruak, terlebih lagi dengan adanya dugaan keterlibatan kerabat didalamnya. Tidak itu saja, dugaan indikasi perselingkuhan kepentingan pada lingkar dalam kekuasaan menjadi pertanyaan publik. Pengelolaan BUMN yang transparan, akuntabel dan bersih dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menjadi pertaruhannya," ujarnya sebagaimana keterangan pers yang diterima hukumonline, Rabu (2/5).

 

Firdaus mengingatkan, publik masih belum lupa pada kasus rekaman “Papa Minta Saham” PT Freeport yang diduga melibatkan mantan Ketua DPR Setya Novanto pada pertengahan Desember 2015 lalu. "Dan, sayangnya hingga kini tidak ada kejelasan proses penanganan kasus tersebut," imbuhnya.

 

Tak hanya kasus rekaman "Papa Minta Saham", dugaan kongkalikong dalam kegiatan penyediaan arus migas di Pertamina oleh PETRAL yang sempat mencuat beberapa tahun lalu, juga kini terkesan sudah menguap tidak jelas rimbanya. 

 

Firdaus mengungkapkan, dugaan adanya praktek menjadikan BUMN sebagai sapi perahan, sekadar ajang mencari proyek, dan keuntungan pribadi atau golongan sudah menyeruak sejak lama. Sayangnya, hingga kini belum terlihat langkah tegas dari pemerintah dan aparat penegak hukum.

 

"Keinginan untuk menjadikan BUMN steril dari intervensi kepentingan dan politik rente nampaknya masih sekedar mimpi. Terlebih lagi pada BUMN strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak terutama BUMN yang bergerak di bidang pangan, energi, SDA dan lainnya," tuturnya.

 

Oleh karena itu, ICW meminta adanya penjelasan yang tuntas dari pemerintah, Wakil Presiden, Kementerian BUMN, Direksi PLN, dan Pertamina terkait dugaan percakapan telepon antara dua orang yang diduga Rini dan Sofyan, serta indkasi adanya konflik kepentingan dalam pengelolaan proyek di PLN dan Pertamina.

 

ICW juga meminta BPK melakukan audit khusus atau Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) terhadap proyek strategis di PLN dan Pertamina, khususnya yang terkait dengan penyediaan energi primer dan pembangkitan listrik. Pun, kontrak dan kerja sama dengan pihak lain yang berindikasi konflik kepentingan, memberatkan keuangan negara, serta tidak memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat banyak.

 

Selain itu, ICW meminta KPK untuk melakukan telaah dan penyelidikan terkait indikasi konflik kepentingan serta indikasi kerugian negara dalam proyek-proyek dikelola oleh PLN dan Pertamina. Hal ini bisa dimulai dari kerjasama dan proyek penyedian sarana dan prasarana migas, pembangunan pembangkit listrik, serta pembelian listrik dan bahan bakar dari swasta.    

 

Terkait dengan beredarnya rekaman percakapan tersebut, Komisi VII DPR RI menjadwalkan untuk memanggil Rini dan Sofyan. Wakil Ketua Komisi VII Herman Khaeron mengaku pihaknya sudah mengagendakan rapat untuk mendengarkan penjelasan dari Rini dan Sofyan.

 

Herman memastikan rapat dengan Menteri BUMN dan Dirut PLN itu masuk dalam agenda terpenting Komisi VII di masa sidang mendatang. Komisi VII hanya meminta penjelasan. Apabila perbincangan Rini dan Sofyan mengindikasikan adalanya pelanggaran undang-undang, maka ia menyerahkannya kepada aparat kepolisian.

 

Meski begitu, ia optimistis perbincangan antara Rini dan Sofyan tidak mengenai hal-hal yang dapat merugikan negara, sebagaimana klarifikasi Rini dan Sofyan. Sebagaimana diketahui, Rini memberikan klarifikasi bagwa pembicaraan yang terekam itu dilakukan tahun lalu, terkait kerja sama pembangunan regasifikasi di Batam.

 

"Kami harap pembicaraan ini untuk kemajuan BUMN, PLN dan Pertamina, bukan yang melanggar peraturan perundang-undangan," kata Herman sebagaimana dikutip dari Antara.

 

Klarifikasi

Selain Rini, Kementerian BUMN juga telah menyampaikan klarifikasi secara tertulis. Sekretaris Kementerian BUMN Imam Apriyanto Putro mengatakan penggalan percakapan itu sengaja di edit sedemikian rupa dengan tujuan memberikan informasi yang salah dan menyesatkan.

 

"Kementerian BUMN menegaskan bahwa percakapan tersebut bukan membahas tentang `bagi-bagi fee` sebagaimana yang dicoba digambarkan dalam penggalan rekaman suara tersebut," ungkapnya dalam keterangan tertulis.

 

Menurut Imam, percakapan utuh yang terjadi sebenarnya adalah Sofyan selaku Direktur Utama PLN berupaya memastikan syarat PLN ikut serta dalam proyek tersebut adalah PLN harus mendapatkan porsi saham yang signifikan. Dengan begitu, PLN memiliki kontrol dalam menilai kelayakannya, baik kelayakan terhadap PLN sebagai calon pengguna utama maupun sebagai pemilik proyek itu sendiri.

 

"Dalam diskusi tersebut, baik Menteri BUMN Rini Soemarno maupun Dirut PLN Sofyan Basir memiliki tujuan yang sama yaitu memastikan bahwa investasi tersebut memberikan manfaat maksimal bagi PLN dan negara, bukan sebaliknya untuk membebani PLN," terangnya.

 

Dalam perbincangan yang dilakukan pada tahun lalu itu pun, Rini secara tegas mengungkapkan bahwa hal yang utama ialah BUMN dapat berperan maksimal dalam setiap proyek yang dikerjakan. Dengan demikian, BUMN dapat mandiri dalam mengerjakan proyek dengan penguasaan teknologi dan keahlian yang mumpuni.

 

Namun, pada akhirnya proyek penyediaan energi ini tidak terealisasi karena memang belum diyakini dapat memberikan keuntungan yang optimal, baik bagi Pertamina maupun PLN. "Kami tegaskan kembali bahwa pembicaraan utuh tersebut isinya sejalan dengan tugas Menteri BUMN untuk memastikan bahwa seluruh BUMN dijalankan dengan dasar `Good Corporate Governance` (GCG)," ujar Imam.

 

Lebih lanjut, terkait dengan penyebaran dan pengeditan rekaman pembicaraan yang diduga dilakukan dengan tujuan untuk menyebarkan informasi salah dan menyesatkan kepada masyarakat, Kementerian BUMN akan mengambil upaya hukum untuk mengungkap pembuat serta penyebar informasi menyesatkan itu.

Sekadar informasi, Pertamina dan PLN sebagai dua BUMN besar dalam bidang ketahanan energi mendapat mandat dari negara untuk mewujudkan kesejateraan rakyat melalui kewajiban Public Service Obligation (PSO). Begitu banyak proyek strategis yang bernilai triliunan rupiah yang dikelola oleh kedua perusahaan plat merah tersebut.

Sebagai contoh PLN yang mengelola proyek pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW, kontrak-kontrak pembelian listrik (IPP), dan bahan bakar dari swasta. Begitu juga pada Pertamina, baik proyek dan kerja sama di sisi hulu maupun hilir rantai migas Indonesia. (ANT/hukumonline.com)

Berita Lainnya

Index