Fadli Zon Ungkap Data 6,7 Juta Pemilih Terancam Tidak Bisa Mencoblos di Pilkada Serentak

Fadli Zon Ungkap Data 6,7 Juta Pemilih Terancam Tidak Bisa Mencoblos di Pilkada Serentak

JAKARTA, RIAUREVIEW.COM - Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon angkat bicara soal jutaan pemilih yang terancam kehilangan haknya di Pilkada Serentak 2018.

Pernyataan Fadli tersebut disampaikan melalui kicauannya di Twitter, Selasa (8/5/2018).

Menurut Fadli, ada sekitar 6,7 juta pemilih terancam tidak bisa mencoblos di Pilkada Serentak yang akan berlangsung kurang dari dua bulan lagi, tepatnya 27 Juni 2018.

Fadli juga meminta kepada Kementrian Dalam Negeri dan Komisi Pemilihan Umum untuk segera mencarikan solusi masalah tersebut.

Wakil Ketua Umum Gerindra ini juga membeberkan data dari Kemendagri yang menyatakan adanya 11 juta orang dari 192 juta pemilih di 34 provinsi belum terekam data kependudukannya secara elektronik. 6,7 juta pemilih tersebut berasal dari 11 juta orang yang belum terekam data kependudukannya.

Fadli menilai, persoalan tersebut disebabkan karena UU No.10/2016 yang kemudian diadopsi dalam peraturan KPU.

Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa KTP elektronik atau Surat Keterangan (Suket), adalah syarat mutlak untuk dapat menggunakan hak suara di TPS.

Fadli menambahkan, 11 juta orang tersebut tidak mungkin langsung memiliki Suket karena belum melakukan perekaman KTP elektronik.

Di akhir tweetnya, Fadli menginginkan adanya Pilkada yang berkualitas.

Pasalnya, Pilkada Serentak 2018 ini menghabiskan anggaran yang besar, yakni Rp 20 triliun.

Selain itu, menurutnya, kesuksesan Pilkada Serentak 2018 akan menentukan kualitas pelaksanaan Pemilu Serentak 2019.

Berikut ini tweet lengkap Fadli Zon.

1) Sy menanggapi kisruh jutaan pemilih yg terancam tak bisa menggunakan hak pilih dalam Pilkada Serentak 2018. Kurang dari 2 bulan menjelang pemungutan suara Pilkada serentak 2018, sekitar 6.7 juta pemilih terancam kehilangan hak pilih.

2) Untuk itu, Kementerian Dalam Negeri dan KPU diminta mencarikan solusi untuk 6.7 juta pemilih agar terjamin hak pilih mereka di TPS pada 27 Juni 2018 mendatang.

3) Berdasarkan data Kemendagri, dari 192 juta pemilih, terdapat 11 juta orang di 34 provinsi, yg belum terekam data kependudukannya secara elektronik. Dari jumlah tsb, 6.7 juta-nya terancam kehilangan hak pilih pd 27 Juni mendatang.

4) Ini disebabkan, dlm UU No.10/2016 yg kemudian diadopsi dalam peraturan KPU, KTP elektronik atau Surat Keterangan (Suket), adalah syarat mutlak untuk dapat menggunakan hak suara di TPS.

5) Sementara itu, 11 juta pemilih tsb tdk mungkin langsung bisa memiliki Suket (surat keterangan). Sebab, mereka bukan saja belum memiliki e-KTP, tapi bahkan belum melakukan perekaman e-KTP. Ini yg harus dicarikan jalan keluarnya.

6) Persoalan daftar pemilih ini sangat vital dlm demokrasi langsung. Universal adult suffrage atau jaminan hak pilih universal bagi orang dewasa- penting untuk proses elektoral yg free, fair and competitive.

7) Artinya, kalau daftar pemilihnya bermasalah, maka bisa dikatakan proses elektoralnya pun berjalan tidak free, fair, and competitive.

8) Tapi sayangnya, persoalan ini terus berulang. Pdhl, bagi kita ini bukan kali pertama. Pilkada Serentak 2018 mrpkn gelombang ketiga dari amanat UU 10/2016 ttg Pemilihan Kepala Daerah. Seharusnya jaminan thdp hak pilih penduduk, sdh bisa diatasi jauh-jauh hari.

9) Persoalan kependudukan memang sangat dinamis. Sebab perubahan umur, perpindahan dan kematian, tidak langsung dicatat oleh sistem kita.

10) DP4 (Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) yg telah diberikan Kemendagri kpd KPU pun tdk ada jaminan 100 persen akurat. Namun, bukan berarti hal ini bisa mnjd pembenaran bahwa kualitas Daftar Pemillih selalu bermasalah.

11) Untuk itu, Kemendagri dan KPU wajib melakukan sinkronisasi data yang intensif. Selain itu, secara operasional, Kemendagri jg harus mempercepat proses perekaman data e-KTP.

12) Kemendagri hrs lebih proaktif. Jangan mempersulit penduduk. Serta menurunkan tim yg lebih banyak ke seluruh provinsi untuk menjemput perekaman data penduduk. Banyak masyarakat mengeluh karena pelayan e-KTP ini buruk sekali.

13) Kita bisa belajar dari Pilkada DKI Jakarta 2017. Berdasarkan catatan saya, saat itu kurang lebih ada 500 ribu warga Jakarta yg belum terekam di e-KTP. Hak suaranya pun hilang karena aturan.

14) Penggunaan Suket (Surat keterangan) untuk mengganti e-KTP pun berjalan penuh masalah. Hal ini dikarenakan pemilih yg menggunakan Suket harus mengisi formulir DPTb (Daftar Pemilih Tambahan).

15) Sedangkan formulir DPTb jumlahnya dibatasi sebanyak 20 formulir per TPS. Akhirnya banyak pemilih yg tak bisa memilih karena kekurangan DPTb.

16) Meski demikian, saat ini seharusnya pemerintah jg wajib memikirkan solusi prosedural. Terutama, untuk mengantisipasi jika proses perekaman data e-KTP tdk dapat diselesaikan dlm waktu kurang dari dua bulan.

17) Pemerintah harus menentukan, apakah persoalan jaminan hak pilih ini, sudah tergolong situasi yg darurat atau belum. Sebab, dlm situasi darurat, pemerintah dimungkinkan untuk menerbitkan Perppu.

18) Kita tdk ingin Pilkada serentak 2018 yang diprediksi menghabiskan anggaran Rp.20 triliun ini, dijalankan dengan kualitas main-main. Kita ingin pelaksanaan pilkada serentak 2018 berkualitas.

19) Hak pilih seluruh warga negara terjamin. Apalagi, sukses tidaknya Pilkada 2018 akan sgt menentukan kualitas pelaksanaan Pemilu Serentak 2019. 

Berita Lainnya

Index