Amien Rais Sebut Bangsa Indonesia "Pekok"

Amien Rais Sebut Bangsa Indonesia

YOGYAKARTA, RIAUREVIEW.COM – Tak henti-hentinya Amien Rais melontarkan pernyataan kontroversial. Kali ini Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyebut bangsa Indonesia sebagai bangsa pekok (bodoh) lantaran, menurut dia, undang-undangnya pro asing dan merugikan rakyat sendiri.

Salah satu yang disoroti Amien adalah UU migas.

“Ini ada UU yang aneh dan ajaib. Bahwa gas alam di perut bumi Indonesia, itu boleh digunakan oleh bangsa sendiri setelah bangsa lain dicukupi kebutuhannya,” kata Amien dalam ceramahnya di Masjid Muthohirin Yogyakarta, Kamis (10/5/2018) malam.

Menurutnya, kebijakan tersebut aneh. Sebab, kebutuhan dalam negeri dikorbankan hanya demi memenuhi kebutuhan negara lain, seperti Tiongkok, Taiwan, dan Singapura.

“Ini mesti bangsa pekok (bodoh),” ujarnya.

Akibat kebijakan tersebut, kata Amien, Pabrik Pupuk Iskandar Muda di Aceh berhenti beroperasi karena tidak mendapatkan suplai bahan bakar penggerak mesin. Padahal di dekatnya terdapat tambang gas alam.

“Ini sebuah keanehan yang tidak masuk akal. Itu (gas alam) berkontainer-berkontainer dibawa oleh truk dari koorporasi gas, sebelum dibawa ke Cina itu melewati (Pabrik) Pupuk Iskandar Muda,” katanya.

“Jadi pabrik pupuk di Aceh itu kelenger, tidak bisa berfungsi karena gasnya yang hanya beberapa puluh kilometer dari (pabrik pupuk) itu dijual dulu ke Cina,” imbuhnya.

Tak hanya itu, Amien juga menyinggung soal Freeport. Dia menyebut perusahaan itu sebagai contoh lain dari kebodohan bangsa Indonesia. Sebab, kata dia, hasil tambang emas terbesar di dunia tersebut hanya sebagian kecil yang bisa dinikmati bangsa ini.

“Kita ini, karena bangsa jongos membuat sebuah kesepakatan kontrak karya itu,” ujarnya.

“Tidak ada bangsa yang lebih pekok (bodoh) dari pada bangsa kita,” lanjutnya.

Amien Rais di Masjid Muthohirin, Yogyakarta, Kamis (10/5/2018). (Foto: Usman Hadi/detikcom)

Mantan Ketua MPR itu juga mengimbau agar umat Islam di Indonesia lebih berpartisipasi dalam perpolitikan nasional. Harapannya agar umat Islam di indonesia tidak terus tertinggal, baik dari segi ekonomi, politik dan segi lainnya.

“Umat Islam di Indonesia ini (88,5 persen dari jumlah penduduk), itu perlu punya partisipasi, punya hak menentukan negeri ini di dalam kekuasaan politik,” katanya.

Menurutnya, mayoritas umat Islam di Indonesia kini cuma bisa menjadi penonton. Sedangkan penggerak ekonomi dan pemegang kendali kekuasaan jarang dipegang kalangan umat Islam. Akibatnya, umat Islam di Indonesia semakin terpinggirkan.

“Sekarang ini jelas sekali umat Islam itu menjadi umat yang marginal, di pinggiran. Karena hampir semua kehidupan nasional tidak ada di tangan umat Islam. Pertambangan di tangan mereka, pertanian di tangan mereka, perkebunan mereka,” sebutnya.

Amien menegaskan, ajakannya agar umat Islam di Indonesia lebih berpartisipasi dalam berpolitik bukan berarti dia mendukung ditegakkannya sistem pemerintahan berdasarkan syariat Islam di indonesia.

“Jadi, saya, kita Muhammadiyah itu memang tidak ada, seperti NU juga, tidak ada pikiran membangun negeri Indonesia ini menjadi negara syariah, ini tidak. Saya juga menolak,” tegasnya.

“Karena kalau kita bicara negara syariah, langsung TNI, Polri dan kaum nasionalis macam-macam itu yang akan masang kuda-kuda. Oleh sebab itu, opsi ini (membangun negara syariah) tidak kita ambil,” pungkas Amien.

Berita Lainnya

Index