Pimpinan DPRD Dijanjikan Rp1 Miliar dan Mobil Dinas Untuk Pengesahan APBD

Pimpinan DPRD Dijanjikan Rp1 Miliar dan Mobil Dinas Untuk Pengesahan APBD
Eks Gubernur Riau Anas Maamun (Int)

PEKANBARU, RIAUREVIEW.COM --Mantan Gubernur Riau, Annas Maamun menjanjikan uang sebesar Rp1 Miliar lebih kepada pimpinan DPRD untuk pengesahan RAPBD 2014 dan 2015. Tak hanya uang, wakil rakyat juga diiming-imingi kendaraan dinas yang nantinya bakal menjadi milik mereka. 
 

Hal itu sebagaimana terungkap dalam persidangan perdana dugaan suap pengesahan APBD Provinsi Riau di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Rabu (25/5). Sidang yang digelar secara virtual dipimpin langsung oleh Dahlan beragendakan pembacaan surat dakwaan. Di ruangan sidang terlihat Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan penasehat hukum terdakwa. 

Sedangkan, Annas Maamun mengikuti jalannya persidangan secara video confrence. Pasalnya, mantan orang nomor satu di Bumi Lancang Kuning tengah ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK, Jakarta. 

Dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU, Yoga Pratomo menyebutkan, pemberian hadiah atau janji dilakukan Annas Maamun sebagai Gubernur Riau periode 2009-2014 bersama Wan Amir Firdaus selaku Asisten II Ekonomi Pembangunan Setda Provinsi Riau. 

Uang yang dijanjikan untuk anggota DPRD Riau dalam pembahasan RAPBD 2014 dan RAPBD 2015 sebesar  Rp1.010.000.000. "Juga dijanjikan fasilitas pinjam pakai kendaraan yang nantinya bisa dimiliki anggota DPRD Provinsi Riau," ungkap Yoga. 

Janji tersebut diberikan kepada Johar Firdaus  selaku Ketua DPRD Provinsi Riau periode 2009 - 2014, Suparman, Ahmad Kirjuhari, Riky Hariansyah, Gumpita, dan Solihin Dahlan  selaku anggota DPRD Provinsi Riau periode  2009 sampai dengan 2014.

Pemberian itu dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut mengesahkan  RAPBD-P 2014 menjadi APBD 2014 dan RAPBD-P 2015 menjadi APBD 2015 sebelum diganti oleh anggota DPRD Riau hasil Pemilu Legislatif 2014.

"Tindakan itu bertentangan dengan kewajiban Johar Firdaus, Suparman, Ahmad Kirjuhari, Riky Hariansyah, Gumpita dan Solihin sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme," tutur JPU.

Disebutkan juga setiap penyelenggara negara dilarang menerima gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 128 ayat (1) juncto Pasal 129 juncto Pasal 122 ayat (3) Peraturan DPRD Provinsi Riau Nomor 07 Tahun 2013 tentang Perubahan atas peraturan DPRD Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Tertib DPRD Provinsi Riau. 

Dibeberkannya, tindakan berawal pada 12 Juni 2014, terdakwa selaku Gubernur Riau mengirimkan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun 2015 kepada Ketua DPRD Provinsi Riau dengan Surat Nomor: 050/Bappeda/08.09.

Selanjutnya pada 24 Juli 2014, terdakwa mengirimkan juga Rancangan KUA dan PPAS untuk RAPBD Perubahan Tahun 2014 kepada Ketua DPRD Provinsi Riau dengan Surat Nomor: 050/Bappeda/61.12 perihal Penyampaian Rancangan KUA dan PPAS RAPBD P Tahun 2014.  

Sebelum terdakwa mengirimkan Rancangan KUA dan PPAS untuk APBD Perubahan Tahun 2014 kepada Ketua DPRD Riau, pada Juli 2014 telah dilakukan rapat konsultasi antara terdakwa bersama SKPD dengan Pimpinan, Ketua-Ketua Fraksi dan Komisi DPRD Provinsi Riau.

"Ketika itu terdakwa menyampaikan keinginannya agar RAPBD P TA 2014 dan RAPBD TA 2015 dibahas dan disahkan oleh anggota DPRD Provinsi Riau periode 2009 - 2014. Terdakwa  juga menyampaikan bahwa terkait pinjam pakai mobil anggota DPRD Provinsi Riau disetujui untuk diperpanjang selama 2," papar JPU.

Nantinya pada saat lelang akan diprioritaskan untuk bisa dimiliki oleh anggota DPRD Provinsi Riau periode 2009 - 2014 yang berakhir masa jabatannya tanggal 6 September 2014. Atas keinginan terdakwa tersebut, Johar Firdaus menyetujui akan membahas RAPBDP TA 2014 dan RAPBD TA 2015 dalam Rapat Badan Anggaran (Banggar).

Pada 8 Agustus 2014, Banggar DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) mulai melakukan pembahasan KUA dan PPAS APBD P Tahun 2014.  Dalam pembahasan tersebut Banggar DPRD mempertanyakan beberapa hal diantaranya tentang penyerapan anggaran yang hanya sekitar 12% dari total anggaran.

Selain itu, usulan terdakwa tentang perubahan Peraturan Daerah terkait Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Pemerintah Provinsi Riau yang mengubah susunan organisasi badan-badan dan dinas-dinas yang berada di Pemerintah Provinsi Riau yang salah satunya adalah memecah anggaran Dinas Pekerjaan Umum menjadi 2 bagian masing-masing untuk Anggaran Dinas Cipta Karya dan Dinas Bina Marga.

Mengenai pergeseran anggaran perubahan untuk pembangunan rumah layak huni dari semula dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan Umum kemudian diubah menjadi dikerjakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD). Oleh karena dalam pembahasan tersebut tidak ada titik temu antara Tim Banggar dan TAPD, kemudian rapat diskor.

Selanjutnya Johar Firdaus meminta agar dilakukan pertemuan tertutup yang bertempat di ruang Komisi B yang hanya dihadiri anggota Banggar.  Untuk itu Suparman mengusulkan pembentukan Tim Informal sebagai penghubung antara DPRD dengan terdakwa.

Tim itu beranggotakan Suparman, Zukri alias Zukri Misran, Koko Iskandar,  dan Hazmi Setiadi.  Selain itu Suparman, menginformasikan mengenai tawaran dari terdakwa  untuk memperoleh pinjaman kendaraan yang nantinya pada masa akhir jabatan anggota DPRD, kendaraan tersebut akan dilelang dan diprioritaskan untuk anggota DPRD Provinsi Riau periode 2009 - 2014.

Hall tersebut disetujui oleh sebagian anggota Banggar. Sekitar atau 3  hari setelah pembentukan Tim Informal/Komunikasi, Suparman menyampaikan kepada Johar Firdaus, Riky Hariansyah, dan Zukri Misran bahwa dirinya telah bertemu dengan terdakwa.

Suparman juga menyampaikan tawaran pemberian uang sebesar antara Rp50 juta  Rp60 juta untuk 40  anggota dewan tertentu yang akan ditentukan oleh terdakwa. Pemberian itu diistilahkan Suparman dengan istilah “50 sampai dengan 60 hektar” dan mengenai peminjaman mobil pada prinsipnya tetap akan diberikan kepada para anggota dewan.

Dengan adanya janji tersebut, selanjutnya pada  19 Agustus 2014, DPRD Provinsi Riau memberi persetujuan terhadap RAPBD-P TA 2014 dengan ditandatanganinya persetujuan bersama DPRD Provinsi Riau dan Gubernur Riau tentang Rancangan Peraturan Daerah APBDP  Provinsi Riau Tahun Anggaran 2014 Nomor: 16/SKB/PIMP/DPRD/2014 dan Nomor: 54/NPB/VIII/2014.

Pada tanggal 21 Agustus 2014, Tim Banggar DPRD dan TAPD mulai melakukan pembahasan KUA dan PPAS APBD TA 2015. Kemudian dilakukan rapat kembali pada 25 Agustus 2014 antara Banggar DPRD dengan Komisi-Komisi DPRD dalam rangka penyampaian hasil pembahasan Komisi dengan Mitra Kerja tentang KUA dan PPAS Provinsi Riau TA 2015.

Kesimpulan rapat antara lain Pemerintah Provinsi Riau diminta untuk segera menyampaikan KUA dan PPAS yang telah disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan SOTK yang baru paling lambat Selasa tanggal 26 Agustus 2014. Lalu, Pimpinan DPRD menyurati terdakwa selaku Gubernur Riau untuk segera menyampaikan KUA dan PPAS RAPBD TA  2015 yang telah disesuaikan.

Pada 30 Agustus 2014, terdakwa menerima laporan dari Suparman melalui telepon yang intinya bahwa RAPBD TA 2015 tidak ada masalah
Padahal saat itu jelas bahwa koreksi buku KUA - PPAS  TA 2015 belum diterima oleh DPRD Provinsi Riau dan belum dilakukan pembahasan.

Kemudian dilakukan pertemuan di rumah dinas Gubernur Riau pada 1 September 2014. Hadir Zaini Ismail selaku Sekretaris Daerah, Wan Amir Firdaus, M Yafis selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Said Saqlul Amri selaku Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan Suwarno selaku Kepala Sub Bagian Anggaran.

Dari legislatif hadir Johar Firdaus selaku Ketua DPRD Provinsi Riau  Periode 2009-2014 dan  anggota DPRD, Riky Hariansyah. Di sana dibicarakan tentang pembahasan APBD  dari TAPD Provinsi Riau kepada terdakwa  serta  hal-hal  yang nantinya akan dihadapi dalam pembahasan dengan DPRD terkait RAPBD  TA. 2015 yang belum disetujui oleh DPRD Provinsi Riau.

Agar dilakukan pengesahan APBD,  saat itu terdakwa melalui Wan Amir Firdaus memerintahkan kepala dinas di lingkungan Pemprov Riau untuk mengumpulkan uang. Selanjutnya uang itu diserahkan kepada terdakwa melalui Wan Amir Firdaus dan Suwarno.  

Sekira pukul 18.00 WIB, Wan Amir Firdaus menyerahkan  1 tas ransel warna hitam dan 2 tas kertas warna hijau yang berisikan uang sejumlah Rp1.010.000.000 kepada Suwarno. Setelah itu Suwarno mendapat telepon dari Amad Kirjuhari, dan meminta bertemu di tempat parkir di bawah kantor Sekretariat DPRD Provinsi Riau.

Di tempat parkir, Suwarno yang ditemani Burhanuddin lalu meletakkan 1 tas ransel dan 2  buah tas kertas warna hijau yang berisi uang ke dalam mobil Toyota Yaris warna silver nomor polisi BM-1391-PC yang dikendarai Ahmad Kirjuhari.

Pada 4 September 2014, RAPBD TA 2015 disahkan menjadi Perda APBD TA 2015 dengan ditandatanganinya Persetujuan bersama DPRD Provinsi Riau dengan Gubernur Riau tentang Rancangan Peraturan Daerah APBD Provinsi Riau Tahun Anggaran 2015 Nomor : 21/SKB/PIMP/DPRD/2014 dan Nomor : 63/NPB/IX/2014

Pada  8 September 2014 sekira pukul 16.00 WIB, di Hotel Raudah, Johar Firdaus memberitahukan Riky Hariansyah agar mengajak Ahmad Kirjuhari datang ke Kafe Lick Latte di Jalan Arifin Achmad. 

Riky Hariansyah dan Ahmad Kirjuhari menuju kafe tersebut. Sebelum sampai mereka singgah ke rumah makan pempek di Jalan Sumatera Pekanbaru. Di sana, Ahmad Kirjuhari menceritakan kalau dirinya telah menerima uang sebesar Rp900 juta dari terdakwa.

Kemudian, Riky Hariansyah dan Ahmad Kirjuhari membuat catatan tentang pembagian uang. Rinciannya Riky dan Ahmad Kirjuhari mendapat Rp199 juta, Johar Firdaus Rp135 juta dan sisanya Rp575 juta dibagi secara proporsional kepada 17 orang lainnya berdasarkan jabatan anggota di DPRD Provinsi Riau hingga masing-masing dapat sekitar Rp30 juta sampai Rp40 juta.

Tidak lama Kemudian, Johar Firdaus menelepon dan meminta keduanya segera ke Kafe Lick Latte. Setelah sampai, Johar menanyakan uang pembagian untuk dirinya. Riky Hariansyah memperlihatkan catatan yang dibuat untuk 20 orang. Namun Johar Firdaus meminta bagian Rp200 juta tapi karena uang tak cukup akhirnya Johar Firdaus menerima Rp155 juta.

Selanjutnya uang bagian Johar Firdaus diserahkan oleh Riky Hariansyah di rumah Johar Firdaus di Komplek Pemda Arengka Pekanbaru. Sementara bagian Riky untuk sementara diberikan oleh Ahmad Kirjuhari sebesar Rp50 juta.

Pada hari Senin tanggal 9 September 2014, dalam acara peninjauan lokasi kantor Pokja Pemekaran Provinsi Riau Pesisir di Kantor Gardu Partai Gerindra yang beralamat di Jalan Arifin Ahmad Pekanbaru. Lalu Ahmad Kirjuhari menyerahkan uang  Rp30 juta yang dimasukkan dalam amplop kepada Solihun Dahlan.

Pada 10 September 2014, Ahamd Kirjuhari menyerahkan uang Rp20 juta. dari terdakwa kepada Riky Hariansyah dan meminta agar diserahkan kepada Gumpita dan Ilyas Labai. Uang diserahkan satu hari kemudian, masing-masing mendapat Rp10 juta.

"Terdakwa bersama Wan Amir Firdaus mengetahui atau patut menduga perbuatannya memberi uang  Rp1.010.000.000 yang diserahkan kepada Johar Firdaus dan anggota DPRD 2009-2014 bertentangan dengan kewajiban sebagai penyelenggara negara," tegas JPU.

JPU mendakwa Annas Maamun dengan dakwaan Pertama  Pasal 5 ayat (1) dan (2) atau Kedua: Pasal 13  Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Atas dakwaan itu, Annas Maamun melalui penasehat hukumnya menyatakan tidak keberatan. Majelis hakim mengagendakan kembali sidang pada Kamis (2/6/2022), dengan agenda meminta keterangan saksi-saksi.

 

 

Sumber: riauaktual.com

Berita Lainnya

Index