Kupas UUCK dan Kebun Sawit dalam Kawasan Hutan, BEM se-Riau Sepakati 7 Hal Ini

Kupas  UUCK dan Kebun Sawit dalam Kawasan Hutan, BEM se-Riau Sepakati 7 Hal Ini

PEKANBARU,RIAUREVIEW.COM - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Riau mengadakan Fokus Diskusi Grup (FDG) dengan menghadirkan narasumber dari Aparat penegak hukum serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau di Gedung Pustaka Universitas Lancang Kuning (Unilak), Sabtu (26/11/2022).

Dalam kegiatan FDG ini, sejumlah nara sumber dihadirkan untuk membahas persoalan sengketa lahan yang terjadi di Provinsi Riau.

Asintel Kejaksaan Tinggi Riau, Rahardjo Budi Kisnato yang menjadi narasumber pada FDG tersebut, mengatakan ada 84 perusahaan perkebunan di Provinsi Riau yang belum mengantongi izin Hak Guna Usaha (HGU).

Namun dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) nomor 11 tahun 2020 Pasal 110 A dan Pasal 110B, seluruh kegiatan aparat kepolisian dan kejaksaan 'dibatasi' penindakannya kepada perusahaan.

Pasal 110A pada prinsipnya mengatur bahwa kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun, memiliki lzin Lokasi atau izin usaha di bidang perkebunan yang sesuai Rencana Tata Ruang tetapi belum mempunyai perizinan di bidang kehutanan yang dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, tidak dikenai sanksi pidana tetapi diberikan kesempatan untuk menyelesaikan pengurusan perizinan di bidang kehutanan dengan membayar Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR).

Kemudian Pasal 110 B pada prinsipnya mengatur bahwa kegiatan usaha pertambangan, perkebunan, dan kegiatan lain di dalam Kawasan Hutan yang dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan belum mempunyai perizinan di bidang kehutanan, tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai Sanksi Administratif berupa Penghentian Sementara Kegiatan Usaha, perintah pembayaran Denda Administratif, dan/atau paksaan pemerintah untuk selanjutnya diberikan persetujuan sebagai alas hak untuk melanjutkan kegiatan usahanya di dalam Kawasan Hutan Produksi.

Rahardjo bahkan meminta masyarakat untuk tidak perlu bersiteru dengan UUCK pasal 110A dan 110B.

"Kita tidak perlu bersiteru dengan UUCK, karena ada aplikasi Online Single Submission (OSS). Apa yang dibutuhkan tertera disana semua karena mempermudah perizinan," terangnya.

Pada intinya, Rahardjo menghimbau kepada masyarakat untuk tidak perlu khawatir karena katanya telah terbentuk tim terpadu yang akan menyelesaikan persoalan sengketa lahan di kawasan hutan.

"Kita sudah bentuk tim terpadu dari seluruh OPD terkait. Jangan hanya kepolisian dan kejaksaan. Kalau hanya kejaksaan dan kepolisian tidak akan selesai," pungkasnya.

Sedangkan Ketua DPD Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Riau, Suryadi yang menjadi narasumber mengatakan dua pasal diatas merupakan upaya terakhir dari proses penegakkan hukum pidana.

"Pemerintah harus bekerja sama melihat ini, jika tidak kita bisa rugi dua kali, lahan hutan Riau dieksploitasi dua kali," papar Suryadi

"Seperti pada tahun 2015 ke bawah, setiap tahun dihadiahi bencana kabut asap karena ekploitasi hutan, ke depan kita tidak berharap hal itu terulang kembali," harapnya.

Suryadi juga meminta kepada seluruh OPD terkait untuk mengawal kasus sengketa lahan sehingga proses ini dapat diketahui secara transparan dan akuntabel, serta upaya hukum dan penindakannya.

Sedangkan narasumber dari Polhut DLHK, Agus Suryoko menyebut ada 5,39 juta hektare luas hutan di Riau sudah berisi perkebunan, baik skala besar dan skala kecil.

Terkait adanya sengketa lahan serta lahan di kawasan hutan, ada ketentuan pasal serta ada mekanisme penyelesaian.

"Kita telah berupaya meminimalisir ilegal logging, namun saat sekarang Ilegal logging masih maraknya di Riau serta persoalan lahan. Ini butuh kerjasama kita semua," pungkasnya.

Dari hasil FDG tersebut, BEM se-Riau menyatakan sepakat pada tujuh poin berikut:

1. Memahami dan mendukung penegakan hukum berdasarkan UUCK terhadap keterlanjuran kegiatan usaha dalam kawasan hutan (seperti perkebunan sawit) dengan menerapkan asas Ultimum Remedium atau penerapan sanksi pidana menjadi upaya terakhir, sesuai dengan mandat UUCK bidang kehutanan pasal 110A dan 110B sebagaimana telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2021, yang isinya mengatur teknis penerapan sanksi pembayaran PSDH - DR (Provisi Sumber Daya Hutan dan Dana Reboisasi) danbpembayaran sanksi denda (dihitung sebagaiPNBP/Penerimaaan Negara Bukan Pajak).

2. Memahami bahwa keterlanjuran kegiatan usaha tanpa izin dalam kawasan hutan di Riau terluas di Indonesia yaitu luas 1,4 juta hektar (KLHK Agustus 2022) yang didominasi perkebunan sawit milik rakyat/kelompok masyarakat, korporasi, koperasi dan usaha milik negara serta infrastruktur pemerintah, oleh karena itu pemerintah harus melakukannya dengan transparan, profesional dan tidak boleh tebang pilih serta harus bebas KKN.

3. Sebagai insan muda terpelajar yang peduli terhadap pembangunan di Provinsi Riau, maka kami berkomitmen menentang dan mengutuk oknum-oknum yang mengatasnamakan mahasiswa dan pemuda yang diduga disponsori oleh oknum tak bertanggungjawab dengan cara menyebarkan informasi hoaks dan menyerang kelompok usaha tertentu mengenai kegiatan usaha perkebunan sawit dalam kawasan hutan di Riau, serta tidak terbawa arus untuk melakukan kampanye negatif tentang Sawit.

4. Memahami bahwa kegiatan usaha tanpa izin dalam kawasan hutan pasca berlakunya UUCK ditujukan untuk memperbaiki tata kelola hutan dengan tetap memperhatikan asas kemanfaatan, keadilan, dan kepastian hukum.

5. Memahami dan mendukung penerapan UUCK sebagai upaya pemerintah pusat dan daerah menjaga iklim investasi di Indonesia dan khususnya di Riau, terlebih kondisi ekonomi global sedang menghadapi ancaman resesi. Karena itu, kami menentang segala bentuk dan upaya untuk mengganggu iklim investasi di Riau.

6. Mendukung dan mendorong agar Kementerian LHK, Kepolisian Daerah Riau, Kejaksaan Tinggi Riau, dan Pemerintah Provinsi Riau selalu bersikap profesional dalam menyikapi berbagai aspirasi yang berkembang terkait penyelesaian usaha tanpa izin dalam kawasan hutan. Termasuk jika ada tekanan dari kelompok kepentingan tertentu yang mengindahkan mandat UUCK bidang kehutanan.

7. Memahami bahwa penerapan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam penyelesaian suatu kasus kegiatan usaha tanpa izin dalam kawasan hutan hanya bisa diterapkan dalam hal telah ada tindak pidana asal (predicate crime) terlebih dahulu, seperti dalam kasus Duta Palma Grup.
 

 

 

 

Sumber: cakaplah.com
 

 

 

Berita Lainnya

Index