Bitcoin Masih Jadi Favorit Para Kriminal

Bitcoin Masih Jadi Favorit Para Kriminal

JAKARTA, RIAUREVIEW.COM - Bagi yang berinvestasi Bitcoin harus waspada. Salah satu mata uang digital paling populer di dunia tersebut, ternyata masih menjadi primadona para pelaku kejahatan siber di seluruh dunia.

Anti-Phishing Working Group (APWG), himpunan perusahaan internasional untuk melawan serangan phishing, melaporkan bahwa telah terjadi pencurian cryptocurrency senilai USD 1,2 miliar (Rp 16,9 triliun) sepanjang tahun lalu.

Melonjaknya popularitas Bitcoin dan disertai dengan beredarnya lebih dari 1.500 mata uang digital lain menjadi pemicu tingginya kriminalitas di sektor yang belum memiliki regulasi tersebut.

Dave Jevans, Chairman APWG, mengatakan bahwa dari total nominal tersebut hanya 20% atau bisa jadi lebih rendah yang berhasil ditangani oleh para penegak hukum di seluruh dunia. Menurutnya, torehan tersebut bisa menjadi lebih buruk akibat dari keputusan Uni Eropa (UE) untuk mulai menjalankan General Data Protection Regulation (GDPR).

"GDPR akan memberikan dampak buruk bagi keamanan internet secara keseluruhan dan sekaligus membantu para pelaku kejahatan siber. Dengan memperketat akses terhadap sebuah informasi, hukum baru ini akan menghalangi investigasi terhadap kejahatan siber, pencurian cryptocurrency, phishing, ransomware, malware, fraud, dan cryptojacking," tuturnya.

GDPR sendiri merupakan sebuah aturan untuk menyederhanakan sekaligus mengonsolidasi regulasi yang harus diikuti oleh para perusahaan agar data mereka terlindungi sekaligus menjalankan fungsi kontrol terhadap informasi personal milik orang-orang di kawasan UE. Implementasi dari GDPR berarti mayoritas domain data asal Eropa tidak akan diterbitkan secara publik setelah 25 Mei.

Menurut Jevans, data tersebut merupakan sumber informasi utama bagi para pelaku investigasi dan penegak hukum untuk mengantisipasi pencurian, terutama di dunia daring. Data seperti nama, alamat, dan email itu sendiri disimpan di dalam database bernama WHOIS.

"Jadi, kita akan melihat seluruh orang-orang jahat pergi ke Eropa karena mereka bisa mengakses seluruh dunia dari sana dan tidak ada cara untuk mendapatkan informasi mengenai mereka," kata Jevans, sebagaimana detikINET kutip dari Reuters, Minggu (27/5/2018).

Tidak hanya aksi pencurian, nama Bitcoin pun terseret dalam sebuah kasus yang tengah diselidiki oleh Departemen Peradilan Amerika Serikat. Investigasi tengah dilakukan oleh lembaga pemerintahan tersebut terkait adanya dugaan para pemain di dunia mata uang digital melakukan manipulasi nilai Bitcoin serta cryptocurrency lain.

Penyelidikan tersebut akan mengusut kebenaran dari praktik yang dapat mempengaruhi harga mata uang digital seperti manipulasi pesanan di pasar dalam jumlah besar, sehingga menarik minat orang untuk melakukan transaksi di platform terkait.

Lain di AS, lain lagi di Afrika Selatan. Pihak berwajib di negara yang sempat menyelenggarakan Piala Dunia pada 2010 tersebut tengah melakukan investigasi terhadap scam yang menipu para investor dengan total nilai hingga USD 80 juta. Iming-iming untung besar menjadi modus yang digunakan oleh para penipu tersebut.

Penyelidikan tersebut salah satunya mengarah kepada sebuah perusahaan bernama BTC Global yang menjanjikan kliennya akan mendapatkan keuntungan 2% tiap hari, 14% tiap minggu, dan 50% tiap bulan. Layanan dari perusahaan tersebut pun dikabarkan sudah diblokir.

Berita Lainnya

Index