SIAK,RIAUREVIEW.COM --Kasus Penahanan mantan Penghulu Kampung Sri Gembilang Kecamatan Koto Gasib Kabupaten Siak Syafri bin Demer terkesan dipaksakan oleh oknum penegak hukum.
"Pasalnya, dalam beberapa kali sidang di Pengadilan Negeri Siak pihak hukum tidak bisa membuktikan apa yang ditudingkan oleh pihak PT DSI kepada terdakwa Syafri bin Demer". Ujar Krisna saksi Syafri bin Demer kepada wartawan minggu (2-4-2023).
Dia mengatakan, ya, saya sudah dipanggil oleh pihak Kejaksaan Siak untuk menjadi saksi Tuan Syafri bin Demer. Dari beberapa pertanyaan yang diajukan oleh pihak Kejaksan Siak, mereka hanya menanya, kapan menggarap lahan? Kapan ditanam sawitnya dan sama siapa membelinya?
Krisna menilai kasus penahanan terhadap Mantan Penghulu Sri Gembilang terkesan seperti dipaksakan dan titipan dari pihak perusahaan. Maka sebab itu, kita minta kepada penegak hukum kasus ini jangan dikriminalisasikan, sebab kami memantau terus proses penanganan terhadap mantan penghulu Sri Gemilang itu dan kita akan segera melayangkan surat ke Kejagung atas kasus yang terkesan dipaksakan ini.
Diceritakannya bahwa sejak awal proses penanganan perkara ini terlihat dipenuhi dengan sejumlah kejanggalan. Langkah kepolisian dan kejaksaan terlalu dipaksakan karena tidak didasari bukti yang kuat untuk memproses hukum tuan Syafri bin Demer.
Ia dituding menghilangkan hak dan penipuan terhadap PT DSI, padahal kejadiannya tidak seperti yang ditudingkan oleh pihak PT DSI. Sebetulnya pihak PT DSI membeli lahan seluas 100 hektar dari mantan Penghulu Sri Gembilang tuan Syafri bin Demer. Pembelian lahan seluas 100 hektar itu tidak dibayar lunas oleh PT DSI kepada Syafri. Pihak PT DSI hanya membayar 50 hektar kepada Syafri, sisanya belum dibayar kepada Syafri hingga kini.
Setelah sekian lama pihak PT DSI tidak membayar sisa uang yang dijanjikan kepada Syafri. Atas dasar itulah pihak PT DSI menuding dan melaporkan tuan Syafri bin Demer ke penegak hukum.
Padahal,yang tertipu itu adalah Syafri bin Demer, bukan pihak PT DSI. ini kasusnya dibolak balik oleh pihak perusahaan PT DSI.
Tidak itu saja, untuk menguasai lahan masyarakat di lapangan, pihak PT DSI tidak hanya menguasai lahan yang dibelinya dari Syafri, tapi juga menguasai lahan masyarakat mencapai 200 hektar lebih dengan membuat peta sendiri tanpa melibat pemerintah setempat.
Kita menilai PT DSI terlalu licik menguasai lahan masyarakat, mereka berani membuat peta sendiri tidak sesuai luas lahan yang dibelinya dari Syafri.
Sementara itu, Ketua DPW Pujakesuma RIau Anton kepada media mengaku sangat menyayangkan sekali sikap pihak penegak hukum yang dinilainya memaksakan kasus ini naik.
Kita melihat laporan yang dilakukan oleh PT DSI ke penegak hukum terhadap Syafri diduga tidak kuat, maka kita minta penegak hukum agar menghentikan pemeriksaan terhadap mantan kepala kampung itu. Karna ini udah termasuk kriminalisasi hukum.
Kita dari Pujakesuma Riau mendesak agar majelis hakim di Pengadilan Negeri Siak yang menangani kasus ini bisa membebaskan Tuan Syafri dari seluruh dakwaan.
Sementara itu, Managar PT DSI Marsono saat ditemui media mengaku terkait masalah beli lahan yang mereka kuasai 200 hektar lebih, tidak tahu, Saya tidak tahu menahu soal itu."ujarnya singkat.