RIAUREVIEW.COM --- Kementerian BUMN dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan penandatanganan nota kesepahaman koordinasi tugas dan fungsi dalam mendukung peningkatan kemandirian dan daya saing produk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di bidang obat dan makanan.
Penandatanganan nota kesepahaman dengan jangka waktu 5 tahun ini dilakukan oleh Menteri BUMN Erick Thohir dan Kepala BPOM Taruna Ikrar. Menurut Erick, ada tiga hal yang didorong ke depannya oleh kedua belah pihak.
Pertama adalah mendukung terkait Pasar Digital (PaDi) UMKM yang bertujuan mengembangkan UMKM. Erick menegaskan bahwa BUMN dilarang melakukan tender untuk proyek senilai Rp 15 miliar ke bawah.
"Nomor satu, mengenai Padi UMKM, yaitu sebuah ekosistem yang sudah dibangun sejak tahun 2020, bahwa tender di perusahaan-perusahaan BUMN yang nilainya di bawah Rp 15 miliar, itu harus UMKM," kata Erick seperti disiarkan YouTube BPOM, Selasa (26/11/2024).
"Tidak boleh keluarganya pengelola BUMN, atau yayasannya, atau anak dan cucunya. Dan Alhamdulillah, itu sudah terkumpul 50 ribu vendor, yang mungkin 90 persen juga makanan," tambahnya.
Menurut Erick program tersebut bisa menjadi langkah awal kolaborasi Kementerian BUMN dengan BUMN. Hal lain yang didorong adalah terkait dengan PNM Mekaar.
"Kita juga mensinergikan program PNM Mekar, yaitu program ibu-ibu di desa-desa, dengan pinjaman Rp 1 sampai Rp 5 juta, ini jumlahnya 21,2 juta ibu-ibu. nggak ada bapaknya kalau ini, ibu-ibu semua. Dan indikasi bahwa mereka juga melakukan kegiatan, seperti pangan, saya rasa mungkin mirip dengan apa yang ada di PaDi UMKM," bebernya.
Erick menyatakan, dengan digitalisasi yang ada di PaDi UMKM dan PNM Mekaar maka lebih mudah untuk mengembangkan UMKM. Terlebih ada 61 juta UMKM yang 92% di antaranya mendapat pinjaman dari Bank BUMN.
"Dan nanti mimpi yang lebih besar tentu bagaimana mengkonsolidasi yang 61 juta, kita punya 92 persennya. Jadi untuk 5 tahun ke depan mestinya ngos-ngosan sih kerjanya," imbuh Erick.
Sementara itu, Taruna menyebut UMKM yang teregistrasi produknya di Indonesia adalah sebesar 9.088 dari total industri yang sebanyak 10.080. Menurutnya jumlah tersebut relatif kecil. Sementara untuk segmen obat jumlahnya baru 1.100.
"Nah, berdasarkan laporan yang kami dapatkan dari staf kami dari seluruh lokasi Indonesia, jumlah untuk UMKM yang berasal dari makanan olahan itu dari total industri yang terdaftar di tempat kami yang jumlahnya 10.080, itu baru yang terdaftar UMKM-nya baru sekitar 9.088. Sedikit sekali," jelas Taruna.
Ia menyebut BPOM juga punya peran vital untuk kepentingan banyak pihak, termasuk harus memperhatikan UMKM. Hal tersebut juga sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto.
Sumber: sabangmeraukenews.com