Di Balik Sunyi Renak Dungun, Tragedi Berdarah Itu Terjadi: Keponakan Tewas Dibacok Paman Sendiri

Di Balik Sunyi Renak Dungun, Tragedi Berdarah Itu Terjadi: Keponakan Tewas Dibacok Paman Sendiri
Ilustrasi Pembunuhan. Foto : Istimewa/SM News.com

RIAUREVIEW.COM --Pagi itu, Desa Renak Dungun di Kecamatan Pulau Merbau seperti biasa diselimuti ketenangan. Burung-burung bernyanyi di antara pepohonan, dan aroma tanah basah menyatu dengan angin yang berhembus dari laut. Namun, suasana damai itu mendadak pecah.

Saat kebanyakan warga masih terlelap atau baru memulai rutinitas, rumah di Dusun 3 Rintis berubah menjadi pusat perhatian. Jeritan histeris keluarga membangunkan warga dari tidur mereka—ada yang tidak beres. 

Seorang remaja berusia 17 tahun, sebut saja J, yang duduk di bangku kelas 2 SMA, tergeletak bersimbah darah. Tubuhnya penuh luka. Bagian pahanya koyak, jari tangannya nyaris putus, dan kepalanya robek parah. Darah mengalir deras, membasahi tanah kampung yang selama ini dikenal tenang.

Ia baru saja menjadi korban kekerasan dari orang yang tak lain adalah pamannya sendiri, AR (34), warga suku Akit yang tinggal hanya beberapa langkah dari rumah korban di Dusun 3 Rintis. 

Peristiwa berdarah tersebut terjadi pada Minggu (20/07/2025) pagi. Dengan sebilah parang di tangan, pelaku melayangkan bacokan yang mematikan. Tak ada yang menduga, hubungan darah bisa berubah menjadi tragedi. Belum jelas benar motif di balik aksi mengerikan itu, namun satu hal yang pasti yakni nyawa seorang anak muda melayang sia-sia.

Usai membacok keponakannya, AR melarikan diri ke dalam semak-semak. Pelariannya tak berlangsung lama. Polisi yang sigap bersama warga sekitar segera mengejar dan menyisir lokasi. Tak butuh waktu lama, tersangka berhasil ditangkap dan diborgol. Kini, ia telah ditetapkan sebagai tersangka dan mendekam di balik jeruji besi di Mapolres Kepulauan Meranti. 

Warga desa yang selama ini hidup dalam harmoni dibuat tak percaya. Bagaimana bisa, darah daging sendiri menjadi korban? Tangis keluarga pecah, terutama di rumah orang tua korban. Rasa kehilangan yang mendalam membungkus duka seluruh kampung.
 
Peristiwa ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, tentang pentingnya menjaga emosi dan komunikasi dalam keluarga. Ketika amarah menguasai dan tidak ada tempat mencurahkan tekanan hidup, maka tragedi seperti ini bisa saja terulang.

Kepala Desa Renak Dungun, Zulfikar, tak mampu menyembunyikan keterkejutannya saat dikonfirmasi. Ia menyebut bahwa peristiwa terjadi sekitar pukul 06.00 pagi saat suasana masih sangat sepi.

"Tak ada yang menyaksikan langsung kejadiannya. Keluarga korban tiba-tiba menjerit, itu yang membuat warga datang. Ayah korban masih syok berat, belum bisa dimintai keterangan apapun. Pelakunya merupakan pamannya sendiri dan agak kurang waras," ujar Zulfikar dengan nada getir.

Dengan luka parah yang diderita, korban buru-buru dibawa menggunakan speedboat menuju RSUD Kepulauan Meranti di Selatpanjang. Namun takdir berkata lain. Dalam perjalanan menuju rumah sakit, korban menghembuskan napas terakhirnya. Darah yang terus mengalir dari luka di kepala membuat nyawanya tak tertolong.

“Korban meninggal dunia di speedboat sekira jam 11 siang. Akhirnya jenazahnya dibawa pulang kembali ke rumah," ungkap Zulfikar lirih.

Di tengah suasana duka, polisi bertindak cepat. Kepala Kepolisian Resor Kepulauan Meranti, AKBP Aldi Alfa Faroqi SH SIK MH, melalui Kasat Reskrim AKP Roemin Putra, membenarkan kejadian tersebut. “Benar, ada kejadian pembacokan. Anggota kami langsung ke lokasi dan pelaku sudah diamankan,” jelasnya.

“Korban adalah keponakan dari pelaku. Motifnya masih kami dalami. Kami akan melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap latar belakang peristiwa ini,” tambah AKP Roemin.

Peristiwa ini mengejutkan seluruh warga desa. Tak hanya karena pelaku dan korban punya hubungan darah, tetapi karena tragedi itu terjadi begitu cepat, tanpa tanda-tanda sebelumnya. J dikenal sebagai anak yang baik, rajin sekolah, dan tak pernah punya persoalan dengan siapa pun.

Kampung yang biasanya sunyi kini berubah muram. Duka mendalam menyelimuti keluarga korban, dan luka emosionalnya mungkin akan terus membekas pada warga yang menyaksikan langsung dampak dari tragedi tersebut.

Di tengah isak tangis dan pertanyaan tanpa jawaban, satu pelajaran mengemuka: kemarahan yang tak tersalurkan, beban hidup yang tak pernah diungkap, bisa menjadi bara yang sewaktu-waktu membakar segalanya—bahkan darah daging sendiri.

 

 

 

 

Sumber: SM News.com

Berita Lainnya

Index