RIAUREVIEW.COM --Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau berhasil mengungkap kasus dugaan pemerasan terhadap PT Ciliandra Fangiono, sebuah perusahaan besar di Riau.
Modus pelaku diduga dengan menyebarkan berita negatif di puluhan media daring, lalu meminta uang dalam jumlah besar untuk menghentikan pemberitaan tersebut.
Kasus ini terbongkar setelah pihak perusahaan merasa dirugikan akibat maraknya pemberitaan miring di sedikitnya 24 media daring.
Berita-berita itu menuding perusahaan melakukan korupsi dan pencemaran lingkungan, yang dinilai merusak reputasi perusahaan.
Pemberitaan tersebut diduga digerakkan oleh oknum berinisial JS, yang mengaku sebagai Ketua Umum LSM Pemuda Tri Karya (PETIR).
Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum (Wadir Reskrimum) Polda Riau, AKBP Sunhot Silalahi, mengatakan pemberitaan bernada negatif itu mulai marak sejak tahun 2024 dan menimbulkan keresahan di internal perusahaan.
"Pihak perusahaan sempat menempuh langkah normatif dengan menggunakan hak jawab, namun tidak membuahkan hasil," ujar AKBP Sunhot, Kamis (16/10/2025).
Setelah menelusuri sumber utama berita, perusahaan menemukan nama JS sebagai pihak yang diduga mengoordinasi pemberitaan tersebut.
Melalui seorang perantara, pihak perusahaan akhirnya bertemu dengan JS. Dalam pertemuan itu, JS diduga meminta uang tebusan untuk menghentikan pemberitaan.
"Awalnya, pelaku meminta Rp5 miliar. Setelah negosiasi, disepakati Rp1 miliar dengan uang muka Rp150 juta yang akan diserahkan di Hotel Furaya, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru," jelas Sunhot.
Merasa terdesak, perusahaan melaporkan kasus ini ke Polda Riau. Tim Reserse Mobil (Resmob) langsung melakukan penyamaran dan menyusun rencana penyergapan.
"Penyerahan uang awalnya direncanakan di sebuah kafe, tapi atas permintaan JS dipindahkan ke hotel di Jalan Sudirman," tambahnya.
Pada 14 Oktober 2025, pertemuan antara perwakilan perusahaan bernama RH dan JS berlangsung di hotel tersebut. Setelah uang muka Rp150 juta diserahkan, Tim Resmob langsung melakukan penangkapan.
"JS kami amankan bersama barang bukti uang tunai Rp150 juta," tegas Sunhot.
Sehari kemudian, 15 Oktober 2025, penyidik melakukan penggeledahan di dua lokasi yang diduga menjadi markas operasional JS, yakni di rumah dan kantor pribadinya.
Dari sana, polisi menyita laptop, buku tabungan, surat tanah, serta dokumen penting lainnya.
"Barang bukti ini masih kami dalami untuk mengungkap kemungkinan tindak pidana lain," kata Sunhot.
Polisi menduga JS tidak bekerja sendiri, melainkan berjejaring dengan pihak lain, termasuk operator media daring yang turut menyebarkan berita negatif.
Pelaku dijerat Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal sembilan tahun.
Sumber: Riauakual.com