Zulkardi Fraksi PDI-P: Syarat Mutlak Suntikan Modal BPR Adalah Tuntasnya Masalah Hukum dan Internal

Zulkardi Fraksi PDI-P: Syarat Mutlak Suntikan Modal BPR Adalah Tuntasnya Masalah Hukum dan Internal

PEKANBARU – Rencana Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru menyuntikkan modal Rp10 miliar ke PT BPR Pekanbaru Madani (Perseroda) memicu ketegangan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Perdebatan sengit muncul karena adanya kontradiksi tajam antara laporan Ketua Pansus yang menyatakan BPR sudah "sehat" dan temuan Fraksi PDI-P yang menyebut BUMD tersebut masih menyimpan "rapor merah" masalah hukum dan tata kelola.

Lantas, mana yang benar? Apakah BPR Madani benar-benar sudah pulih, ataukah BUMD kebanggaan Pekanbaru ini masih menyimpan bara dalam sekam?

Satu BPR, Dua Versi Cerita di Parlemen

Polemik ini muncul setelah dua pernyataan berbeda mencuat ke publik dalam waktu berdekatan.

Pada Senin (27/10/2025), Ketua Pansus Penyertaan Modal, Datuk Seri Rizky Bagus Oka, dengan optimis menyatakan bahwa BPR Madani sudah "kembali sehat" dan "layak" menerima tambahan modal. Pernyataan Rizky diperkuat dengan adanya Keputusan Kepala OJK Sumatera yang menetapkan BPR dalam status pengawasan normal, serta fakta bahwa BPR Madani adalah satu-satunya BUMD Pemko yang masih mencatat keuntungan (profit). Menurutnya, suntikan modal Rp10 miliar (yang dicairkan bertahap hingga 2027) penting untuk menjadi motor penggerak ekonomi rakyat dan memperkuat pembiayaan UMKM.

Namun, sehari sebelumnya, Minggu (26/10/2025), suara sumbang datang dari sesama Anggota Pansus, Zulkardi SH dari Fraksi PDI-P. Zulkardi menyatakan menolak keras penyertaan modal tersebut. Menurutnya, BPR Madani belum layak mendapat subsidi karena masih diselimuti persoalan internal, masalah hukum, dan defisit anggaran daerah.

Daftar 'Dosa' yang Diungkap Fraksi PDI-P

Zulkardi membeberkan sejumlah catatan kelam yang menjadi alasan penolakan Fraksi PDI-P, catatan yang seolah-olah hilang dari pembahasan Pansus versi optimis:

  1. Masalah Hukum: BPR Pekanbaru masih membelit kasus di Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru dengan status penyelidikan.
  2. Kekosongan Pemimpin: Tidak adanya Direktur Utama (Dirut) definitif membuat Fraksi PDI-P mempertanyakan siapa yang akan bertanggung jawab atas dana Rp10 miliar tersebut.
  3. Penyimpangan Kredit: Ditemukan indikasi kredit fiktif dan pemalsuan jaminan (Jamkerda). Ironisnya, pinjaman justru banyak dinikmati ASN, bukan UMKM dan usaha mikro sesuai visi BPR.
  4. Temuan Auditor: Adanya penghapusan buku utang yang diduga terkait upaya menghilangkan data pinjaman fiktif, serta rekomendasi temuan OJK dan Inspektorat yang diklaim belum diselesaikan.
  5. Isu Defisit APBD: Di tengah kondisi keuangan Pemko yang sedang defisit dan memiliki utang tunda bayar yang besar, Fraksi PDI-P menilai pemberian penyertaan modal sebesar Rp10 miliar tidak dibenarkan oleh regulasi.

Zulkardi menegaskan, Fraksi PDI-P tidak anti penyertaan modal, bahkan siap mendukung hingga Rp20 miliar, asal Dirut definitif tersedia dan mampu memaparkan solusi atas keterpurukan BPR.

Tuntutan dan Pertanyaan Kritis untuk Pemko

Perbedaan pandangan yang ekstrem dari anggota Pansus ini menimbulkan keraguan besar di mata publik:

  •  Jika BPR sudah sehat (klaim Rizky), mengapa masih ada kasus penyelidikan di Kejari dan kekosongan Dirut (fakta Zulkardi)?
  •  Apakah status 'pengawasan normal' dari OJK sudah menihilkan semua temuan fiktif dan penyimpangan kredit yang diungkap PDI-P?
  •  Mengapa Pemko Pekanbaru terburu-buru menyuntikkan dana segar Rp10 miliar, sementara Dirut definitif sosok yang paling bertanggung jawab belum ditunjuk?

Polemik ini harus menjadi perhatian serius Pemko Pekanbaru. Kecepatan penyuntikan modal ke BUMD yang masih diselimuti tanda tanya besar berpotensi melanggar prinsip kehati-hatian, apalagi saat kemampuan anggaran daerah sedang tertekan. Kejelasan status hukum dan kehadiran pimpinan yang berintegritas harus menjadi syarat mutlak sebelum BPR Madani kembali menerima dana dari rakyat. (RR21)

 

Berita Lainnya

Index