KPK Kembali Periksa Dua Saksi Kasus Flyover Pekanbaru Riau

KPK Kembali Periksa Dua Saksi Kasus Flyover Pekanbaru Riau
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Budi Prasetyo.

RIAUREVIEW.COM --Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melanjutkan penyidikan dugaan korupsi proyek pembangunan flyover di Pekanbaru, Riau. Senin (17/11/2025), dua orang diperiksa sebagai saksi untuk mendalami alur dugaan penyimpangan dalam proyek tersebut.

"Pemeriksaan dilakukan di Kantor Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Riau," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis.

Kedua saksi yang dimintai keterangan yaitu Direktur Utama PT Semangat Hasrat Jaya, Triandi Chandra, dan Kepala Bagian Pembelian PT Hasrat Tata Jaya, Ade Munica. Budi menyampaikan proses permintaan keterangan masih berlangsung sehingga materi pemeriksaan belum dapat disampaikan. "Keterangan mereka penting untuk memperkuat konstruksi pembuktian," jelasnya.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan lima tersangka yang diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi pembangunan flyover Simpang Jalan Tuanku Tambusai–Jalan Soekarno Hatta di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau Tahun Anggaran 2018. Mereka meliputi Kepala Bidang Pembangunan dan Jembatan Dinas PUPR Provinsi Riau sekaligus kuasa pengguna anggaran (KPA) dan pejabat pembuat komitmen (PPK) Yunannaris; konsultan perencana, Gusrizal; Direktur Utama PT Semangat Hasrat Jaya, Triandi Chandra; Direktur PT Sumbersari Ciptamarga, Elpi Sandra; serta Kepala PT Yodya Karya (Persero) Cabang Pekanbaru, Nurbaiti.

Penyidik menduga pada Januari 2018 Yunannaris menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) tanpa perhitungan detail, data ukur, maupun penyesuaian desain, meski terdapat perubahan nilai kontrak. Selain itu, dokumen kontrak juga dimanipulasi melalui pemalsuan data dan tanda tangan.

Penyimpangan lain muncul dari pekerjaan yang disubkontrakkan tanpa persetujuan awal PPK, dengan nilai kontrak yang dinilai jauh lebih tinggi daripada hasil analisis harga satuan. Akibat perbuatan tersebut, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp60,8 miliar dari total nilai kontrak Rp159,3 miliar.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. **

 

 

 

Sumber: Goriau.com

Berita Lainnya

Index