Koruptor Bisa Lolos dari Jeratan Pidana, Ini Kata KPK

Koruptor Bisa Lolos dari Jeratan Pidana, Ini Kata KPK
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang/ Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

JAKARTA, RIAUREVIEW.COM - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang memberikan tanggapan terhadap kemungkinan aparat penegak hukum (APH), selain KPK, menghentikan perkara tindak pidana korupsi (tipikor). Jika tersangkanya mengembalikan uang yang sebelumnya dikorupsi.

Menurut Saut, pernyataan pihak Bareskrim Polri itu tidak memastikan bahwa seluruh kasus tipikor yang tersangkanya mengembalikan uang hasil korupsinya akan dihentikan. "(Kepala Bareskrim Polri) menyebut ada kata-kata 'mungkin dihentikan'. Jadi, bisa jadi menurut saya tidak semua kasus dihentikan, tergantung kasusnya," kata dia kepada Republika.co.id, Kamis (1/3).

Apalagi, Saut menambahkan, hal itu menyangkut wewenang yang ada pada masing-masing APH lain. Sehingga, KPK pun tidak bisa mencampuri. "(Kalau) koordinasi dan supervisi, itu bisa," kata dia.

Namun, jika suatu perkara tipikor ditangani oleh KPK, maka perkara tersebut tidak bisa dihentikan meski tersangkanya mengembalikan uang. "Bagi KPK, karena tidak boleh (mengeluarkan) SP3 (surat perintah penghentian penyidikan), maka yang mengembalikan uang itu tindak pidananya tetap lanjut," ucapnya.

Kementerian Dalam Negeri, Polri dan Kejaksaan Agung menandatangani Perjanjian Kerja Sama Koordinasi antara Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH) terkait indikasi korupsi, pada Rabu (28/2) kemarin.

Melalui kerja sama itu, Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengatakan penyelidikan kasus korupsi pejabat daerah akan dihentikan apabila tersangkanya mengembalikan uang kerugian negara tersebut ke kas negara. "Kalau masih penyelidikan, kemudian tersangka mengembalikan uangnya, mungkin persoalan ini tidak kami lanjutkan ke penyidikan," kata Ari.

Menurutnya, pengembalian uang kerugian negara dari tipikor ini akan membuat anggaran untuk penyidikan tidak terbuang sia-sia. Apalagi, jika kerugian negaranya hanya sekitar Rp 100 juta hingga Rp 200 juta.

Ia tidak ingin kepolisian menangani perkara yang nilai kerugian negaranya lebih kecil ketimbang anggaran penanganannya. "Anggaran penanganan korupsi di Kepolisian itu Rp 208 juta, kalau yang dikorupsi Rp 100 juta kan negara jadi tekor. Penyidikan (biayanya) segitu, belum nanti penuntutan ada (anggaran) lagi, nanti peradilan sampai masa pemidanaan ada lagi," jelasnya.


Sumber: REPUBLIKA.co.id

Berita Lainnya

Index