Habiburokhman: "Nyanyian" Setnov, Tidak Bisa diabaikan KPK

Habiburokhman:
Ilustrasi Internet

JAKARTA, RIAUREVIEW.COM - Habiburokhman (Ketua Bidang Hukum DPP Partai Gerindra), mengatakan keterangan Setya Novanto (Setnov) dalam sidang lanjutan dugaan kasus korupsi KTP-el pada Kamis (22/3) lalu tidak bisa diabaikan. Menurutnya, meski keterangan Setnov mengutip pernyataan orang lain, tetapi dia jelas menyebutkan pihak-pihak yang diduga menerima aliran dana korupsi tersebut.

Habiburokhman menyinggung argumentasi sejumlah pihak yang menyebut keterangan Setnov pada Kamis sebagai bentuk testimonium de auditu atau keterangan yang didengar dari pihak lain. Dia menolak pendapat bahwa hal tersebut menjadi alasan bahwa keterangan Setnov bisa diabaikan.

"Kalau ada yang menyebut keterangan itu hanya berdasarkan 'katanya-katanya', saya pikir itu pihak yang membaca undang-undang zaman old (zaman dulu),” ujar Habiburokhman dalam diskusi bertajuk 'Nyanyian Ngeri Setnov' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (24/3).

Dia menerangkan setelah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK)Nomor 65/PUU-VIII/2010, ada perombakan esktrem pada definisi saksi di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dia menjelaskan, sebelum ada putusan MK itu, definisi saksi dalam KUHAP artinya harus melihat, mendengar dan mengalami sendiri.

Namun, usai putusan MK, pengertian saksi tidak selalu harus melihat, mendengar dan mengalami sendiri. Berdasarkan putusan MK tersebut, saksi kemudian didefinisikan sebagai setiap orang yang memiliki pengetahuan dan terkait langsung dengan terjadinya tindak pidana. Orang tersebut wajib didengar sebagai saksi demi keadilan dan keseimbangan penyidikan.

Habiburokhman lantas menyebut argumentasi lainnya yang juga melemahkan keterangan Setnov. "Ada pendapat bahwa pernyataan (Setnov) tidak disampaikan oleh oleh orang yang kredibel,” kata dia.

Kredibilitas Setnov dikaitkan dengan berbagai hal yang terjadi ketika kasus ini bergulir. Kala itu, Setnov melakukan berbagai hal untuk menghalangi proses penyidikan KPK.

“Maka, yang kami amati adalah fase setelah itu, Setnov menjadi sangat kooperatif di mana jika dilihat dari gesture beliau tidak ada yang pura-pura tidur atau terlihat lemas, bahkan beliau terlihat senyum dan semangat," kata Habiburokhman.

Karena itu, dia tetap menilai argumen-argumen yang melemahkan pernyataan Setnov sebaiknya tidak digunakan. "Walau pernyataan Setnov bersifat testimonium de auditu, tetapi jelas ada orang yang mengungkapkannya. Kalau tidak salah (yang mengungkap) Irfanto Hendra dan Made Oka Masagung dan dua orang ini sudah menjalani proses pemeriksaan KPK," tambahnya.

Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis (22/3), Setnov menyebut nama Puan dan Pramono menerima uang sebesar 500 ribu dolar AS dari proyek KTP-el. Uang tersebut diberikan oleh Made Oka Masagung.

Novanto mengatakan, dirinya mengetahui hal tersebut setelah Oka dan Andi Agustinus alias Andi Narogong berkunjung ke rumahnya. Mereka memberitahukan kepada Novanto uang dari proyek KTP-el sudah di eksekusi kepada beberapa pihak di DPR RI.

"Oka menyampaikan, dia menyerahkan uang ke dewan, saya tanya, 'Wah untuk siapa?' Disebutlah, tidak mengurangi rasa hormat, saya minta maaf, waktu itu ada Andi untuk Puan Maharani 500 ribu dolar AS dan Pramono 500 ribu dolar AS," ujar Novanto.

Sumber: REPUBLIKA.co.id

Berita Lainnya

Index