Akademisi Minta Pengesahan Ranperda RTRW tak Perlu Tergesa-gesa

Akademisi Minta Pengesahan Ranperda  RTRW tak Perlu Tergesa-gesa
Ade Indra Suhara

BENGKALIS, RIAUREVIEW.COM —Desakan terhadap ratifikasi Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) mencuat akhir-akhir ini. Dari informasi yang didapat bahwa pemerintah pusat menegaskan setiap pemerintah daerah untuk segera mempercepat pembentukan Peraturan Daerah (Perda) tentang RTRW. Salah satu kabupaten yang belum memiliki Peraturan Daerah RTRW terbaru adalah kabupaten Bengkalis.

"Sejatinya RTRW Kabupaten Bengkalis telah habis masa berlaku pada tahun 2014 yang pernah disahkan pada tahun 2004 silam. Instruksi Undang-Undang RTRW telah melahirkan sebuah titah tertulis bahwa setiap provinsi dan Kabupaten/Kota memiliki aturan main dalam tata ruang dan wilayah agar pembanguan terarah kedepannya,”ungkap Dosen Kebijakan Publik Jurusan Hukum Tata Negara STAIN Bengkalis, Ade Indra Suhara,  Rabu (1/7/2020).

Menurut Ade, pada Pasal 26 ayat 4 dalam UU RTRW secara gamblang menyebutkan bahwa masa atau jangka waktu RTRW kabupaten mencapai 20 (dua puluh) tahun mendatang.  Artinya, dokumen RTRW tidak boleh disusun secara sembrono, tanpa memperhatikan kepentingan objek hukum yang dibuat.

“Paling tidak terdapat kepentingan pemerintah kabupaten Bengkalis, swasta atau investor, bahkan yang paling penting adalah kepentingan masyarakat luas umumnya. Belum lagi, jika kita bicara tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).  Kedua dokumen ini, menjadi sangat sentral dalam pembangunan daerah. Jika dikaitkan dengan RTRW maka RPJP/RPJM, harus selaras dan koheren. Tidak boleh terpisah dan harus saling terkoneksi, satu dengan yang lain,”katanya.

Lebih lanjut Ade mengutarakan, terdapat perbedaan yang prinsipal antara RTRW dengan RPJP/RPJM.  RTRW bicara tentang arah pembangunan, yang bersifat spasial dan berimplikasi pada keruangan, sedangkan RPJP/RPJM, bicara tentang legalitas atau boleh tidaknya, sebuah pembangunan itu dilakukan berdasarkan dokumen RTRW, yang telah disepakati.  Keselerasan dokumen ini menjadi vital didalam pembangunan daerah.

“Pertanyaannya apakah pemerintah kabupaten Bengkalis dan Legislatif sudah sepakat dengan dua dokumen sakti ini. Jangan sampai terjadi kontra produktif antara muatan kebijakan pada dokumen RTRW dengan dokumen RPJP/RPJM yang ada,”katanya lagi.

Selanjutnya, yang menjadi tidak kalah menarik adalah bagaimana isi dan muatan. Peraturan Daerah (Perda) RTRW yang akan disahkan oleh pihak legislatif dan eksekutif. Tentu, harus profesional dalam menetapkan.

“Harus diakui tragedi Bongku beberapa waktu lalu adalah bentuk lalainya Pemerintah dalam mengatur dan mengurusi masalah hak para pengguna kawasan hutan. Apakah kesalahan terletak pada Bongku atau Perusahaan, tentu jawabannya bisa iya bisa tidak, mengingat masing-masing pihak memiliki pijakan hukum masing-masing,”tegasnya.(kr)

Berita Lainnya

Index