Sekarang Puji Pemerintah Setinggi Langit, Kubu Moeldoko Sebut Sikap Cikeas Paradoks

Sekarang Puji Pemerintah Setinggi Langit, Kubu Moeldoko Sebut Sikap Cikeas Paradoks

RIAUREVIEW.COM --Kubu Moeldoko menyebut sikap kubu Cikeas tidak konsisten dalam kisruh Partai Demokrat . Hal ini setidaknya bisa dilacak dari tiga hal. Menurut Saiful Huda Ems, salah satu juru bicara kubu Moeldoko, sebelum keputusan Kemenkumhan , SBY, AHY, dan Ibas selalu mendengungkan jargon Selamatkan Demokrasi.

Tetapi setelah keputusan kemenkumham, jargonnya berganti selamatkan partai. "Ini artinya SBY dan AHY sepertinya sudah menyadari, bahwa menggunakan jargon Selamatkan Demokrasi itu seperti menampar muka mereka sendiri. Sebab semua orang sudah tahu, bahwa SBY dan anak-anaknya tak pernah menunjukkan sikap-sikapnya yang demokratis melainkan otoriter, nepotis dan cenderung "mengkorup" demokrasi itu sendiri sebagaimana sikap SBY yang merubah Partai Demokrat yang awalnya terbuka dan demokratis, menjadi partai keluargais," ungkapnya, Jumat (2/4/2021).
 
Kedua, saat terdengar kabar akan adanya KLB Sibolangit, SBY-AHY dan para pengikutnya selalu berteriak menuduh Pemerintahan Jokowi melakukan intervensi terhadap Partai Demokrat melalui salah pejabat istana, yaitu Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
 
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly pun tidak luput dari sasaran fitnah dan amarahnya SBY dan keluarganya, hingga Menteri Yasonna pun menjadi salah satu orang yang digugat oleh AHY di PN Jakarta Pusat. Akan tetapi, begitu Pemerintah melalui Kemenkumham telah memberikan putusan penolakan pada Kepengurusan Partai Demokrat hasil KLB Sibolangit, sekarang SBY dan AHY berbalik 180 derajat dengan mulai memuji-muji setinggi langit Presiden Jokowi, Yasonna Laoly dan Menko Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD.
 
"Paradoks sekali bukan sikap SBY dan anaknya yang seperti itu? Jejak digital hujatan SBY, AHY dan EBY terhadap Pemerintahan Jokowi ini sangat banyak sekali," ujarnya.
 
Ketiga, lanjut SHE, sayangnya pujian setinggi langit keluarga SBY dan pengikutnya terhadap Presiden Jokowi dan Menkumham serta Menkopolhukam itu tidak disertai ucapan permintaan maaf yang tulus, bahwa sebelumnya SBY, AHY dan para pengikutnya seperti kesetanan, selalu menuduh Pemerintahan Jokowi menjadi dalang dari adanya konflik internal Partai Demokrat yang berujung adanya KLB Sibolangit.
 
Baginya, sikap SBY dan AHY serta para pendukungnya ini bisa kita baca sebagai cerminan orang-orang yang tinggi hati, suka berprasangka buruk, su'udzan dengan tanpa didasari data dan fakta. Jika Pemerintahan Jokowi benar merupakan dalang di balik keributan internal Partai Demokrat, tentu Presiden Jokowi sangat bisa memerintahka Yasonna Laoly sebagai Menteri Hukum dan HAM mensahkan Kepengurusan Partai Demokrat hasil KLB Sibolangit.
 
"Namun kenyataannya, Kemenkumham itu malah menolak. Bukankah menteri dalam struktur ketatanegaraan merupakan Pembantu Presiden," tanya SHE yang juga berprofesi sebagai Lawyer itu.
 
"Dari penjelasan saya mengenai ketiga hal di atas, kita sebagai masyarakat telah sangat jelas bisa menilai betapa inkonsistensinya seorang SBY berserta anak-anak dan para pengikutnya. Belum lagi sekarang telah beredar kabar yang sangat mencengangkan, bahwa tak lama lagi Partai Demokrat kepemimpinan AHY akan mengadakan Kongres Luar Biasa (KLB) yang bertujuan untuk merubah AD/ART Partai Demokrat 2020 yang dahulu SBY rubah di luar kongres," ungkapnya.
 
"AD/ART 2020 yang terbukti banyak masalah karena melanggar Konstitusi dan melanggar Undang-Undang Partai Politik, yang menempatkan Ketum AHY dan Ketua Majelis Tinggi Partai SBY sebagai layaknya raja diraja. Ini semua membuktikan bahwa KLB Sibolangit yang mendaulat Pak Dr. Moeldoko sebagai Ketua Umum itu sejatinya sangat bermanfaat, dapat membongkar kebusukan-kebusukan politik SBY yang selama bertahun-tahun menguasai Partai Politik dengan keluarganya sendiri. Partai Politik yang menguras triliunan kas negara dan yang hanya menghasilkan koruptor-koruptor tangguh yang dilindunginya," pungkasnya.
 
 
Sumber: [sindonews.com]

Berita Lainnya

Index