JK: Pemilu Ditunda, Negara Bisa Ribut

JK: Pemilu Ditunda, Negara Bisa Ribut
Aksi Mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR di Jakarta (19/5/1998). Masa jabatan Presiden Soeharto yang terlampau lama kala itu jadi salah satu alasan dilakukannya reformasi. | DOKREP

RIAUREVIEW.COM --Wakil Presiden ke-10 dan 12 Jusuf Kalla (JK) mengingatkan semua pihak agar berhati-hati terhadap wacana penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024. JK menegaskan, memperpanjang masa jabatan presiden dan wakil presiden dan menunda pemilu dari jadwal yang telah ditetapkan adalah melanggar konstitusi.

"Konstitusinya lima tahun sekali. Kalau tidak taat konstitusi maka negeri ini akan ribut," kata JK dikutip dari siaran persnya.

JK khawatir, wacana penundaan pemilu berujung masalah. Hal ini disebabkan adanya pihak yang ingin mengedepankan kepentingan sendiri.

Oleh karena itu, JK mengingatkan elite politik untuk taat terhadap konstitusi. Meski mengakui konstitusi negara masih bisa diubah, hal itu tidaklah mudah.

Apalagi, JK melanjutkan, riwayat bangsa Indonesia memiliki sejarah panjang tentang konflik. Ia tetap menyarankan semua pihak untuk taat terhadap konstitusi.

"Kita terlalu punya konflik. Kita (harus) taat pada konstitusi. Itu saja," kata JK.

Di tengah polemik isu penundaan pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera mengajukan rancangan Peraturan KPU (PKPU) mengenai jadwal, tahapan, dan program Pemilu 2024 ke DPR. KPU menegaskan, hari pemungutan suara pemilu ditetapkan pada 14 Februari 2024.

"Serta rancangan PKPU pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik pada masa sidang berikutnya," ujar Ketua KPU Ilham Saputra saat dikonfirmasi Republika, Jumat (4/3).

Kedua draf PKPU tersebut akan dibahas bersama Komisi II DPR, pemerintah, serta penyelenggara pemilu lainnya melalui rapat dengar pendapat dalam waktu dekat. Keduanya juga menjadi prioritas utama KPU, karena tahapan Pemilu 2024 rencananya dimulai 2022 ini.

KPU pun sebelumnya sudah menerbitkan Keputusan KPU Nomor 21 Tahun 2022 tentang hari dan tanggal pemungutan suara pada Pemilu 2024 pada 31 Januari lalu. Pada 14 Februari 2024, dilaksanakan pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) yakni DPR, DPD, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota.

Jadwal pemilu itu diputuskan berdasarkan hasil kesimpulan rapat kerja dan rapat dengar pendapat Komisi II DPR, Menteri Dalam Negeri, KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada 24 Januari 2022. Para pihak ini menyepakati hari pemungutan suara pemilu diselenggarakan 14 Februari 2024.

Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani mengatakan, bahwa penundaan pemilu memang terjadi di sejumlah negara. Namun, hal tersebut terjadi di negara-negara yang notabenenya memiliki demokrasi yang lemah.

Ia mencontohkan negara seperti Zimbabwe dan Haiti yang baru mengalami insiden pembunuhan presiden. Itu berbeda dengan negara-negara yang demokrasinya sudah matang, seperti Korea Selatan.

"Itu (penundaan pemilu) umumnya terjadi di negara-negara yang memiliki sistem demokrasi yang sangat lemah atau negara-negara non-demokratis," ujar Saiful dalam akun Youtube resmi SMRC, Jumat (4/3).

"Orang yang berargumen bahwa Pemilu seharusnya ditunda dengan alasan pandemik tidak punya basis empirik yang kuat," sambungnya.

Ia kemudian mengacu studi dari International Institute for Democracy and Electoral Assistance, pada rentang 2020 sampai 2021, terdapat 301 pemilihan umum di berbagai belahan dunia. Sebanyak 62 persen di antaranya diselenggarakan sesuai waktu atau jadwal yang telah ditentukan.

Sementara yang ditunda kurang dari enam bulan ada sekira 32 persen. Sementara ada 2 persen lainnya ditunda selama setahun dan 4 persen masih ditunda dan belum jelas akan dilakukan kapan.

"Dari data ini, kita melihat bahwa mayoritas agenda pemilu, termasuk pemilu lokal, tidak terganggu secara umum oleh Covid-19," ujar Saiful.

Di samping itu, penundaan Pemilu 2024 yang digulirkan elite partai politik di Indonesia juga tidaklah tepat. Ia berkaca pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 yang tetap digelar saat pandemi Covid-19.

"Hal itu (Pilkada 2020) adalah tes apakah karena Covid-19, maka demokrasi elektoral kita bisa terganggu. Ternyata Covid bisa diurusi oleh pemerintah dengan serius, sementara kewajiban konstitusional untuk pilkada juga tetap dipenuhi," ujar Saiful.

 

 

Sumber: cakaplah.com

Berita Lainnya

Index