15 Kades di Riau Selewengkan Dana Desa

15 Kades di Riau Selewengkan Dana Desa
Ilustrasi Kades (int)

PEKANBARU, RIAUREVIEW.COM  --Sebanyak 15 kepala desa di Bumi Melayu tersandung kasus korupsi sepanjang tahun 2021. Mereka diduga melakukan penyimpangan terhadap penggunaan anggaran dana desa. Perkara ini, ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan. 

Hal itu dikatakan Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto, usai kegiatan sosialisasi program 'Jaksa Jaga Desa' demi mencegah tindak pidana korupsi tahun 2022.  Pelaku penyeleweng dana desa ini, melakukan perbuatannya karena salah satunya disebabkan oleh cost atau biaya politik untuk menjadi kades itu tinggi. "Ada juga karena tidak mengerti pertanggungjawaban penggunaan dana desa. Apalagi sekarang itu dari pusat langsung ke desa, maka baik dari penyaluran hingga penggunaan, tetap kita monitor. Jangan sampai terjadi penyimpangan," sebut Raharjo. 

Ditanyai apakah pihaknya telah mengantongi data soal besaran dana desa di Riau yang akan dikelola tahun ini, Raharjo mengaku belum mengetahuinya. "Karena ada yang tersalurkan di bulan Maret ini, ada yang belum," sebut

Raharjo menjelaskan, pihaknya mulai melakukan sosialisasi program Jaksa Jaga Desa. Karena program ini merupakan salah satu tugas dari Bidang Intelijen kejaksaan, guna mengamankan dan mencegah terjadinya tindak pidana korupsi (Tipikor), khususnya dana desa. Dalam program ini, jaksa melakukan pendampingan dan pengamanan terkait penggunaan dana desa tersebut.

Adapun mekanisme, Dinas PMD mengajukan permohonan agar dilakukan pendampingan dan pengamanan terkait penggunaan dana desa. "Selanjutnya dilakukan paparan di kantor kejaksaan di daerah masing-masing. Baru setelah itu dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi dengan melibatkan unsur dari inspektorat, kejaksaan, dan PMD," imbuhnya.

"Manakala di lapangan ada temuan, terlebih dahulu dilakukan tindakan oleh inspektorat, dalam rangka mencegah tipikor. Setelah dikasih sanksi administrasi, mereka tidak mengindahkan, dalam arti misalnya terjadi kerugian negara, tidak mau mengembalikan, secara otomatis akan diserahkan ke kejaksaan untuk ditindak sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku," jelas mantan Kajari Kabupaten Semarang ini.

Raharjo menyatakan, sosialisasi terkait pendampingan dan pengamanan dana desa oleh jaksa ini, perlu dilakukan. Apalagi, banyak Kades di Riau yang baru menjabat, dan latarbelakangnya bukan birokrat. "Sekarang baru PMD dulu kita undang, baru nanti kita turun ke kabupaten-kabupaten dengan dihadiri oleh para Kades," tutupnya.

Sebanyak 15 kepala desa di Bumi Melayu tersandung kasus korupsi sepanjang tahun 2021. Mereka diduga melakukan penyimpangan terhadap penggunaan anggaran dana desa. Perkara ini, ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan. 

Hal itu dikatakan Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto, usai kegiatan sosialisasi program 'Jaksa Jaga Desa' demi mencegah tindak pidana korupsi tahun 2022.  Pelaku penyeleweng dana desa ini, melakukan perbuatannya karena salah satunya disebabkan oleh cost atau biaya politik untuk menjadi kades itu tinggi. "Ada juga karena tidak mengerti pertanggungjawaban penggunaan dana desa. Apalagi sekarang itu dari pusat langsung ke desa, maka baik dari penyaluran hingga penggunaan, tetap kita monitor. Jangan sampai terjadi penyimpangan," sebut Raharjo. 

Ditanyai apakah pihaknya telah mengantongi data soal besaran dana desa di Riau yang akan dikelola tahun ini, Raharjo mengaku belum mengetahuinya. "Karena ada yang tersalurkan di bulan Maret ini, ada yang belum," sebut

Raharjo menjelaskan, pihaknya mulai melakukan sosialisasi program Jaksa Jaga Desa. Karena program ini merupakan salah satu tugas dari Bidang Intelijen kejaksaan, guna mengamankan dan mencegah terjadinya tindak pidana korupsi (Tipikor), khususnya dana desa. Dalam program ini, jaksa melakukan pendampingan dan pengamanan terkait penggunaan dana desa tersebut.

Adapun mekanisme, Dinas PMD mengajukan permohonan agar dilakukan pendampingan dan pengamanan terkait penggunaan dana desa. "Selanjutnya dilakukan paparan di kantor kejaksaan di daerah masing-masing. Baru setelah itu dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi dengan melibatkan unsur dari inspektorat, kejaksaan, dan PMD," imbuhnya.

"Manakala di lapangan ada temuan, terlebih dahulu dilakukan tindakan oleh inspektorat, dalam rangka mencegah tipikor. Setelah dikasih sanksi administrasi, mereka tidak mengindahkan, dalam arti misalnya terjadi kerugian negara, tidak mau mengembalikan, secara otomatis akan diserahkan ke kejaksaan untuk ditindak sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku," jelas mantan Kajari Kabupaten Semarang ini.

Raharjo menyatakan, sosialisasi terkait pendampingan dan pengamanan dana desa oleh jaksa ini, perlu dilakukan. Apalagi, banyak Kades di Riau yang baru menjabat, dan latarbelakangnya bukan birokrat. "Sekarang baru PMD dulu kita undang, baru nanti kita turun ke kabupaten-kabupaten dengan dihadiri oleh para Kades," tutupnya.

 

 

Sumber: riauaktual.com

 

Berita Lainnya

Index