Kronologi Tudingan Jaksa di Riau Terima Uang dari Eks Rektor UIN yang Berujung Permintaan Maaf

Kronologi Tudingan Jaksa di Riau Terima Uang dari Eks Rektor UIN yang Berujung Permintaan Maaf

PEKANBARU,RIAUREVIEW.COM -- Eks Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau, Akhmad Mujahidin, sempat membuat heboh dari balik jeruji Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru.

Ia mengaku telah mentransfer sejumlah uang kepada salah seorang jaksa dan diiming-imingi bebas tuntutan dan diberi penangguhan penahanan.

Akhmad Mujahidin saat ini berstatus terdakwa dugaan korupsi pengadaan jaringan internet di UIN Suska Riau tahun anggaran 2020 dan 2021. Dia masih menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Bukannya bebas, pada 16 Desember 2022, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Akhmad Mujahidin dengan hukuman penjara selama 3 tahun. Dia juga dihukum membayar denda sebesar Rp200 juta, dengan subsidair selama 6 bulan pidana kurungan penjara.

Disinyalir karena kecewa, melalui surat tertanggal 9 Januari 2023, Akhmad Mujahidin melaporkan JPU berinisial DSD kepada Kepala Kejati Riau dan Asisten Pengawasan Kejati Riau. Laporan ditulis tangan, difoto dan disebar melalui pesan WhatsApp.

Sebelumnya, Akhmad Mujahidin juga membuat surat pernyataan yang soal proses permintaan uang. Surat itu juga disertai dengan sejumlah lampiran bukti kiriman transfer dan percakapan.

Dia menjelaskan, pada 5 Januari 2023, tim pengacara Akhmad Mujahidin, Jon Piter Marpaung, Nofriansyah dan Selfy Asmalinda bertemu dengan SP di Hotel Batiqa Pekanbaru. Dalam surat itu tertulis, SP sebagai perantara mengatakan bahwa oknum jaksa berinisial DSD telah menerima uang darinya sebesar Rp460 juta.

Menurut SP, uang sebesar Rp190 digunakan untuk keperluan pribadinya pada saat Natal dan Tahun Baru. Sebesar Rp30 juta diberikan pada jaksa dan hakim. Untuk komunikasi awal Rp28 juta dan untuk biaya operasional Rp13 juta.

Akhmad Mujahidin meminta uang Rp460 juta yang diberikan lewat perantara SP kepada jaksa dikembalikan. Pasalnya, janji yang diiming-diimingkan kepadanya tidak sesuai kenyataan, dan dia tetap dituntut 3 tahun penjara.

Berbeda dengan Akhmad Mujahidin, SP yang disebut sebagai perantara melalui video singkatnya menyatakan pernyatannya tanggal 5 Januari 2023 di Hotel Batiqa adalah tidak benar. Dia mengaku uang Rp460 juta yang disebut diberikan untuk jaksa digunakannya untuk kepentingan pribadi.

"Karena uang Rp460 (juta) murni saya gunakan sendiri untuk kepentingan pribadi saya sendiri. Atas hal tersebut, saya akan mengganti uang tersebut dengan cara mengangsur dan membayar Rp 300 juta saat ini," tutur SP.

SP dalam pernyataannya menyatakan akan mengembalikan sisa uang yang dipakainya dalam jangka satu bulan.

"Dan saya siap menjaminkan surat tanah surat kebun sawit saya kepada Bapak Mujahidin sebagai jaminan saya untuk mengembalikannya," jelas SP.

SP kembali menegaskan kalau tidak benar dirinya memberikan uang kepada jaksa DSD maupun jaksa lainnya. "Kabar yang beredar di media massa, saya menyerahkan uang kepada pihak jaksa itu adalah tidak benar," ungkap SP.

Belakangan, Akhmad Mujahin pun akhirnya mencabut surat yang sudah dikirimnya melalui pesan WhatsApp dan meminta maaf kepada kejaksaan dan DSD yang telah ditudingnya menerima uang. Dia menyampaikan kalau SP sudah mengembalikan uang Rp300 juta dan sisanya Rp160 juta akan menyusul.

"Saya Akhmad Mujahidin memohon maaf kepada jaksa DSD dan institusi kejaksaan atas kejadian ini. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa paksaan dari siapa pun," kata Akhmad dalam suratnya pernyataannya.

Surat pernyataan itu ditulis tangan Akhmad Mujahidin dan diberi materai Rp10.000. Pernyataan itu disaksikan langsung oleh jaksa DSD dan Shelfy Asmalinda, perwakilan kuasa hukum Akhmad Mujahidin.

 

 

Sumber: cakaplah.com

Berita Lainnya

Index