Pendukung Ganjar Laporkan KPU ke DKPP karena Loloskan Gibran

Pendukung Ganjar Laporkan KPU ke DKPP karena Loloskan Gibran
Sekelompok masyarakat atas nama Aliansi Penyelamat Konstitusi menggelar aksi demonstrasi di depan KPU, Jakarta Pusat, Senin (13/11/2023). Foto: Republika/ Eva Rianti

RIAUREVIEW.COM --Aliansi Penyelamat Konstitusi mengatakan bakal melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Laporan itu buntut dilakukan usai KPU menetapkan Gibran Rakabuming Raka bersama Prabowo Subianto sebagai pasangan peserta Pilpres 2024.

"Ya, kita akan melaporkan ke DKPP karena memang KPU melanggar secara aturan," kata Juru Bicara Aliansi Penyelamat Konstitusi, Mixil Mina Munir, kepada Republika usai melakukan aksi demonstrasi di depan KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (13/11/2023).

Munir menjelaskan, pelanggaran yang dimaksudkan adalah kaitannya dengan penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka pada 25 Oktober 2023, yang lantas ditetapkan oleh KPU pada Senin. "Hari ini kan penetapan, kemudian pengundian nomor urut, kemungkinan hari Rabu (15/11/2023) atau Kamis (16/11/2023) nanti kita akan laporkan."

Munir berharap, laporan yang dilayangkan ke DKPP bisa diproses terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan KPU dengan meloloskan Gibran, meski putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menimpulkan polemik. Aliansi Penyelamat Konstitusi berharap agar Gibran bisa didiskualifikasi sebagai peserta Pilpres 2024.

"Biar masyarakat tahu bahwa terutama ada kecurangan dalam proses pemilu ini dimana ada anggota KPU yang tidak memenuhi sumpah dan janjinya menjadi penyelenggara yang netral. Membiarkan orang tidak sesuai dengan aturan, tapi kemudian menerima pendaftaran dari Gibran," jelas Munir.

Aliansi Penyelamat Konstutusi melakukan aksi demonstrasi di depan KPU jelang penetapan capres-cawapres pada Senin. Aksi itu diikuti oleh seratusan orang dari berbagai elemen, di antaranya Ganjarist, Sahabat Muslim Ganjar, Front Betawi Bersatu, dan Seknas Puan.

Para pendemo yang merupakan pendukung capres Ganjar Pranowo itu mengenakan dresscode hitam-hitam dengan membawa sejumlah atribut demonstrasi. Di antaranya bendera berwarna kuning pertanda berbelasungkawa, lengkap dengan keranda.

Sejumlah poster juga diunjukkan, diantaranya berbunyi 'Gibran adalah cawapres ilegal', 'R.I.P nurani MK', 'Gibran katanya anak muda yang mandiri, kok ngandelin bapaknya?', dan 'Mentang-mentang anak presiden Gibran menghalalkan segala cara'.

Teriakan 'Kami Muak' pun didendangkan di sepanjang aksi. Demo itu dilakukan bertepatan jelang penetapan capres-cawapres dalam Pilpres 2024 oleh KPU.

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) sekaligus Advokat Perekat Nusantara, Petrus Selestinus mengatakan, putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terhadap Ketua MK Anwar Usman bisa menjadi instrumen kuat untuk membatalkan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024.

Petrus mengungkapkan, rakyat Indonesia saat ini sedang prihatin karena tiga lembaga negara, yakni presiden, MK, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI diduga terlibat dalam konspirasi dengan suprastruktur politik Istana. Dia menilai ada politik praktis yang terjadi di antara mereka bertiga.

Hal itu terkait dengan keluarnya putusan MK Nomor 90 tentang batas usia capres-cawapres minimal 40 tahun atau pernah dan sedang menjadi kepala daerah. Sehingga, Gibran yang masih berusia 36 tahun, lantaran berstatus wali kota Solo bisa maju dalam kontestasi Pilpres 2024, mendampingi Prabowo Subianto.

"Padahal baik MK maupun KPU merupakan lembaga negara yang kemandirian dan independensinya dijamin oleh UUD 1945, seharusnya tidak boleh diintervensi secara melawan hukum oleh siapapun juga, terlebih-lebih oleh supra struktur politik demi politik praktis lewat nepotisme," kata Petrus di Jakarta, Senin.

Petrus menuturkan, putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/ARLTP/10/2023 tanggal 7 November 2023 mendelegitimasi putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/ 2023 tanggal 16 Oktober 2023, yang ditandai diberhentikan Anwar Usman sebagai ketua MK. Sebab ipar Presiden RI Jokowi itu terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Menurut Petrus, dalam menetapkan pasangan calon, KPU dituntut menempatkan putusan MKMK sebagai landasan hukum dan etik. KPU, sambung dia, tidak boleh membiarkan diri menjadi eksekutor Istana dan mengabaikan putusan MKMK yang secara modal dan etik mengembalikan wibawa dan marwah MK.

Petrus menekankan agar KPU memahami bahwa putusan MK perkara nomor 90 memang menjadi cara untuk meloloskan Gibranmendampingi Prabow. Sehingga putusan MKMK yang menyebut adanya pelanggaran berat ketua MK secara otomatis memengaruhi putusan MK.

"Oleh karena itu suka tidak suka Putusan MKMK itu berimplikasi menimbulkan cacat hukum pada pencawapresan GRR (Gibran), sehingga KPU tidak punya pilihan lain selain harus menyatakan batal pencawapresan GRR," ungkap Petrus.

 

 

 

SUMBER: REPUBLIKA.CO.ID

Berita Lainnya

Index