Sempat ke Malaysia Jalur Illegal, DPO Jual-Beli Lahan HPT Desa Senderak Dibekuk Dikampung Halamannya

Sempat ke Malaysia Jalur Illegal, DPO Jual-Beli Lahan HPT Desa Senderak Dibekuk Dikampung Halamannya
Tersangka AN diborgol dan mengenakan rompi merah tahanan kejaksaan, Rabu (6/3/2024).(sukardi)

BENGKALIS,RIAUREVIEW.COM—Setelah lebih dari satu tahun ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO), akhir tersangka AN (49) berhasil dibekuk di rumahnya di Jalan Gebut Putra, Desa Senderak, Kecamatan Bengkalis, Rabu (6/3) sekitar pukul 12.10 WIB.

Tersangka yang diamankan saat berada di dalam kamar rumahnya, sempat melakukan perlawanan, namun setel diberikan pemaham oleh  Kasi Intel Hardianti bersana Kasi Pidsus Nofrizal serta anggotanya, akhirnya tersangka pasrah.

Proses penangkapan yang sangat cepat, sempat memancing warga sekitar keluar dari rumahnya untuk melihat petugas yang membawa DPO. Namun petugas kejaksaan langsung memasukkannya ke dalam mobil dan langsung tancap ke kantor Kejadi untuk dilakukan pemeriksaan saat.

Sedangkan tersangka saat diminta keterangannya mengaku, selama ini dirinya melarikan diri ke Malaysia melalui jalur ilegal. Selama berada disana dirinya bekerja sebagai buruh bangunan.

"Ya, selama ini sangat berangkat ke Malaysia melalui jalur gelap pulau Rupat menuju Malaysia. Karena tak tahan berada terlalu lama di kampung orang akhirnya saya pulang kampung," ujar AN yang mengenakan rompi merah tahanan kejaksaan.

Ketika ditanya keterlibatannya dalam kasus penjualan lahan HPT Mangrove di Desa Senderak mengaku dirinya hanya sebagai bawahan kepala desa. Karena dirinya diperintahkan membuat surat keterangan tanah (SKT) dan mendapatkan upah seluruhnya Rp5 juta," ujarnya.

AN juga mengaku mendapatkan bagian lahan seluas satu kapling dan kembali dijual kepada pengusaha yang membeli lahan HPT. Dirinya juga mengetahui bahwa surahan atasannya salah, karena diiminingi uang, akhir menerima pekerjaan itu.

AN yang waktu itu menjabat sebagai Kasi Pemerintahan Desa Senderak terlihat menyesali perbuatannya, dan melarikan diri ke luar negeri, sehingga perbuatannya ini dapat memberatkan hukuman yang akan dituntut oleh jaksa di Kejari Bengkalis.

Sementara itu, Jamaluddin, kuasa hukum tersangka yang ikut mendampingi tersangka sebemum dibawa ke Lapas Kelas II Bengkalis juga mengatakan, selama ini kliennya kabur ke  Malaysia melalui  pulau Rupat Utara.

"Ya, saya akan membelanya, karena statusnya adalah pesuruh bukan orang yang langsung membuat tindak pidana korupsi. Namun klim kami ini hanya sebagai turut serta membatu, tentu hukumannya akan lebih ringan dibandingkan pelaki utamanya yakni Herianto yang sudah di vonis bersalah oleh hakim Tipikor PN Pekanbaru," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bengkalis Zainur Arifin Syah didampingi Kasi Intel Hardianto SH dan Kasi Pidsus Nofrizal SH menyampaikan apresiasi kepada tim intel dan pidsus yang sudah berhasil menangkap tersangka.

"Ya, kami mengapresiasi kerja keras tim kami. Apalagi tersangka sudah lebhh dari 1 tahun menjari DPO kami. Makanya ada satu DPO lagi yang belum kami tangkap, maka kami mengharapkan dapat menyerahkan diri dengan sukrea. Karena ini juga akan menjadi pertimbangan kami dalam penuntutannya," ujar Kajari.

Dijelaskannya, dalam kasus penjualan lahan HPT Mangrove seluas 73,29 ha sudah menetapkan 3, yakni Her yang sudah divonis versalah. AN yang baru kita tangkap serta satu tersangka Sur alias Dadang yang juga sudah masuk DPO kami," ujarnya.

Dari kasus ini kata Kajari, mengakibatkan kerugian negara lebih kurang Rp4,2 miliar penahanan sampai 20 hari kedepan dan akan dititipkan di Lapas Bengkalis.

"Kita berharap dalam 20 hari ini berkasnya segera dilimpahkan ke Pengadilan. Dalam waktu dekat ini segera mungkin kita ambil langkah-langkah sesuai dengan kewenangan dan tupoksi kita untuk menyelesaikan perkara ini," jelas Zainur Arifin Syah.

Kasi Pidsus yang juga sebagai JPU menyebutkan, dalam perkara ini tersangka didalam surat ganti rugi didalamnya dimuat pernyataan tanah yang dijual tersebut tidak bersengketa dan dalam surat tersebut dikatakannya lahan yang dibeli itu tidak termasuk hutan lindung atau hutan negara.

"Jadi dengan dasar itu kepala desa meyakinkan para pembeli bahwa lahan yang dibeli mereka itu adalah lahan aman dan tidak bagian dari HPT," jelas Novrizal.

Kepada para tersangka dapat di jerat dengan undang-undang tipikor pasal 2 dan 3 dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun dan minimal 2 tahun.(ra)
 

Berita Lainnya

Index