RIAUREVIEW.COM --Kepolisian Daerah (Polda) Riau bersama unsur TNI, pemerintah daerah, sektor swasta, dan relawan masyarakat melaksanakan apel kesiapsiagaan di Kota Dumai, Sabtu (20/7/2025). Langkah ini untuk memperkuat sinergi dalam upaya pencegahan dan penanganan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
Apel yang berlangsung sejak pagi tersebut melibatkan ratusan personel gabungan. TNI menurunkan 145 personel, Satuan Brimob Polda Riau 162 personel, serta gabungan Polres Rokan Hilir dan Polsek setempat sebanyak 200 personel.
Turut hadir pula personel dari Damkar Pemkot Dumai, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), Satpol PP, Masyarakat Peduli Api (MPA), dan PT RUJ.
Kepala Bidang Humas Polda Riau Kombes Pol Anom Karibianto menjelaskan, pentingnya akurasi dalam mendeteksi titik api. Ia menyebutkan bahwa tidak semua hotspot yang terekam satelit merupakan firespot, atau titik kebakaran nyata.
“Hotspot adalah titik panas yang terekam oleh satelit. Namun tidak semua hotspot berarti kebakaran. Oleh karena itu, dilakukan verifikasi di lapangan oleh petugas gabungan, baik dari TNI, Polri, Masyarakat Peduli Api, swasta, BPBD, maupun unsur masyarakat lainnya. Hal itu untuk memastikan apakah titik tersebut benar-benar terjadi kebakaran (firespot),” jelasnya.
Anom juga menegaskan, penanganan karhutla memerlukan kolaborasi lintas sektor yang solid. Ia menyatakan bahwa Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sebagai leading sector dibantu penuh oleh TNI, Polri, damkar, perusahaan, dan relawan dalam mitigasi bencana.
Selain langkah pencegahan, penindakan hukum terhadap pelaku pembakaran lahan terus digencarkan. Selama periode Januari hingga Juli 2025, Polda Riau mencatat 21 kasus karhutla dengan total 26 tersangka, termasuk dari wilayah Kampar yang baru masuk dalam rekapitulasi kasus.
“Jangan coba-coba lagi membakar. Bila dilakukan saat status darurat, hukumannya lebih berat,” tegasnya.
Anom turut mengingatkan masyarakat agar tidak melakukan pembakaran lahan secara sengaja. Ia menilai bahwa literasi lingkungan harus diperkuat agar masyarakat memahami dampak kesehatan, kerugian ekonomi, serta ancaman ekologis dari karhutla.
“Marwah dan citra kita, baik secara nasional maupun internasional, akan tercoreng jika karhutla dibiarkan. Riau ini kaya, bertuah. Tapi kalau tidak kita jaga, bisa menjadi bencana yang merugikan semua,” ujarnya.
Polda Riau juga mendorong partisipasi aktif masyarakat untuk melaporkan asap atau indikasi kebakaran melalui layanan darurat 110, call center BPBD, maupun kanal pelaporan publik milik Polda Riau. “Semakin cepat dilaporkan, semakin cepat bisa dipadamkan. Ini kerja bersama,” katanya.
Berdasarkan data pemantauan satelit Sipongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), NASA FIRMS, serta Dashboard Lancang Kuning, tercatat bahwa Riau kembali memasuki periode rawan karhutla.
Hingga pertengahan Juli 2025, jumlah hotspot berhasil ditekan dari 1.403 menjadi 790 titik, sedangkan firespot menurun drastis dari 614 menjadi 27 titik.
Beberapa kabupaten dan kota yang menjadi perhatian khusus dalam pemantauan ini adalah Rokan Hilir, Siak, Bengkalis, dan Dumai, mengingat curah hujan yang minim dan suhu udara tinggi yang membuat vegetasi kering serta mudah terbakar.*
Sumber: cakaplah.com