KPK Periksa 2 Pejabat Dinas LHK Riau dan 1 Anggota DPRD Riau

KPK Periksa 2 Pejabat Dinas LHK Riau dan 1 Anggota DPRD Riau
Tim penyidik melanjutkan rangkaian pemeriksaan sejumlah saksi terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid, Senin (1/12/2025). Foto: SM News

RIAUREVIEW.COM --Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan rangkaian pemeriksaan sejumlah saksi terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid. Penyidik KPK dijadwalkan meminta keterangan dari sebanyak 4 orang pada hari ini, Senin (1/12/2025). 

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menerangkan, sebanyak 4 orang saksi tersebut diperiksa di kantor BPKP Perwakilan Provinsi Riau. Adapun keempat saksi yang dimintai keterangan, dua di antaranya merupakan pejabat di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Riau. Keduanya yakni inisial MAT selaku Kabid Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan DLHK Riau dan inisial EMB selaku Plt Kadis LHK Provinsi Riau.

Sementara, dua orang lainnya yakni inisial SUYI yang merupakan anggota DPRD Provinsi Riau, serta seorang dari pihak swasta. 

"Pemeriksaan saksi terkait dugaan Tindak Pidana Korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau Tahun Anggaran 2025," kata Budi Prasetyo lewat keterangan tertulis diterima . 

Berdasarkan informasi yang diperoleh, pemeriksaan MAT dan EMB berkaitan dengan kepergian Gubernur Riau Abdul Wahid ke London, Inggris pada 25-27 Juni 2025 lalu. KPK dalam pernyataan pernah menyebut uang diduga hasil korupsi dipakai untuk perjalanan Abdul Wahid bepergian ke luar negeri, salah satunya ke Inggris. 

"Salah satu kegiatannya itu adalah pergi lawatan ke luar negeri. Salah satunya ke Inggris, kemudian ada juga ke Brasil, dan yang rencananya yang terakhir ini mau ke Malaysia," kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025) lalu.

Asep menjelaskan lawatan ke Malaysia batal dilakukan karena Abdul Wahid terlebih dahulu ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK.

Melansir  penelusuran SabangMerauke News, kepergian Gubernur Abdul Wahid ke Inggris terjadi pada 25-27 Juni 2025 lalu. Pemprov Riau mengklaim mendapatkan undangan dari United Nations Environment Programme (UNEP) untuk menghadiri forum investasi dan kolaborasi REDD+ di London, Inggris di acara 'London Climate Week 2025'. 

Dalam kunjungannya ke Inggris, Abdul Wahid didampingi oleh sejumlah pejabat Pemprov Riau. Di antaranya Plt Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Riau, Purnama Irawansyah dan Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau, Embiyarman. Biaya kunjungan Gubernur Abdul Wahid diklaim ditanggung oleh penyelenggara kegiatan di London. Namun, soal biaya para pejabat yang mendampingi Abdul Wahid, kabarnya ditanggung secara pribadi. 

Di London, Abdul Wahid bertemu dengan perusahaan perhitungan karbon kredit terkemuka yakni ART TREES. Architecture for REDD+ Transactions (ART) adalah sebuah organisasi yang menyediakan standar dan kerangka kerja untuk REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) di tingkat yurisdiksi.

KPK mengaitkan temuan uang dalam pecahan asing (Poundsterling dan US Dollar) dalam penggeledahan yang dilakukan di rumah Gubernur Abdul Wahid di Jakarta, sesaat OTT dilakukan pada Senin (3/11/2025) lalu. Total uang yang diamankan dalam OTT sebesar Rp 1,6 miliar, termasuk dalam pecahan mata uang rupiah. 

Andai saja Abdul Wahid tidak ditangkap KPK, kemungkinan dirinya akan berangkat mengikuti KTT Perubahan Iklim COP30 di Kota Belem, Brasil yang diselenggarakan pada 10-21 November 2025 lalu. Forum tersebut menjadi ajang Pemprov Riau dalam menawarkan prospek bisnis karbon yang menjadi concern pemerintah Indonesia. 

Pemeriksaan Maraton

Diketahui, episode pemeriksaan sejumlah saksi terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka terus berlanjut. Pada Kamis (20/11/2025), penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa sebanyak 10 orang.

Rinciannya, enam orang merupakan pejabat Pemprov Riau dari berbagai dinas, tiga orang ajudan Gubernur Riau dan seorang ibu rumah tangga. 

Para saksi yang diminta keterangannya yakni Ispan S. Syahputra (ISP) selaku Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Riau, Alamsyah (ALMS) selaku Plt Kepala Bidang Perbendaharaan BPKAD Riau, dan Mardoni Akrom (MDA) selaku Kabid Anggaran BPKAD Riau.

Kemudian Purnama Irawansyah (PNM) selaku Plt Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Riau, ADB selaku Kepala Seksi Perencanaan Teknis Jalan dan Jembatan Wilayah III Riau, dan TBN selaku Kepala Subbagian Tata Usaha Unit Pelaksana Teknis Jalan dan Jembatan Wilayah VI Riau.

Sementara 3 ajudan Gubernur Riau Abdul Wahid yang diperiksa yakni inisial RND, DHR, dan JN alias MJN. Kemudian seorang ibu rumah tangga inisial SRW. 

“Pemeriksaan bertempat di Kantor Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Riau,” ujar juru bicara KPK, Budi Prasetyo dikutip Kamis (20/11/2025) lalu. 

Sebelumnya, pada Rabu (19/11/2025) kemarin, KPK juga telah memerikaa sebanyak 7 orang saksi. Adapun ketujuh orang yang diperiksa, termasuk Syahrial Abdi selaku Sekretaris Daerah Pemprov Riau, yang merupakan pejabat pembina keuangan di daerah. Ini merupakan pemeriksaan kedua terhadap Syahrial, setelah sebelumnya pekan lalu KPK juga telah mengorek keterangan darinya. 

Saksi lainnya yang diperiksa KPK yakni Ferry Yunanda selaku Sekretaris Dinas PUPR-PKPP Riau. Ferry ikut diamankan penyidik KPK dalam operasi tangkap tangan pada Senin (3/11/2025) silam. Meski berperan sebagai pengepul uang jatah preman proyek di Dinas PUPR, namun Ferry masih berstatus saksi. 

Pemeriksaan juga dilakukan terhadap Zulfahmi selaku Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Provinsi Riau. Zulfahmi baru saja ditunjuk menjadi Plt Kadis PUPR Riau. Daftar saksi lain yang diperiksa yakni mantan Kabid Bina Marga Dinas PUPR Riau, Teza Darsa. Teza saat ini menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kominfotiks Riau. 

Tiga saksi lain yang diminta keterangan oleh penyidik KPK yakni Aditya Wijaya Raisnur Putra selaku Subkoordinator Perencanaan Program Dinas PUPR Riau, dan Brantas Hartono selaku ASN PUPR-PKPP Riau dan Deffy Herlina selaku Kepala Seksi (Kasi) Keuangan PUPR Riau. 

Dalam perkara rasuah ini, KPK telah menetapkan 3 orang tersangka dan melakukan penahanan sejak Selasa (4/11/2025) lalu. Selain Gubernur Riau Abdul Wahid, status tersangka juga telah disematkan kepada Kepala Dinas PUPR Riau, Arief Setiawan dan Dani M Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau. 

Usut Aliran Uang

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi tengah mengusut lebih jauh ikhwal aliran uang dalam kasus dugaan korupsi fee proyek di lingkungan Dinas PUPR Provinsi Riau. Salah satunya menyangkut pemberian uang sebesar Rp 600 juta kepada kerabat Kepala Dinas PUPR Riau, Arief Setiawan. 

Juru bicara KPK Budi Prasetyo menyatakan, pihaknya tengah mendalami pemberian uang sebesar Rp 600 juta kepada kerabat Arief Setiawan. KPK ingin memastikan apakah penerima uang tersebut sebagai representasi atau wadah penampungan uang dari Arief Setiawan.

“Apakah uang yang diterima kerabat Kepala Dinas PUPRPKPP ini hanya sebagai representasi atau wadah tampung dari Kepala Dinas PUPRPKPP, atau seperti apa? Nah itu yang akan didalami,” ujar Budi Prasetyo dikutip, Rabu (19/11/2025).

Budi tidak menjelaskan sosok dan identitas kerabat Arief Setiawan yang menerima uang sebesar Rp 600 juta. Termasuk keterkaitannya dengan substansi perkara yang tengah diusut. 

Sebelumnya, saat konferensi pers pada Rabu (5/11/2025) lalu, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengungkap adanya praktik pengepulan uang yang dilakukan oleh Sekretaris Dinas PUPR Riau, Ferry Yunanda (FRY). Total uang yang berhasil dikumpulkan dari jajaran Kepala UPT Jalan dan Jembatan di lingkungan Dinas PUPR Riau mencapai 4,05 miliar. Pengumpulan uang sebelum OTT  terjadi dilakukan dalam tiga tahap. 

Pengumpulan uang itu merupakan bagian dari rencana penyetoran fee sebesar 5 persen dari kenaikan anggaran proyek di 6 UPT Jalan dan Jembatan tahun 2025. KPK menyebut, awalnya ada permintaan fee sebesar 2,5 persen, namun Arief Setiawan meminta Ferry Yunanda dinaikkan sebesar 5 persen. Diperkirakan fee jatah preman totalnya sebesar Rp 7 miliar dengan kode 7 batang. Namun dari tahapan pengepulan sementara, uang yang berhasil dikumpulkan masih berjumlah Rp 4,05 miliar. 

Adapun uang sebesar Rp 600 juta yang diduga mengalir ke kerabat Arief Setiawan, berasal dari pengepulan pertama yang dilakukan oleh Ferry Yunanda pada Juli 2025. Saat itu, Ferry berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp 1,6 miliar.

Uang tersebut atas perintah Arief Setiawan diberikan kepada Abdul Wahid melalui Dani M Nursalam (DAN) sebesar Rp 1 miliar. Sisanya sebesar Rp 600 juta diberikan kepada kerabat Arief Setiawan. 

Konstruksi Perkara Gubernur Abdul Wahid

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak membeberkan konstruksi perkara korupsi yang menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka korupsi. Perkara ini ternyata berkaitan dengan adanya dugaan permintaan fee sebesar 5 persen dari nilai proyek di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PUPR-PKPP) Provinsi Riau. 

Johanis Tanak menjelaskan, kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang ditindaklanjuti oleh KPK. Diketahui, pada Mei 2025 lalu, Sekretaris Dinas PUPR Riau, Ferry Yunanda (FRY) melakukan pertemuan dengan 6 Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Jalan dan Jembatan di lingkungan Dinas PUPR Riau. Pertemuan itu membahas tentang kesanggupan pemberian fee yang akan diberikan kepada Gubernur Riau Abdul Wahid (AW) sebesar 2,5 persen dari anggaran pada UPT Jalan dan Jembatan. 

"Fee tersebut atas penambahan anggaran tahun 2025 pada UPT Jalan dan Jembatan yang semula sebesar Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar," kata Johanis Tanak dalam konferensi pers pada Rabu (5/11/2025). 

Tanak menerangkan, hasil pertemuan soal fee 2,5 persen itu kemudian disampaikan FRY kepada Kepala Dinas PUPR Riau, Muhammad Arief Setiawan (MAS). Namun, MAS yang menurut KPK merupakan representasi Gubernur Riau Abdul Wahid (AW) meminta agar besaran fee dinaikkan menjadi 5 persen. 

Tanak menyebut permintaan fee tersebut di kalangan Dinas PUPR dikenal sebagai jatah preman.

"Bagi yang tidak menuruti perintah diancam dengan pencopotan atau mutasi jabatan," terang Tanak. 

Tahapan Pemberian Setoran

Permintaan jatah preman 5 persen tersebut, kemudian dibicarakan oleh FRY kepada para kepala UPT Jalan dan Jembatan lewat pertemuan lanjutan. Akhirnya, disepakati besaran fee yang akan disampaikan sebesar 5 persen atau senilai Rp 7 miliar.

"Hasil pertemuan dilaporkan oleh FRY ke MAS dengan menggunakan bahasa kode 7 batang," beber Tanak.

Menindaklanjuti kesepakatan tersebut, FRY lantas bergerak melakukan pengumpulan dana. Pada Juli 2025, FRY mengumpulkan uang dari para Kepala UPT Jalan dan Jembatan sebesar Rp 1,6 miliar. Uang tersebut atas perintah MAS diberikan kepada Abdul Wahid melalui Dani M Nursalam (DAN) sebesar Rp 1 miliar. DAN diketahui sebagai politisi PKB Riau yang merupakan Tenaga Ahli Gubernur Riau. Sisanya sebesar Rp 600 juta diberikan kepada kerabat MAS. 

Setoran uang kedua terjadi pada Agustus atas perintah DAN. Uang yang dikumpulkan FRY sebesar Rp 1,2 miliar. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 300 juta diberikan kepada sopir (driver) MAS. Kemudian senilai Rp 375 juta digunakan untuk proposal kegiatan perangkat daerah. Sementara sisanya Rp 300 juta disimpan oleh FRY. 

Adapun pengepulan uang tahap ketiga, dilakukan oleh Kepala UPT Jalan dan Jembatan III Dinas PUPR Riau, inisial EI pada November 2025. Uang yang berhasil dikumpulkan sebesar Rp 1,25 miliar. Uang tersebut diberikan kepada Gubernur AW melalui MAS sebesar Rp 450 juta. Sementara sisanya Rp 800 juta akan langsung diberikan kepada AW. 

"Sehingga total uang yang telah dikumpulkan sekitar Rp 4,05 miliar dari sebesar Rp 7 miliar," ungkap Tanak. 

Pada Senin (3/11/2025), tim KPK lantas mengamankan MAS dan FRY serta 5 Kepala UPT Jalan dan Jembatan di Kantor Dinas PUPR Riau. Adapun identitas kelima Kepala UPT tersebut, yakni Kepala UPT I inisial KA, Kepala UPT III inisial EI, Kepal UPT IV inisial LH, Kepala UPT V inisial BS dan Kepala UPT VI inisial RA. 

"Saat KPK mengamankan pihak-pihak tersebut, ditemukan uang sebesar Rp 800 juta," jelas Tanak. 

Usai mengamankan para pejabat Dinas PUPR, tim KPK lantas mencari keberadaan Gubernur AW dan Tata Maulana (TM) selaku orang kepercayaan Gubernur AW. KPK berhasil mengamankan AW dari sebuah kafe di Kota Pekanbaru. Sementara TM diamankan di sekitar kafe tempat AW diamankan. 

Tim KPK, lanjut Tanak, kemudian bergerak ke sebuah rumah di Jakarta Selatan yang diduga milik Gubernur AW. Dari rumah itu, penyidik menemukan mata uang asing yakni 9.000 Poundsterling dan 3.000 Dollar AS atau sekitar Rp 800 juta. 

"Sehingga keseluruhan uang yang diamankan berjumlah sebesar Rp 1,6 miliar," terang Tanak. 

Sementara, DAN selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau yang dicari oleh penyidik, akhirnya menyerahkan diri ke kantor KPK di Jakarta pada Selasa sore kemarin. 

Pasal Korupsi yang Dikenakan

KPK dalam perkara ini menetapkan 3 orang tersangka yakni Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR Riau Muhammad Arief Setiawan dan Tenaga Ahli Gubernur Dani M Nursalam. 

Ketiganya dijerat dengan Pasal 12e dan atau 12 f dan atau pasal 12 B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

"Ketiga tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan, terhitung 4 November sampai 23 November 2025," pungkas Tanak.

Pemeriksaan Saksi dan Penggeledahan

Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan pemeriksaan secara maraton terhadap sejumlah saksi, terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid pada Selasa (18/11/2025). Pemeriksaan dilakukan terhadap 7 orang yang berasal dari pejabat dan staf internal Pemprov Riau serta kalangan swasta. 

Adapun 7 orang saksi yang dimintai keterangan yakni Kepala Bagian Protokol Raja Faisal Febrinaldi, Kepala Tata Usaha Biro Umum Setdaprov Riau Ade Syaputra (AS), Kasubbag Tata Usaha Setdaprov Riau AP, HS (swasta), FR (sopir Gubernur Riau), HL (Honorer PUPR-PKPP Riau), dan FK (swasta).

Juru bicara KPK Budi Prasetyo menyatakan, pemeriksaan terhadap para saksi dilakukan untuk memperkuat alat bukti dalam penyidikan perkara dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau Tahun Anggaran 2025.

"Pemeriksaan berlangsung di Kantor Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Riau," terang Budi Prasetyo dikutip, Rabu (19/11/2025). 

Sebelumnya pada Senin (17/11/2025), KPK juga telah memeriksa 3 orang pramusaji (pelayanan makanan) di rumah Dinas Gubernur Riau dan dua orang lainnya dari kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemprov Riau. Ketiga pramusaji yang diperiksa itu adalah Alpin, Muhammad Syahrul Amin, dan Mega Lestari. Pemeriksaan ketiga pramusaji itu berkaitan dengan dugaan pengrusakan segel KPK di rumah dinas Gubernur Riau di Jalan Diponegoro, Pekanbaru. 

Sementara, 2 ASN yang dimintai keterangan yakni pegawai Dinas PUPR Riau Rifki Dwi Lesmana dan Staf Perencanaan di Dinas Pendidikan Provinsi Riau Hari Supristianto.

Geledah Sejumlah Tempat

Sebelumnya, Komisi  Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan upaya paksa dengan menggeledah sejumlah kantor dinas pemerintahan Provinsi Riau. Pada Kamis (13/11/2025) lalu, penyidik KPK juga menggeledah Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Riau. 

Sehari sebelumnya, KPK juga menggeledah Kantor Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Riau pada Rabu (12/11/2025) 

Penggeledahan ini berkaitan dengan penyidikan kasus korupsi yang menjerat Gubernur Riau, Abdul Wahid, terkait dugaan korupsi fee 'jatah preman' proyek di lingkungan Dinas PUPR Provinsi Riau. Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka dan langsung menahannya pada Selasa (4/11/2025) lalu. Dua tersangka lain yakni Kadis PUPR Riau Arief Setiawan dan Dani M Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau. Ketiganya dijerat dengan Pasal 12e, Pasal 12f dan pasal gratifikasi pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Korupsi.

Budi menjelaskan, selain menggeledah Kantor BPKAD Riau, penyidik KPK turut menggeledah sejumlah rumah. Namun tak diungkap pemilik rumah yang digeledah.

"Penyidik secara maraton melanjutkan giat penggeledahan di kantor BPKAD dan beberapa rumah," kata Budi. 

Dalam rangkaian penggeledahan itu, lanjut Budi, penyidik menyita sejumlah alat bukti yang diduga terkait dengan perkara.

"Penyidik mengamankan dan menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik (BBE) terkait pergeseran anggaran di Provinsi Riau," ucapnya.

Pada Selasa (11/11/2025) lalu, penyidik KPK juga telah menggeledah kembali Kantor Dinas PUPR Riau di Jalan SM Amin. Penggeledahan juga yelah dilakukan di Kantor Gubernur Riau, rumah dinas Gubernur Riau dan rumah Kadis PUPR Arief Setiawan. 

Dalam proses penanganan perkara ini, KPK mengimbau agar para pihak kooperatif.

"KPK menghimbau masyarakat Provinsi Riau untuk terus aktif dalam mendukung efektivitas penegakan hukum dugaan tindak pidana korupsi tersebut," pungkasnya. 

Sita CCTV dari Rumah Dinas Gubernur Riau

Sebelumnya, KPK juga telah menggeledah rumah dinas Gubernur Riau yang berada di Jalan Diponegoro, Pekanbaru pada Kamis (6/11/2025) lalu. Penggeledahan juga berlanjut di umah Kadis PUPR Riau, Arief Setiawan dan rumah Dani M Nur salam selalu Tenaga Ahli Gubernur Riau. Keduanya bersama Gubernur Riau Abdul Wahid telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK.

Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita Closed-Circuit Television (CCTV) di rumah dinas Gubernur Riau di Jalan Diponegoro, Pekanbaru. Penyitaan dilakukan setelah penyidik KPK melakukan penggeledahan pada Kamis (6/11/2025) silam. 

Selain menyita CCTV, penyidik KPK juga menyita sejumlah dokumen yang ditemukan di rumah Dinas Gubernur Riau. 

“Dalam penggeledahan tersebut, penyidik mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik. Di antaranya penyidik menyita CCTV,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo pada Jumat (7/11/2025) lalu.

Budi mengatakan, seluruh alat bukti yang disita akan dilakukan ekstrasi dan analisis untuk menemukan petunjuk dalam perkara pemerasan tersebut.

“Selanjutnya penyidik akan mengekstrasi dan menganalisis barbuk-barbuk tersebut,” ujar dia.

Konstruksi Perkara Gubernur Abdul Wahid

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak membeberkan konstruksi perkara korupsi yang menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka korupsi. Perkara ini ternyata berkaitan dengan adanya dugaan permintaan fee sebesar 5 persen dari nilai proyek di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PUPR-PKPP) Provinsi Riau. 

Johanis Tanak menjelaskan, kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang ditindaklanjuti oleh KPK. Diketahui, pada Mei 2025 lalu, Sekretaris Dinas PUPR Riau, Ferry Yunanda (FRY) melakukan pertemuan dengan 6 Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Jalan dan Jembatan di lingkungan Dinas PUPR Riau. Pertemuan itu membahas tentang kesanggupan pemberian fee yang akan diberikan kepada Gubernur Riau Abdul Wahid (AW) sebesar 2,5 persen dari anggaran pada UPT Jalan dan Jembatan. 

"Fee tersebut atas penambahan anggaran tahun 2025 pada UPT Jalan dan Jembatan yang semula sebesar Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar," kata Johanis Tanak dalam konferensi pers pada Rabu (5/11/2025). 

Tanak menerangkan, hasil pertemuan soal fee 2,5 persen itu kemudian disampaikan FRY kepada Kepala Dinas PUPR Riau, Muhammad Arief Setiawan (MAS). Namun, MAS yang menurut KPK merupakan representasi Gubernur Riau Abdul Wahid (AW) meminta agar besaran fee dinaikkan menjadi 5 persen. 

Tanak menyebut permintaan fee tersebut di kalangan Dinas PUPR dikenal sebagai jatah preman.

"Bagi yang tidak menuruti perintah diancam dengan pencopotan atau mutasi jabatan," terang Tanak. 

Tahapan Pemberian Setoran

Permintaan jatah preman 5 persen tersebut, kemudian dibicarakan oleh FRY kepada para kepala UPT Jalan dan Jembatan lewat pertemuan lanjutan. Akhirnya, disepakati besaran fee yang akan disampaikan sebesar 5 persen atau senilai Rp 7 miliar.

"Hasil pertemuan dilaporkan oleh FRY ke MAS dengan menggunakan bahasa kode 7 batang," beber Tanak. 

Menindaklanjuti kesepakatan tersebut, FRY lantas bergerak melakukan pengumpulan dana. Pada Juli 2025, FRY mengumpulkan uang dari para Kepala UPT Jalan dan Jembatan sebesar Rp 1,6 miliar. Uang tersebut atas perintah MAS diberikan kepada Abdul Wahid melalui Dani M Nursalam (DAN) sebesar Rp 1 miliar. DAN diketahui sebagai politisi PKB Riau yang merupakan Tenaga Ahli Gubernur Riau. Sisanya sebesar Rp 600 juta diberikan kepada kerabat MAS. 

Setoran uang kedua terjadi pada Agustus atas perintah DAN. Uang yang dikumpulkan FRY sebesar Rp 1,2 miliar. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 300 juta diberikan kepada sopir (driver) MAS. Kemudian senilai Rp 375 juta digunakan untuk proposal kegiatan perangkat daerah. Sementara sisanya Rp 300 juta disimpan oleh FRY. 

Adapun pengepulan uang tahap ketiga, dilakukan oleh Kepala UPT Jalan dan Jembatan III Dinas PUPR Riau, inisial EI pada November 2025. Uang yang berhasil dikumpulkan sebesar Rp 1,25 miliar. Uang tersebut diberikan kepada Gubernur AW melalui MAS sebesar Rp 450 juta. Sementara sisanya Rp 800 juta akan langsung diberikan kepada AW. 

"Sehingga total uang yang telah dikumpulkan sekitar Rp 4,05 miliar dari sebesar Rp 7 miliar," ungkap Tanak. 

Pada Senin (3/11/2025), tim KPK lantas mengamankan MAS dan FRY serta 5 Kepala UPT Jalan dan Jembatan di Kantor Dinas PUPR Riau. Adapun identitas kelima Kepala UPT tersebut, yakni Kepala UPT I inisial KA, Kepala UPT III inisial EI, Kepal UPT IV inisial LH, Kepala UPT V inisial BS dan Kepala UPT VI inisial RA. 

"Saat KPK mengamankan pihak-pihak tersebut, ditemukan uang sebesar Rp 800 juta," jelas Tanak. 

Usai mengamankan para pejabat Dinas PUPR, tim KPK lantas mencari keberadaan Gubernur AW dan Tata Maulana (TM) selaku orang kepercayaan Gubernur AW. KPK berhasil mengamankan AW dari sebuah kafe di Kota Pekanbaru. Sementara TM diamankan di sekitar kafe tempat AW diamankan. 

Tim KPK, lanjut Tanak, kemudian bergerak ke sebuah rumah di Jakarta Selatan yang diduga milik Gubernur AW. Dari rumah itu, penyidik menemukan mata uang asing yakni 9.000 Poundsterling dan 3.000 Dollar AS atau sekitar Rp 800 juta. 

"Sehingga keseluruhan uang yang diamankan berjumlah sebesar Rp 1,6 miliar," terang Tanak. 

Sementara, DAN selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau yang dicari oleh penyidik, akhirnya menyerahkan diri ke kantor KPK di Jakarta pada Selasa sore kemarin. 

 

 

 

Sumber: SM News.com

Berita Lainnya

Index