Terhimpun Rp35 Triliun, Beasiswa SDM Sawit Dikeluhkan Tak Transparan dan Terlambat Cair

Terhimpun Rp35 Triliun, Beasiswa SDM Sawit Dikeluhkan Tak Transparan dan Terlambat Cair

RIAUREVIEW.COM --Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) pada tahun ini menyalurkan Rp705,6 miliar untuk program Beasiswa SDM Sawit yang diperuntukkan bagi 4.000 mahasiswa dari keluarga petani, pekerja, maupun penggiat sawit.

Namun, program yang digadang-gadang membantu generasi penerus sawit itu menuai keluhan dari kalangan petani.

Banyak petani mempertanyakan transparansi seleksi dan pengumuman hasil beasiswa. Tidak seperti tahun lalu yang diumumkan terbuka, kali ini pengumuman hanya melalui akun masing-masing calon penerima.

“Mudah-mudahan yang diterima benar-benar anak petani sawit,” tulis akun taslim121*** di media sosial TikTok.

Keluhan juga muncul terkait distribusi penerima yang dinilai tidak merata. Di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yang dikenal sebagai sentra sawit, hanya enam mahasiswa yang berhasil lolos. Sementara penerima mayoritas disebut berasal dari Sumatera, Kalimantan, dan Jawa.

Menanggapi hal ini, Ketua Umum DPP Apkasindo Dr Ir Gulat Medali Emas Manurung yang berasal dari Riau, menyebut kritik tersebut wajar karena lahir dari kecintaan petani terhadap program yang sejak 2017 memberi manfaat besar.

"Kami dari Apkasindo berjanji akan segera audiens ke Direktorat Jenderal Perkebunan untuk membicarakan 'kasih-sayang' petani sawit tadi. Supaya pelaksanaan seleksi SDM Sawit tahun depan benar-benar hybrid untuk semua," katanya kepada CAKAPLAH.com, ketika dihubungi saat rapat di kantor Kementerian PPN/BAPPENAS, Jakarta, Rabu (27/8/2025).

Gulat menyebut, justru yang menjadi Fokus dan sangat-sangat serius saat ini adalah supaya kejadian yang sudah berulang terkait keterlambatan transfer biaya hidup anak-anak penerima beasiswa tidak berkelanjutan, artinya tidak berulang dan berulang kejadiannya dari bulan ke bulan, tahun-ke tahun.

"Orang sudah sampai kebulan, persoalan remeh-temeh ini malah diternak. Bisa dibayangkan, dengan 23 kampus Mitra SDM Sawit di TA 2024 saja sudah babak-belur hebohnya permasalahan keterlambatan transfer biaya hidup anak-anak kami, apalagi dengan 41 Kampus di TA 2025 ini, pasti lebih babak-belur dan saya takut anak-anak kami ngedrop prestasi akademiknya. Bahkan ada beberapa kampus yang mengancam anak-anak kami supaya jangan berteriak dan mengadu ke Apkasindo atau asosiasi sawit lainnya," tegasnya.

Perlu dicatat, kata Gulat, yang namanya biaya hidup ya harusnya dibayarkan tiap awal bulan (saat ini Rp2,3juta/bulan), bukan malah delay sampai 2-4 bulan.

"Namanya pun biaya hidup, anak-anak kami mau makan apa?. Jangan sampai anak-anak kami busung lapar kurang gizi dan masuk Rumah Sakit karena gak makan karena biaya hidup terlambat berbulan-bulan," cakapnya.

Keterlambatan ini, sambung Gulat berlaku di semua kampus mitra SDM Sawit, tanpa kecuali, hanya kadang-kadang saja berganti-ganti kampus kejadiannya.

"Anak-anak kami itu jika orang tuanya kaya atau orang mampu, pasti tidak akan ambil beasiswa ini, faktanya penerima beasiswa ini 88% berasal dari keluarga sederhana dan kurang mampu," ulasnya.

"Maka, sekuat tenaga kami akan kawal dan mengingatkan BPDP, Dijenbun dan 41 Mitra SDM Sawit TA 2025, tapi kalau ini masih terjadi berulang, maka kami akan membuat surat terbuka kepada Pak Dirut BPDP dan Komite Pengarah supaya Direktorat yang mengurus Beasiswa ini semua dicopot, gak pakai tawar," tegas Gulat.

Ia kembali menegaskan, dana BPDP berasal dari pungutan (levy) sawit yang dibebankan kepada petani, bukan dari APBN.

"Perlu saya tegaskan untuk kesekian kali bahwa dana yang dikelola oleh BPDP itu berasal dari cucuran keringat petani sawit akibat beban Levy, bukan APBN. Per Agustus ini harga TBS kami berkurang Rp308/kg karena beban levy tersebut. Tahun lalu terkumpul oleh BPDP hampir Rp35T," katanya.

 

 

 

Sumber: cakaplah.com

Berita Lainnya

Index