RIAUREVIEW.COM --Kepala Badan SAR Nasional (Kabasarnas) Marsekal Madya TNI Mohammad Syafii menyoroti kendala berat yang dihadapi tim di lapangan pascabanjir yang melanda sejumlah wilayah di Pulau Sumatera. Ia mengkhawatirkan kondisi lumpur sisa banjir yang mulai mengering dan mengeras.
Menurut Syafii, perubahan tekstur lumpur ini akan menyulitkan proses pencarian dan evakuasi korban yang masih hilang.
"Yang memungkinkan jadi permasalahan adalah ketebalan lumpur yang pada saat mengering," katanya kepada wartawan di Kompleks DPR/MPR, Jakarta, Senin (1/12/2025).
Kondisi medan yang berat membuat pencarian visual menjadi kurang efektif. Syafii menjelaskan, korban yang tertimbun material lumpur tebal sulit dideteksi jika lumpur tersebut sudah memadat.
"Jadi pada saat korban itu sudah tertimbun lumpur, di situ yang memang membutuhkan (pencarian ekstra)," sambungnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Basarnas bergerak cepat dengan menginstruksikan pengerahan unit satwa atau anjing pelacak (K9) ke lokasi terdampak. Langkah ini diambil untuk mendeteksi keberadaan korban sebelum lumpur benar-benar mengeras dan menyulitkan penggalian.
"Kita sudah mulai menggunakan K9 anjing pelacak untuk membantu tugas pencarian," ucapnya.
Masa Operasi SAR Dievaluasi
Terkait durasi pencarian, Syafii menegaskan bahwa operasi SAR akan berlangsung sesuai standar prosedur (SOP), yakni tujuh hari sejak kondisi dinyatakan aman. Namun, ia tidak menutup kemungkinan masa operasi akan diperpanjang jika tanda-tanda korban ditemukan masih ada.
"Namun tujuh hari ini akan dievaluasi dan pada saat situasi masih memungkinkan untuk dilaksanakan operasi lanjutan, dalam rangka entah itu menyelamatkan atau mencari korban yang masih belum ketemu," jelas Syafii.
Ia memastikan komitmen tim SAR gabungan untuk terus bekerja hingga titik maksimal.
"Tentunya ini akan kita lakukan sampai operasi akan dihentikan, sampai diyakinkan bahwa korban sudah tidak memungkinkan lagi untuk dilaksanakan operasi pencarian," pungkasnya.
Sumber: Beritasatu.com

