Jokowi dan Prabowo Dinilai Ambil Jalan Tengah Tentukan Cawapres

Jokowi dan Prabowo Dinilai Ambil Jalan Tengah Tentukan Cawapres
Direktur Poltracking Hanta Yudha

JAKARTA, RIAUREVIEW.COM -Direktur Poltracking Hanta Yudha menilai Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto memilih jalan tengah dalam menentukan posisi cawapres pendampingnya di Pilpres 2019. Hanta mencatat setidaknya ada lima alasan terkait penentuan cawapres itu. 

"Pertanyaanya kenapa muncul dua nama ini? Saya punya catatan analisa, bagi saya ini bukan strategi meskipun para politisi kita mengatakan ini bagian strategi, ini adalah negoisasi jalan tengah titik temu yang harus diambil," kata Hanta yang dilansir detikcom, saat diskusi di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (11/8/2018).

 

Catatan pertama, dia menilai rumitnya menentukan koalisi dan sistem politik Indonesia yang pelik. Dia juga menyebut aturan Presidensial Thereshold yang menyebut minimal 20 persen itu menjadi salah satu pemikiran bagi partai-partai koalisi Prabowo dan Jokowi.

"Di titik lain di mana persyaratan pencalonan Presiden itu harus 20 persen kalau ada 20 persen nggak ada kerumitan ini. Mas Roy akan mengusung sendiri, PAN mungkin saja akan mengusung Bang Zul semua akan mengusung partai sendiri tapi karena ada pembatasan pasti rumit sehingga pasti ini mencalonkan semua," sebutnya.

Hanta juga menilai salah satu faktor penentu Jokowi memilih Ma'ruf Amin untuk memastikan cawapres yang diusungnya hari ini tidak akan maju di Pilpres 2024.

Lebih lanjut, dia mengatakan soal Mahfud Md yang tidak menjadi cawapres Jokowi karena ada tekanan dari beberapa pihak. Salah satunya, yang disebut Yudha adalah PKB. Dia menilai Ketum PKB Muhaimin Iskandar bisa tersingkir apabila Mahfud yang menjadi cawapres Jokowi.

"Ketiga, soal negoisasi partai, aksepbikitas partai gini semua partai punya nama, munculnya nama Mahfud, Kenapa nama Mahfud nggak jadi? Itu karena aksepibilitas partai terutama di PKB. Jadi kalau dikatakan Ma'ruf sudah dipikirkan sebelumnya itu keliru. Yang benar tuh Pak Ma'ruf diujung, tadinya Pak Mahfud tapi nggak jadi, karena apa? Karena penerimaan perkiraan PBNU dan PKB ada penolakan nggak mau ikut memenangkan dan seterusnya," ungkap Hanta.

"Kalau diperpanjang mungkin Pak Mahfud bisa mengancam posisis Ketum PKB karena Pak Mahfud pernah jadi Waketum PKB, dan kalau jadi Wapres karena bisa jadi Ketum PKB tahun depan itu bisa diancam," sambungnya.

Sementara itu, terkait nama Sandiaga Uno, Hanta menilai saat ini Prabowo mengambil jalan tengah karena tidak mengambil Ketua Majelis Syuro Salim Segaf Al-Jufri dan Ketua Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

"Nah muncul titik tengah di mana yang harus diambil akhirnya Prabowo mengkombinasikan agar mesin pokitik PKS masih di dalam dan juga logistik maka titik temu ada di Sandiaga. Jadi aksepbiliitas masih lumayan, mesin politik tetap ada dan logistik bisa diganti yaitu dengan nama Sandiaga," tutur dia.

Terakhir, dia menilai persaingan antara Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga akan menjadi persaingan yang kompetitif. Partai koalisi Jokowi diminta berhati-hati dengan persaingan tersebut.

"Inilah titik tengah, ini keduanya berpotensi kompetitif karena Sandi walaupun orang baru itu belum diukur karena ada non pemilih Jokowi cenderung akan memilih siapapun pengganti Pak Jokowi, karena itu parpol dan koalisi Pak Jokowi tetap antisipasi jangan menganggap Sandi lemah," imbuh dia.

"Yang lainnya bisa karena pemilih Islam banyak dukung Prabowo, bisa jadi akan tumpah PKS dan PAN yang berbasis Muhammadiyah," tambah dia. 

Berita Lainnya

Index