Hilangnya Batasan Jadi Penyebab Kasus Siswa Bully Guru

Hilangnya Batasan Jadi Penyebab Kasus Siswa Bully Guru
Ilustrasi siswa

JAKARTA, RIAUREVIEW.COM -Video seorang guru yang tengah dirundung atau di-bully oleh beberapa siswa viral di media sosial. Belakangan, kejadian itu disebut hanya bercanda antara guru dan murid. Meski hanya candaan belaka, video itu menarik banyak perhatian.

Psikolog anak dan remaja, Ratih Zulhaqqi, menilai kejadian di dalam video itu terjadi lantaran hilangnya batasan antara siswa dan guru. 

"Dibandingkan dengan beberapa tahun lalu, ada perbedaan signifikan mengenai cara respons siswa terhadap guru, ujar Ratih yang dilansir CNNIndonesia.com, Senin (12/11). 

Ratih menduga, momen itu terjadi akibat sifat transparan yang dimiliki generasi milenial. "Sehingga semuanya serba tidak memiliki batasan," tambahnya.

Ketika batasan sudah tidak ada, lanjut Ratih, interaksi yang muncul akan berbeda. Akibatnya, banyak anak dan remaja tak lagi bisa membedakan antara teman sebaya, orang tua, dan yang lebih kecil. Hilangnya batasan ini membuat risiko perundungan semakin besar.

"Kondisi ini memungkinkan siswa mem-buly guru, atau sebaliknya," ucap Ratih.

Pada siswa, menurut Ratih, perundungan terjadi karena mereka tidak bisa mengontrol diri. Ratih menyebut kebanyakan generasi milenial memiliki pola pikir yang cenderung mandek sehingga sulit menyelesaikan masalah dan mengatasi situasi sosial. Alhasil, para remaja ini melampiaskan kekesalannya dengan mengedepankan emosional. 

Peran orang tua dan guru

Agar kejadian ini tak terulang kembali pada anak dan remaja di Indonesia, Ratih menilai orang tua memiliki peran penting. Pasalnya, karakter anak itu ditanamkan oleh orang tua. 

Orang tua harus melatih anak agar bisa mengontrol diri dengan cara menjadikan anak mandiri. Saat anak mandiri, mereka bisa berbaur secara sosial dan belajar mengatur respons dengan baik.

"Sekarang zaman serba mudah sehingga anak jadi tidak mandiri. Orang tua harus percaya pada kemampuan anak bahwa mereka bisa," tutur Ratih.

Selain itu, orang tua juga harus mampu menjadi pendengar yang baik untuk remaja. Masa remaja, merupakan masa peralihan yang sering kali membuat emosi anak tidak stabil dan membutuhkan orang untuk mendengar keluh kesah mereka.

"Penerimaan orang tua harus baik. Kalau anak cerita jangan dikomentari, jangan dihakimi dulu, supaya mereka nyaman," ujar Ratih.

Selain orang tua, guru juga harus mampu mendidik anak dengan baik di sekolah. Ratih menyarankan agar para guru tetap menciptakan batasan agar dapat dihormati oleh siswa. Di saat yang sama, guru juga dituntut untuk hidup sesuai generasi milenial. 

Tujuannya, agar bisa dapat dengan mudah dekat dengan para siswa.

"Supaya nyambung dan klik, sehingga tidak ada konflik karena sudah saling memahami," kata Ratih.

Guru juga mesti melakukan pendekatan dari hati ke hati kepada siswa. Misalnya, saat siswa tidak mengerjakan tugas, kata Ratih, guru sebaiknya mendekati dan menanyakan alasannya, bukan malah memarahi.

Berita Lainnya

Index