BI: Jangan Terlena Penguatan Rupiah

BI: Jangan Terlena Penguatan Rupiah
Ilustrasi

JAKARTA, RIAUREVIEW.COM -Bank Indonesia (BI) mengingatkan semua pihak agar tak terlena dengan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Selama Indonesia masih mengalami defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD), gejolak nilai tukar rupiah masih akan rentan terjadi. 

Defisit transaksi berjalan yang tinggi membuat investor di pasar global cenderung bereaksi lebih cepat dengan menarik modalnya di Indonesia jika ada gejolak di pasar global. 

"Kita jangan terlena dengan penguatan kurs karena kita tetap harus selesaikan persoalan CAD, terus mendorong peningkatan ekspor, pariwisata, dan mengendalikan impor yang tidak perlu," ujar Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara yang dilansir CNNIndonesia, di Jakarta, Jumat (7/12).

Berdasarkan data BI, defisit transaksi berjalan pada kuartal III 2018 mencapai 3,37 persen terhadap PDB. Defisit tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang pemerintahan presiden Joko Widodo. 

Kendati demikian, BI memperkirakan defisit transaksi berjalan bisa turun ke kisaran 2,5 persen terhadap PDB sebagai dampak dari penerbitan Paket Kebijakan Ekonomi ke-16.

Nilai tukar rupiah bergerak menguat sejak awal bulan lalu. Pada Senin (3/12), rupiah bahkan sempat berada di posisi Rp14.244 per dolar AS, terkuat sejak Juli lalu. 

Namun, sejak Selasa hingga Kamis, rupiah sempat merosot hingga 276 poin. Pelemahan rupiah, diakui Mirza merupakan yang terdalam di antara mata uang Asia lainnya. 

Pada perdagangan di pasar spot akhir pekan ini, rupiah akhirnya ditutup menguat dan berada di posisi Rp14.465 per dolar AS.

Mirza menjelaskan pelemahan nilai tukar dalam beberapa hari terakhir masih dipengaruhi oleh sentimen perang dagang AS-China. Pelaku pasar meyakini perang antara dua negara itu masih berlanjut.

Terlebih, lanjut Mirza, ada insiden penangkapan Chief Financial Officer (CFO) Huawei Meng Wanzhou atau Sabrina Meng di Kanada yang ditindaklanjuti dengan ekstradisi ke AS. Selain bertugas sebagai CFO, Meng juga menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Huawei dan merupakan puteri pendiri Huawei, Ren Zhengfei.

Melansir CNN, Seorang juru bicara Huawei mengatakan Meng ditahan oleh pihak berwenang Kanada atas nama Amerika Serikat. Menurutnya saat ini Huawei tengah menghadapi tuntutan terkait pelanggaran sanksi AS terhadap Iran di AS.

Mirza bilang, perang dagang ini membuat pelaku pasar mencemaskan akan timbulnya hambatan pada laju pertumbuhan ekonomi dunia.

"Kemudian dikhawatirkan ada respon bank China dengan melakukan depresiasi Yuan China yang dikhawatirkan bisa membuat depresiasi di negara emerging market," jelas Mirza.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah menjelaskan penguatan rupiah pada akhir pekan ini turut didorong aksi intervensi pihaknya melalui transaksi Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).

"Sejak pembukaan pasar hingga penutupan, BI melakukan intervensi transaksi DNDF dan berhasil menurunkan kurs DNDF yang kemudian diikuti kurs NDF di pasar luar negeri dan kurs pasar spot di dalam negeri," terang dia. 

Kurs 2019

Mirza meyakini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di tahun 2019 akan lebih stabil dibandingkan tahun ini. Alasannya, ekonomi AS tahun depan diprediksi melambat, sehingga membuka pintu bagi aliran modal asing yang saat ini berpindah ke AS kembali ke pasar Indonesia. 

Ia juga meyakini, imbal hasil (yield) surat utang 10 tahun AS atau US Treasury akan turun dari posisi saat ini yaitu 3 persen. Kondisi ini diharapkan dapat menarik kembali investor asing untuk memindahkan dananya ke Indonesia.

"Harapannya modal kembali masuk ke emerging market termasuk Indonesia. Jadi kalau kami optimis kurs di 2019 lebih stabil. Dan pasar keuangan di Indonesia dan juga di emerging market lainnya lebih baik di 2019," jelas Mirza.

Berita Lainnya

Index