KPK Sadap Sebelum Penyelidikan, Romi Klaim Tersangka Tak Sah

KPK Sadap Sebelum Penyelidikan, Romi Klaim Tersangka Tak Sah
Romahurmuziy mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka di KPK. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

JAKARTA, RIAUREVIEW.COM -Tersangka kasus suap pengisian jabatan di Kementerian Agama Muhammad Romahurmuziy alias Romi menilai penetapan status tersangka dan penyadapan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dirinya tidak sesuai dengan undang-undang.

Hal itu terungkap dalam sidang praperadilan atas penetapan tersangka terhadap Romi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/5).

"Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon (KPK) yang berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri pemohon oleh termohon, termasuk Surat Perintah Penangkapan, Surat Perintah Penyitaan, dan Surat Perintah Penahanan Nomor Sprin.Han/12/DIK.01.03/01/03/2019 tanggal 16 Maret 2019," ujar kuasa hukum Romi, Maqdir Ismail yang dilansir CNNIndonesia.

Maqdir menyampaikan sejumlah poin yang dinilai janggal dalam melakukan penangkapan hingga penahanan terhadap Romi. Pertama, katanya, KPK telah melakukan penyadapan terhadap Romi sebelum penyelidikan dilakukan.

Menurutnya, Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Sprin. Lidik-17/01/02/2019 dikeluarkan tanggal 6 Februari 2019, dan Surat Perintah Tugas Nomor: Sprin.Gas-\9l2022/02/2019 bertangal 6 Februari 2019.

"Kalau penyadapan atau merekam pembicaraan telah dilakukan sebelum diterbitkannya surat perintah penyelidikan, berarti penyadapan tersebut tidak memiliki dasar tindakan. Di samping harus memiliki dasar tindakan, berupa surat perintah, juga harus ada dasar dugaan tindak pidana," tuturnya.

Maqdir mengatakan penyadapan itu diketahui ketika penyidik menanyakan kepada Romi tentang kedatangan Haris Hasanudin di rumah Romi pada 6 Februari. Hal itu diketahui saat pemeriksaan Romi sebagai saksi tersangka Muhammad Muafaq Wirahadi.

"Termohon telah melakukan penyadapan tidak menurut hukum dan telah menyalahgunkan kewenangan secara semena-mena yaitu melakukan penyadapan secara ilegal," ucapnya.

Kedua, Maqdir mengatakan tuduhan tindak pidana korupsi kepada Romi tidak sesuai. Pasalnya dia menyebut yang dilakukan Romi tidak merugikan negara.

Romi diduga melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP.

"Perbuatan menerima hadiah atau janji tidak mengakibatkan timbulnya kerugian negara, dan perbuatan tersebut tidak berhubungan dengan penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan, dan dengan demikian apa yang diduga dilakukan oleh termohon tidaklah menyebabkan kerugian keuangan negara, sehingga kualifikasi dari Pasal 11 huruf c Undang-Undang KPK pun tidak terpenuhi," tuturnya.

Diketahui, KPK menetapkan Romi sebagai tersangka bersama Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin.

Romi diduga menerima suap sebesar Rp300 juta, dengan rincian Rp50 juta dari Muafaq untuk posisi Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik dan Rp250 juta dari Haris untuk jabatan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur.

Berita Lainnya

Index