Myanmar Kecam Seruan Embargo Senjata oleh PBB

Myanmar Kecam Seruan Embargo Senjata oleh PBB
Ilustrasi

JAKARTA, RIAUREVIEW.COM -Myanmar mengecam laporan Persekitaran Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyerukan para pemimpin dunia untuk melakukan embargo senjata ke militer negara itu.

PBB juga mendesak para pemimpin dunia untuk memutus hubungan dengan perusahaan-perusahaan yang berbisnis dengan militer Myanmar.

Atas laporan itu, Kementerian Luar Negeri Myanmar menyebut PBB telah melampaui kewenangannya. 

"Pemerintah Myanmar dengan tegas menolak laporan terbaru dan kesimpulannya," kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan dilansir Reuters dan CNNIndonesia.

Embargo penjualan senjata dilakukan di tengah krisis kemanusiaan atas etnis minoritas Rohingya yang terus berlangsung. 

Tim pencari fakta PBB untuk Myanmar mengungkapkan sekitar tujuh negara Eropa dan Asia masih memasok senjata kepada militer Myanmar

Menurut laporan itu, transaksi senjata ke Myanmar ini dilakukan oleh setidaknya 14 perusahaan dari ketujuh negara tersebut. Sebanyak 12 dari 14 perusahaan itu merupakan perusahaan pelat merah.

Dalam konferensi pers di Jakarta pada Seni kemarin, Ketua Tim Pencari Fakta PBB untuk Myanmar, Marzuki Darusman menyerukan menjatuhkan sanksi ekonomi kepada perusahaan tersebut.

Tim itu menuturkan, berdasarkan jenis barang dan bantuan yang diberikan, China, Korut, Israel, Rusia, dan Ukraina "tahu atau seharusnya mengetahui" bahwa transfer senjata akan memiliki dampak buruk terhadap penegakan hak asasi manusia di Myanmar."

Sementara Pemerintah Myanmar menyebut laporan itu sebagai "tindakan yang dimaksudkan untuk merugikan kepentingan Myanmar dan rakyatnya".

"Kami berpegang teguh pada posisi bahwa kerja sama harus menjadi dasar untuk penyelesaian masalah internasional, termasuk hak asasi manusia," kata kementerian itu.

"Kami tidak percaya bahwa sanksi ekonomi akan menyelesaikan masalah," ucap dia.

Sebelumnya, hasil investigasi Agustus 2018 lalu militer Myanmar bertanggung jawab melakukan genosida terhadap etnis minoritas Rohingya.

Berita Lainnya

Index