Bukan Cuma Indonesia, Dunia Pun 'Tenggelam' Dalam Utang

Bukan Cuma Indonesia, Dunia Pun 'Tenggelam' Dalam Utang
Ilustrasi.

JAKARTA, RIAUREVIEW.COM -Beban utang  negara-negara di dunia mencetak rekor baru. Bahkan, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dunia tercatat paling tinggi sebelum tahun 2019 berakhir.

Institut Keuangan Internasional (Institute of International Finance/IIF) mengungkap utang global tersebut terdiri dari kredit rumah tangga, pemerintah dan korporat, dan meningkat US$9 triliun hingga mencapai US$253 triliun pada September 2019. 

Realisasi itu membuat rasio utang terhadap PDB dunia bengkak menjadi 322 persen atau melampaui level tertingginya pada 2016 lalu. 

Lebih dari separuhnya disumbang oleh negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan Eropa. Rasio utang terhadap PDB AS dan Eropa tercatat mencapai 383 persen. 

Di Selandia Baru, Swiss, serta Norwegia, utang meningkat dari sektor rumah tangga. Berbeda halnya dengan AS dan Australia di mana rasio utang pemerintah menguasai kedua negara tersebut. 

Sementara, negara-negara berkembang mencatat utang mereka lebih rendah, yakni US$72 triliun. Tetapi, IIF menuturkan utang negara-negara berkembang tumbuh lebih cepat dalam beberapa tahun terakhir. 

China, misalnya, rasio utang terhadap PDB negara dengan ekonomi kedua terbesar di dunia mendekati 310 persen. Pertumbuhan utang China tercepat di antara negara-negara berkembang lainnya. 

Laporan IIF bertajuk Global Debt Monitor melansir, tingkat utang China naik pada 2019. Padahal, pemerintah sempat mendorong perusahaan-perusahaan di China mengurangi utang mereka pada 2017-2018 lalu. 

Risiko Ekonomi Global 

IIF menyatakan tumpukan utang dunia menjadi ancaman nyata bagi ekonomi global. "Didorong oleh suku bunga rendah dan moneter yang longgar, kami memperkirakan total utang dunia akan melampaui UD$257 triliun pada kuartal pertama 2020," imbuh lembaga keuangan yang didirikan oleh 38 bank di negara-negara di dunia. 

Diketahui, The Fed, bank sentral AS menurunkan suku bunga acuannya sebanyak tiga kali pada tahun lalu. Begitu pula dengan bank sentral Eropa yang masih memberikan kelonggaran moneter usai krisis keuangan 2008-2009 silam. 

IIF menilai risiko pembiayaan kembali dari utang-utang dunia sangat besar pada tahun ini, mengingat lebih dari US$19 triliun kredit dan surat utang akan jatuh tempo pada 2020. "Tidak mungkin semua ini akan dibiayai kembali. Tidak mungkin juga untuk dilunasi," tulis laporan tersebut. 

Masalah lain yang muncul dalam laporan tersebut adalah kebutuhan mendesak untuk membiayai program perubahan iklim. Belum lagi, program pembangunan berkelanjutan Persekutuan Bangsa-bangsa (PBB) yang diperkirakan membutuhkan investasi US$42 triliun pada 2030 mendatang.

Sumber :CNNIndonesia. 

Berita Lainnya

Index