Ridwan Kamil Serang Mahfud MD, Adakah Kaitannya dengan Reshuffle Kabinet?

Ridwan Kamil Serang Mahfud MD, Adakah Kaitannya dengan Reshuffle Kabinet?

RIAUREVIEW.COM --Pernyataan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) yang menyerang Menko Polhukam Mahfud MD terkait pemicu kerumunan massa Habib Rizieq Shihab memunculkan polemik. Adakah motif tertentu dari Ridwan Kamil?

Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai, pernyataan RK tidak steril dari motif lain. Karyono menilai, di balik pernyataan RK ini juga menimbulkan multitafsir. Sama seperti pernyataan RK yang menyebut pernyataan Mahfud mengizinkan penjemputan Rizieq Shihab telah menimbulkan banyak tafsir.
 
Dia menganggap, dalam perspektif publik, pernyataan RK yang menyasar Mahfud secara terbuka di depan media tentu bisa dibaca bahwa pernyataan bukan spontanitas. Boleh jadi sudah disiapkan sebelum menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Polda Jawa Barat. Apalagi, publik mengetahui RK ada hasrat untuk maju dalam kontestasi Pilpres 2024 . Dalam konteks ini dapat dibaca bahwa bisa jadi RK sedang berselancar dalam panggung politik nasional.
 
"Jika dibaca dalam perspektif analisis korelasi, pernyataan RK beririsan dengan sentimen kelompok tertentu yang tengah membidik Mahfud karena ketegasannya menghadapi kelompok radikal garis keras, meskipun konteks serangan RK lebih kepada soal diskresi kebijakan yang dibuat Mahfud dalam hal kepulangan Rizieq Shibab," kata Karyono kepada SINDOnews, Sabtu (19/12/2020).
 
Lalu, adakah korelasinya antara pelbagai serangan terhadap Mahfud MD dengan wacana reshuffle kabinet yang sedang hangat saat ini? Karyono melihat, bisa ya, bisa tidak. Tetapi, sulit dipungkiri bahwa ada pihak yang menginginkan Mahfud MD dicopot dari posisinya sebagai Menko Polhukam.
 
"Tetapi prediksi saya, posisi Mahfud masih kuat karena pemerintahan Jokowi-Ma'ruf membutuhkan figur Mahfud yang moderat, tegas, dan berani menghadapi kelompok radikal. Di sisi lain, sosok Mahfud dipandang ideal dalam perspektif kepentingan supremasi sipil dan Hak Asasi Manusia (HAM)," ujarnya.
 
Karyono juga menyarankan polemik antara dua pejabat negara di level pusat dan daerah itu sebaiknya segera diakhiri. "Perbedaan pandangan ini semestinya diselesaikan melalui mekanisme internal agar tidak berlarut-larut."
Karyono menyarankan, kepala daerah sebaiknya fokus pada tugas dan wewenangnya dalam pelaksanaan pemerintahan daerah sebagaimana telah diatur dalam Pasal 65 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
 
Demikian pula pembagian tugas antara pemerintah pusat dan daerah, tutur dia, sebenarnya telah diatur dengan jelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat. "Dengan adanya peraturan ini semestinya tidak terjadi saling menyalahkan," ujar Karyono.
 
Sumber: [sindonews.com]

Berita Lainnya

Index