Sindiran di Facebook Berujung Emak-emak Saling Jambak, Kejati Riau Ikut Mendamaikan

Sindiran di Facebook Berujung Emak-emak Saling Jambak, Kejati Riau Ikut Mendamaikan

PEKANBARU, RIAUREVIEW.COM --Kejaksaan Agung (Kejagung) menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice kasus penganiayaan dengan tersangka Betty Ermawati Br Bakara alias Mak Rifky, Senin (25/7/2022).

Penghentian penuntutan itu berdasarkan permintaan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Kejagung. Proses penuntutan dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Bengkalis.

Ekspos dipimpin langsung oleh JAM Pidum Kejagung, DR Fadil Zumhana melalui video conference dari Kejagung. Hadir pada ekspos itu, Kepala Kejati Riau, Dr Jaja Subagja, dan Kepala Seksi (Kasi) OHARDA pada Bidang Pidana Umum Kejati, Faiz Ahmad Allovi.

"Tersangka yang diajukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif oleh Kejari Bengkalis atas nama tersangka Betty Ernawati Br Bakara alias Mak Rifky, Pasal 351 ayat 1 KUHPidana," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau, Bambang Heripurwanto.

Betty melakukan penganiayaan terhadap Nurmawati Simamora, di rumah korban Jalan Sukajadi Rt.003 Rw.004, Desa Kesumbo Ampai Kecamatan Bathin Solapan Kabupaten Bengkalis, Senin (18/4/2022) sekitar pukul 19.30 WIB.

Ketika itu, tersangka bersama suaminya mendatangi rumah korban sambil berteriak dan berkata “Hey sini kau, jangan berani di Facebook saja, kalau berani keluar kau !”, kata tersangka.

Mendengar hal tersebut korban langsung keluar rumah sambil berkata “Kenapa kau merasa rupanya kau?” tanya korban.

Lalu tersangka berkata kembali "Merasa lah, memang untuk aku postingan itu, berani kau, sini, sini !”. Sewaktu korban mendekati tersangka, langsung menjambak dan menariknya sehingga korban terjatuh ke lantai.

Kemudian tersangka menyeret korban ke depan rumah. Tersangka juga memukul bibir korban sebanyak 2 kali.

"Sewaktu korban hendak membalas dengan menarik rambut tersangka, tiba-tiba saksi datang melerai korban dan tersangka berhasil dipisahkan," tutur Bambang.

Bambang menjelaskan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif disetujui AM Pidum Kejagung dengan pertimbangan telah memenuhi Pasal 5 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

"Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana. Tersangka diancam dengan pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun," tutur Bambang.

Perimbangan lainnya, nilai barang bukti atau kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tidak lebih dari Rp500 ribu. Barang bukti juga sudah dikembalikan kepada korban.

"Kesepakatan perdamaian dilaksanakan tanpa syarat, di mana kedua belah pihak sudah saling memaafkan dan tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan," kata Bambang

Selanjutnya Kepala Kejari Bengkalis akan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

 

 

Sumber: cakaplah.com

Berita Lainnya

Index