KAMPAR KIRI HULU, RIAUREVIEW.COM -Kecamatan Kampar Kiri Hulu terdiri dari 24 Desa. Sebagian besar desa-desa di Kampar Kiri Hulu masuk dalam kategori desa sulit dan desa sangat sulit. Dari 24 desa tersebut, 8 desa diantaranya berada di dalam kawasan suaka marga satwa Bukit Rimbang Baling.
Saat ini, untuk mencapai 8 desa tersebut akses satu-satunya hanya melalui sungai. Untuk itu, sudah lama warga tempatan mengharapkan agar ada akses jalan darat untuk membuka keterisolasian desa. Hanya saja sampai saat ini masih terkendala ijin sebab desa-desa tersebut berada dalam kawasan hutan lindung suaka marga satwa Bukit Rimbang Baling.
Demikian disampaikan ketua asosiasi kepala desa se Kabupaten Kampar Busrianto kepada riaureview.com. Busrianto saat ini adalah Kepala Desa Tanjung Karang merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Kampar Kiri Hulu.
Busrianto sangat memahami keadaan Kecamatan Kampar Kiri Hulu, sehingga secara jelas dapat memaparkan kondisi faktual desa-desa di Kecamatan Kampar Kiri Hulu. Menurut Busrianto kondisi wilayah Kampar Kiri Hulu terdiri dari empat kategori.
Pertama, Kategori I berada di aliran sungai Subayang terdapat 8 desa terdiri dari Desa Pangkalan Serai, Desa Subayang Jaya, Desa Terusan, Desa Aur Kuning, Desa Gajah Bertalut, Desa Tanjung Beringin, Desa Batu Sanggan dan Desa Muara Bio. Daerah ini kategori sangat sulit karena akses satu-satunya hanya melalui sungai Subayang. Mobilitas sangat bergantung pada kondisi sungai. Ketika permukaan air sungai naik (banjir) warga mengalami kesulitan melewati arus sungai. Sebaliknya, ketika permukaan sungai terlalu dangkal warga juga kesulitan melewati.
Kedua, kategori II berada dialiran sungai (batang) Bio terdapat 4 desa terdiri dari Desa Koto Lamo, Desa Sungai Santi, Desa Ludai, Desa Dua Sepakat serta satu dusun yang masuk dalam wilayah desa Pangkalan Kapas.
Ketiga, kategori III berada di jalur kuning terdapat 7 desa terdiri dari Desa Deras Setajak, Desa Tanjung Karang, Desa Batu Sasak, Desa Lubuk Bigau, Desa Kebun Tinggi, Desa Pangkalan Kapas dan Desa Tanjung Permai. Ada satu desa lagi yang berada antara jalur kuning dan sungai, yaitu desa Danau Santul. Penamaan jalur kuning ini karena kondisi jalannya tanah dan berlumpur pada saat musim hujan. Jalur ini hanya bisa dilalui kendaraan roda empat jenis tertentu saja. Pada jalur kuning terdapat jalan Provinsi Riau sepanjang 75 km tembus ke Provinsi Sumatera Barat, yaitu Kabupaten Lima Puluh Kota. Jalan Provinsi Riau ini telah SK kan oleh Gubernur Riau Rusli Zaenal pada tahun 2009. Sepanjang 35 km berada wilayah Kecamatan Kampar Kiri dan 45 Km terletak di Kecamatan Kampar Kiri Hulu, tapi yang sudah diaspal sampai hari ini baru 24 km. Busrianto selaku Kepala Desa Tanjung Karang mengharapkan siapa pun Gubernur Riau terpilih pada Pemilukada 2018 nanti memberikan perhatian khusus untuk menyelesaikan jalan provinsi tersebut, karena merupakan jalan alternatif ke Provinsi Sumatera Barat. Apabila jalan lintas Provinsi ini selesai dibangun maka akan mendorong potensi wisata, pertanian dan sumber daya lainnya.
Keempat, kategori IV berdekatan dengan ibukota kecamatan terdapat 4 desa terdiri dari Desa Gema (Ibu Kecamatan), Desa Tanjung Belit, Desa Tanjung Belit Selatan dan Desa Bukit Betung. Keempat desa ini sudah bisa ditempuh kendaraan roda empat.
Busrianto menambahkan desa yang berada di jalur kuning bukan berarti tidak punya kendala. Jalur ini memang tidak masuk dalam kawasan suaka marga satwa, tapi sepanjang jalur ini rawan longsor, setidaknya ada 7 titik rawan bencana longsor sehingga diperlukan perbaikan jalan dan jembatan. Di jalur kuning ini sudah ada jalur lintas ke Provinsi ke Sumatera Barat, tetapi sampai sekarang belum diaspal sehingga belum bisa ditempuh dengan kendaraan. Masyarakat sangat mengharapkan pemerintah segera melakukan pengaspalan karena jalan ini menjadi alternatif ke Provinsi Sumatera Barat. Istimewanya jalur kuning ini memiliki objek wisata air terjun tertinggi di Sumatera, yaitu air terjun kenegarian Pangkalan Kapas di Desa Lubuk Bigau dengan ketinggian 150 meter.
Khusus kondisi desa warga di 8 desa pada kategori I sangat menyedihkan mereka sulit berkembang karena akses jalan darat belum tersedia karena berada dalam kawasan suaka marga satwa Bukit Rimbang Baling. Padahal, mereka tinggal di sana jauh sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai suaka marga satwa. Kampung mereka sudah didiami sejak ratusan tahun silam, sementara status suaka marga satwa baru ditetapkan pada tahun 1981.
Tidak itu saja desa-desa di jalur sungai dan sebagian besar desa lainnya Kampar Kiri Hulu belum terjangkau sarana komunikasi handphone dan listrik (PLN). Untuk sarana penerangan sebagian menggunakan fasilitas listrik bersumber dari PLTMH (pembangkit listrik tenaga mikro hidro) yang fasilitasnya tentu sangat terbatas. Desa-desa baik yang berada di jalur sungai maupun jalur kuning rawan pangan. Terutama saat banjir dan longsor datang mengakibatkan akses ke desa-desa putus.
Solusi untuk membuka akses desa-desa disepanjang sungai Subayang dan Bio dapat dilakukan dengan membuat jalan darat atau Melalkukan normalisasi sungai. Namun, yang paling efektif dengan membuat jalan darat. Pemerintah daerah pernah mencoba membuka akses jalan darat tersebut tapi terkendala izin dari pemerintah pusat.
"Mengingat kondisi desa di Kecamatan Kampar Kiri Hulu maka masyarakat mengharapkan perhatian Pemerintah untuk percepatan pembangunan dan terbukanya keterisolasian desa-desa ini", tutup Busrianto diakhir perbincangan dengan riaureview.com.