KKN: Bukan Sekadar Program Rutinitas, tapi Panggilan Pengabdian

KKN: Bukan Sekadar Program Rutinitas, tapi Panggilan Pengabdian
Oleh: H. Andi Muhammad Ramadhani Pemerhati Sosial Keagamaan, Anggota ICMI Orda Inhil.

RIAUREVIEW.COM --Ketika para mahasiswa turun langsung ke desa dengan membawa nama besar Kuliah Kerja Nyata (KKN), kehadiran mereka sering kali disambut penuh kehangatan dan antusiasme oleh masyarakat. Namun di balik keramahan itu, terselip harapan sekaligus pertanyaan yang tak terucap: sejauh mana kehadiran mereka akan memberi dampak nyata? Apakah KKN sekadar program akademik semata, atau sungguh-sungguh merupakan bentuk pengabdian sosial yang bermakna?

Pertanyaan ini sangat relevan, terlebih di tengah arus pragmatisme pendidikan yang kadang menjadikan pengabdian sebagai formalitas belaka.
Kini, sudah saatnya kita menempatkan KKN dalam perspektif yang lebih jernih: bukan hanya sebagai bagian dari kurikulum pendidikan tinggi, tetapi sebagai panggilan nurani dan amanah keilmuan yang harus dijalankan dengan sepenuh hati.

KKN adalah pengejawantahan dari Tridharma Perguruan Tinggi, khususnya dharma ketiga: pengabdian kepada masyarakat. Ia adalah bentuk konkret keterlibatan dunia akademik dalam menyapa realitas sosial, menjembatani jarak antara teori dan praktik, antara wacana kampus dan kehidupan rakyat. Mahasiswa tidak lagi berdiri sebagai pengamat, tetapi menjadi pelaku yang hadir dan berkontribusi.

Dalam konteks ini, Universitas Islam Indragiri (UNISI) patut diapresiasi karena terus memperkuat identitasnya sebagai Kampus Pengabdian. Tahun 2025 ini, UNISI kembali melepas sebanyak 447 mahasiswa dan mahasiswi dari berbagai fakultas untuk terjun melaksanakan KKN di sejumlah lokasi di Kabupaten Indragiri Hilir. Ini bukan sekadar rutinitas akademik tahunan, melainkan wujud komitmen institusional untuk menghadirkan lulusan yang berjiwa solutif, empatik, dan memiliki kesadaran sosial yang tinggi.

UNISI memahami bahwa kecerdasan intelektual semata tidak cukup untuk menjawab tantangan zaman. Oleh karena itu, melalui KKN, kampus ini membekali mahasiswanya dengan pengalaman lapangan yang mempertemukan mereka langsung dengan dinamika, problematika, sekaligus potensi yang hidup dalam masyarakat. Mereka tidak datang membawa slogan, melainkan semangat kolaborasi. Tidak hadir sebagai penceramah, tetapi sebagai pembelajar yang merendahkan hati.

Mahasiswa KKN diajak untuk menyatu dengan warga: menyapa pagi dengan keikhlasan, menyusuri jalan-jalan berlumpur dengan ketulusan, dan mendengar suara-suara dari lapisan masyarakat yang selama ini barangkali terabaikan.
Di sinilah kepemimpinan sosial itu terbentuk bukan dari podium, tetapi dari lorong-lorong kehidupan. Mereka belajar bahwa memimpin bukan tentang dominasi, tetapi tentang kemampuan untuk mendengar, memahami, dan melayani.

Sayangnya, masih ada segelintir pandangan sempit yang memaknai KKN hanya sebagai kewajiban administratif demi syarat kelulusan. Cara pandang ini tidak hanya keliru, tetapi juga mengingkari esensi luhur dari pengabdian.
Ketika KKN hanya dipahami sebagai tugas teknis, maka hilanglah nilai-nilai kebersamaan, empati, dan transformasi yang menjadi ruhnya.

KKN, jika dimaknai secara utuh, adalah momentum strategis untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan, memperkuat kesadaran kolektif, serta mempererat simpul-simpul solidaritas sosial. Ia bukan hanya membentuk mahasiswa menjadi lulusan yang berkompeten, tetapi juga yang memiliki kompas nurani untuk mengabdi dan memberi makna bagi sesama.

Oleh karena itu, semua pihak baik perguruan tinggi, pemerintah daerah, maupun masyarakat memiliki tanggung jawab bersama untuk menjaga marwah dan relevansi KKN. Perlu ada sinergi yang saling mendukung: kampus menghadirkan mahasiswa yang berkualitas, pemerintah membuka ruang partisipasi, dan masyarakat memberikan ruang belajar yang nyata.

Di tengah berbagai persoalan bangsa kemiskinan, ketimpangan pembangunan, minimnya akses kesehatan dan pendidikan KKN adalah jawaban nyata dari dunia akademik untuk ikut menyelesaikan masalah dari akar rumput. UNISI telah mengambil posisi yang tepat dengan memperkuat peran pengabdian sebagai ruh institusi. Kampus ini sedang membangun peradaban melalui tangan-tangan mahasiswanya yang bersedia turun tangan.

Akhirnya, marilah kita sadari bahwa gelar sarjana tanpa kepedulian sosial adalah kehampaan yang mencemaskan. Pendidikan tinggi harus melahirkan pribadi yang tidak hanya pintar berpikir, tetapi juga tangguh dalam bertindak. KKN adalah salah satu jalan menuju itu: jalan sunyi yang membentuk kepribadian, mengasah jiwa sosial, dan memupuk kepedulian yang hakiki.

Dari desa-desa tempat para mahasiswa UNISI berkegiatan, semoga lahir pemimpin-pemimpin masa depan bukan hanya yang menguasai ilmu, tetapi juga yang menghayati makna pengabdian. Sebab bangsa ini tidak kekurangan orang cerdas, tetapi sungguh merindukan mereka yang rela hadir, peduli, dan menyatu dengan rakyat.

Wallahu A'lam.

Berita Lainnya

Index