RIAUREVIEW.COM --– Saat sejumlah kepala daerah ramai-ramai memprotes kebijakan pemangkasan Transfer Keuangan Daerah (TKD) ke Menteri Keuangan, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), justru memilih sikap berbeda. Ia menolak ikut dalam barisan protes dan memilih fokus mencari solusi agar pembangunan tetap berjalan tanpa harus mengeluh.
Dedi menjelaskan, seorang gubernur memiliki dua peran penting: sebagai kepala daerah otonom hasil pilihan rakyat dan sebagai wakil pemerintah pusat. Karena itu, menurutnya, tidak pantas jika seorang gubernur menentang keputusan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
“Sebagai wakil pemerintah pusat di Jawa Barat, tidak elok saya memprotes keputusan pemerintah pusat,” ujar Dedi dalam video yang diunggah melalui akun Instagram resminya, Sabtu (11/10/2025).
Daripada sibuk menyalahkan kebijakan, Dedi memilih langkah konkret: memangkas berbagai pos belanja pemerintah daerah untuk menutupi berkurangnya dana transfer. Ia menegaskan, tidak akan berpangku tangan atau sekadar menunggu bantuan tambahan dari pusat.
“Saya akan memotong sampai 75 persen dari kebiasaan perjalanan dinas di lingkungan Pemprov Jabar. Dulu gubernur bisa 1,5, sekarang saya turunkan jadi 750, bahkan bisa sampai 100. Ini contoh saja bagaimana kita berhemat,” jelas Dedi.
Langkah efisiensi itu juga diterapkan pada pengeluaran listrik dan air di kantor pemerintahan. Dedi memutuskan untuk mematikan sebagian besar lampu pada malam hari dan mengatur pemakaian air agar tidak boros. “Bagian luar tetap menyala, tapi dalamnya padam. Kita belajar hemat,” katanya.
Belanja alat tulis kantor (ATK) juga akan dipangkas hingga 75 persen, termasuk pembatasan penggunaan media digital dan fasilitas internet untuk kepentingan non-dinas. Bahkan, jamuan tamu kini hanya akan disediakan air putih tanpa makanan pendamping. “Kalau datang ke provinsi, cukup minum air putih. Tidak ada makan siang atau makan malam,” ungkapnya.
Menurut Dedi, kebijakan ini bukan bentuk penghematan ekstrem, melainkan langkah realistis untuk menyesuaikan diri dengan kondisi fiskal yang sedang ketat. “ASN harus berpuasa agar rakyat bisa berpesta,” tegasnya.
Meski dana transfer berkurang, Dedi memastikan pembangunan di Jawa Barat akan tetap berjalan bahkan meningkat. Pada tahun 2026, anggaran pembangunan jalan akan naik dari Rp3 triliun menjadi Rp3,5 triliun. Program rehabilitasi sekolah, penataan sungai, irigasi, hingga bantuan listrik bagi masyarakat miskin juga tetap dilanjutkan.
Selain itu, Pemprov Jawa Barat tetap mengalokasikan dana untuk jaminan pendidikan dan kesehatan, termasuk pembangunan ruang perawatan baru di rumah sakit milik provinsi. “Kita tidak boleh berhenti bekerja hanya karena anggaran berkurang. Selalu ada cara untuk berbuat,” ujar Dedi.
Sebagai bentuk kepedulian sosial, ia juga menyiapkan skema bantuan masyarakat dari dana pribadi serta iuran Rp1.000 per hari dari aparatur sipil negara (ASN) Jawa Barat. Dana ini akan digunakan untuk membantu warga yang membutuhkan.
Sikap tenang dan langkah efisien Dedi Mulyadi ini dinilai bisa menjadi contoh bagi kepala daerah lain di Indonesia. Ketimbang sibuk berdebat dan mengeluh, pemimpin daerah diharapkan bisa meniru gaya kepemimpinan yang solutif dan bertanggung jawab seperti Dedi. ***
Sumber: M.id