Prancis Rusuh, Seorang Nenek Tewas, Perunding Dapat Ancaman Mati

Prancis Rusuh, Seorang Nenek Tewas, Perunding Dapat Ancaman Mati

PARIS, RIAUREVIEW.COM -Pertemuan kelompok moderat 'Rompi Kuning' dengan Perdana Menteri Prancis dibatalkan setelah adanya 'ancaman mati' dari para pegiat radikal, sementara seorang perempuan tewas terkena tabung gas air mata yang terlontar ke apartemennya.

Dilansir detikcom bahwa pertemuan kalangan moderat 'gilet jaunes' atau rompi kuning dengan PM Edouard Philippe dijadwalkan berlangsung Selasa (4/12) ini.

Namun sejumlah anggota tim perunding ini mengatakan mereka mendapat ancaman pembunuhan dari kalangan pengunjuk rasa garis keras, menuntut mereka untuk tidak melakukan perundingan dengan pemerintah.

Sabtu lalu, seorang perempuan berusia 80 tahun meninggal akibat hantaman tabung gas air mata yang terlontar ke jendela apartemennya di kota Marseille, tidak jauh dari lokasi bentrokan antara aparat kepolisian dan para pengunjuk rasa.

Sementara, kalangan pengemudi ambulans swasta di Prancis turut bergabung dalam protes menentang pemerintah sejak Senin lalu. Mereka antara lain memblokir salah satu jalan bundaran di Paris di dekat gedung parlemen.

Bentrokan antara ribuan pengunjuk rasa dan pasukan kepolisian di Paris, Prancis, dan bergulir di beberapa kota besar lainnya, diawali demonstrasi menentang kenaikan harga bahan bakar minyak, khususnya diesel. Presiden Emmanuel Macron mendasarkan kebijakannya pada niat untuk membatasi penggunaan diesel demi lingkungan yang lebih bersih.

Namun kekisruhan itu dinilai juga dipicu isu lain seperti pajak dan biaya hidup masyarakat yang terus meningkat.

Tewasnya perempuan manula di Marseille menambah jumlah korban setelah sebelumnya tiga orang meninggal sejak unjukrasa itu digelar dua pekan lalu, kata kepolisian Prancis.

Kementerian dalam negeri Prancis mengatakan sekitar 136.000 orang yang melibatkan diri dalam unjuk rasa pada Minggu lalu, yang menyebut sebagai Gerakan Rompi Kuning.

Disebut sebagai gerakan 'gilets jaunes' atau rompi kuning karena mereka mengenakan rompi kuning cerah, yang merupakan bagian dari kelengkapan wajib setiap mobil dalam peraturan Prancis .

Wali Kota Paris, Anne Hidalgo, mengatakan kepada media Prancis bahwa kerusuhan di Paris, Sabtu lalu, diperkirakan telah menimbulkan kerusakan dengan nilai antara 3-4 juta (sekitar Rp50-65 miliar).

Hari Senin (3/12), juru bicara gerakan "rompi kuning", Christophe Chalenon, menyerukan agar para pejabat pemerintah mengundurkan diri, untuk digantikan oleh "seorang komandan sejati, seperti Jenderal de Villiers".

Jenderal Pierre de Villiers adalah mantan kepala Angkatan Bersenjata Prancis yang mengundurkan diri setelah menolak keputusan Presiden Emmanuel Macron yang melakukan pemotongan anggaran.

Bagaimana tanggapan pemerintah Prancis?

Presiden Prancis Emmanuel Macron menggelar rapat darurat kabinet untuk membahas masalah keamanan, sementara Perdana Menteri Edouard Philippe menemui para pemimpin oposisi pada hari Senin.

Pemimpin sayap kanan, Marine Le Pen, yang berada dalam pertemuan itu, memperingatkan bahwa Macron bisa menjadi presiden pertama negara itu yang memberi perintah tembak kepada pengunjuk rasa dalam 50 tahun terakhir.

Le Pen mengatakan pemerintah Macron harus mencabut kebijakan kenaikan BBM, menurunkan harga gas dan listrik, serta mencabut pembekuan upah minimum dan pensiun minimum.

Sementara, Menteri Keuangan Bruno Le Maire bertemu dengan perwakilan bisnis untuk membahas dampak unjuk rasa terhadap ekonomi negara itu.

"Dampaknya parah sekali dan terus dirasakan sampai sekarang," kata Le Maire kepada Kantor berita AFP.

Sejumlah pengecer mengaku mengalami penurunan penjualan sekitar 20-40% selama unjuk rasa, sementara beberapa pemilik restoran mengklaim kehilangan keuntungan 20-50% dari pendapatan mereka, tambahnya.

Seorang pengunjuk rasa mengatakan kepada Kantor berita Reuters: "(Reformasi) akan menghantam kami secara finansial dan menghancurkan perusahaan kami. Kami harus memecat pekerja, itu pasti."

Apakah unjuk rasa akan berakhir?

Unjuk rasa masih terus berlangsung hingga hari Senin.

Sekitar 50 orang anggota "rompi kuning" sempat memblokir akses ke depot bahan bakar besar di pelabuhan Fos-sur-Mer, di dekat kota Marseille, sehingga dikhawatirkan berdampak peda penyaluran BBM di wilayah itu.

Sementara itu, sejumlah siswa dari sekitar 100 sekolah menengah di seluruh negeri menggelar unjuk rasa menentang reformasi pendidikan dan ujian.

Belum jelas apakah kelompok siswa dan pekerja kesehatan itu bagian dari unjuk rasa gerakan "rompi kuning".

Berita Lainnya

Index