Inovasi Desa, Pemecah Gelombang dari Kayu Alam

Ide Kades Sebauk yang Tak Terbantahkan

Ide Kades Sebauk yang Tak Terbantahkan
Untuk mengantisipasi lajutnya abrasi pantai. Pemerintah Desa Sebauk menggagas pembangunan pemecah gelombang Alternatif dari bahan kayu bakau. Pemecah gelombang sepanjang 150 meter ini terbangun di areal titik terparah abrasi desa Sebauk.(sukardi)

BENGKALIS, RIAUREVIEW.COM -Desa Sebauk merupakan salah satu dari 28 desa di wilayah Kecamatan Bengkalis. diapit oleh dua desa, yaitu Pangkalan Batang dan Senderak. Desa Sebauk ini merupakan desa yang sedang maju dan berkembang dan pernah ikut dalam lomba inovasi desa tingkat pusat. Sehingga tak henti-hentinya pemerintah desa Sebauk berinovasi bersama masyarakat desa.

Salah satu inovasi desa Sebauk yang sedang digagas adalah pemecah gelombang dari bahan alternatif, kayu bakau. Bahan kayu bakau ini dirakit dan disusun mengikuti kondisi abrasi yang terjadi disejumlah titik terparah. Berada di hamparan laut Bengkalis, khususnya diwilayah Desa Sebauk, pemecah gelombang ini ternyata efektif mengurangi kadar abrasi pantai.

Kepala Desa Sebauk, Tamrin ditemui Rabu (14/5/2020) menuturkan, jika ide pemecah gelombang dari bahan kayu bakau ini diperoleh dari secara alamiah dan mengikuti kondisi alam. Pemecah gelombang yang dibangun sudah mencapai 150 meter dilokasi, yang menjadi taman mangrove desa Sebauk. 

Sebanyak 150 meter pemecah gelombang ini, menghabiskan sebanyak 1.000 batang kayu bakau (mangrove) yang diberoleh taman budidaya Mangrove kelompok masyarakat. Ini menjadi bagian inisiatif yang ternyata turut didukung oleh kelompok-kelompok budidaya mangrove di Desa Sebauk.

"Jika menunggu setahun anggaran pemecah gelombang, maka dikuatirkan kondisi abrasi semakin melebar. Maka dari itu saya bersama dengan 18 orang pekerja dari kelompok budidaya Mangrove melaksanakan kegiatan padat karya, sebelum wabah Covid-19 ini. Alhamdulillah, hasilnya baik dan kedepan akan kita gagas kembali, untuk dilokasi rawan abrasi sepanjang lebih kurang 700 meter di desa Sebauk," kata Tamrin.

Sambil memperlihatkan hasil kerja dan inovasi desa yang digagasnya. Tamrin juga menjelaskan, pemecah gelombang alternatif ini, selesai selama lebih kurang 23 hari dengan panjang 150 meter. Kondisinya pemecah gelombang juga dirancang sederhana, tapi mampu untuk mengurai gelombang deras, yang tiba-tiba menerjang pinggiran pantai.

Bekerja dengan alam, kata Tamrin, butuh kesabaran, kemudian juga butuh keseriusan. Sehingga, hasilnya baik dan bisa mengantisipasi lajunya abrasi yang terjadi. 

"Tinggi pemecah gelombang ini, setinggi kurang lebih 2 meter. Kemudian menggunakan kayu pancang penahan rakitan kayu bakau, sehingga tetap utuh tanpa harus bergerak dari pancangnya. Selain itu juga kita gagas Jalan Lintang Pantai nantinya. Jika tidak ada Covid-19 ini, barangkali kegiatan ini terus berlanjut, tapi dikarenakan Covid-19, kita tunda dulu untuk kelanjutannya," ujarnya. (kr)

Berita Lainnya

Index