Restorative Justice yang dilakukan Oleh Lembaga Penegakan Hukum dalam Prespektif Filsafat Ilmu

Restorative Justice yang dilakukan Oleh Lembaga Penegakan Hukum dalam Prespektif Filsafat Ilmu
Penulis: Satria Irawan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Jambi

Untuk terciptanya keadilan dalam penegakan hukum masalah yang cukup besar di Indonesia sehingga benar-benar harus dipandang sebagai hal yang cukup serius, di mana penegakan hukum dalam pendekatan konsep restorative justice merupakan suatu pendekatan yang lebih diutamakan oleh aparat penegak hukum yang ada di Indonesia, sehingga konsep pendekatan restorative justice merupakan suatu pendekatan yang lebih menitik-beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri yang mana tata acara dan peradilan pidana yang berfokus pada pemidanaan diubah menjadi proses dialog dan mediasi untuk menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi pihak korban dan pelaku yang pendekatannya lebih kepada penegakan hukum yang berhati nurani dan bermartabat.

Konsep restorative justice sesuanguhnya telah diadopsi di dalam sistem hukum pidana nasional baik dalam tataran legislasi pembentukan politik hukum peraturan perundang-undangan salah satu yang di adopsi dalam sistem peradilan pidana, yang mana penegakan hukumnya dibuktikan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan nak Undang-Undang No. 11 Tahun 2012, dalam proses diversi yang diangkat dalam pendekatan restorative justice yang berkaitan dengan restorasi meliputi pemulihan hubungan antara pihak korban dan pelaku.

Pemulihan hubungan ini bisa didasarkan atas kesepakatan bersama antara korban dan pelaku, yang mana memiliki asas keseimbangan dalam penegakan hukum, apabila terciptanya suatu keseimbangan yang didapatkan dengan berbagai hal mengenai kerugian yang dideritanya dan pelaku pun diberi kesempatan untuk menebusnya, melalui mekanisme ganti rugi, perdamaian, kerja sosial, maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya dalam penyelesaian masalah mereka. Yang tidak digulirkan ke ranah penegakan hukum yang hanya tidak menghasilakan putusan pemidanaan, pembentukan peraturan perundang-undangan belum semuanya didapat diadopsi sitem peraturan perundangan-undangan. Oleh karena itu, lembaga penegak hukum karena merasa sangat membutuhkan proses restorative justice sehingga masing-masing penegak hukum terutama kepolisian, kejaksaan maupun lembaga peradilan membuat kebijakan penegakan hukum dapat dilihat dari peraturan peraturan:

  1. Pihak kepolisian dalam restorative justice berdasarkan Surat Kepala Kepolisian Republik Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Nomor: Se :08/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (restorative justice) dalam penyelesain perkara pidana dengan mengedepankan rasa keadilan bagi korban dan pelaku tindak pidana dan diubah dengan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak pidana berdasarkan Keadilan restoratif .
  2. Lembaga kejaksaan juga mengeluarkan peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restorative.
  3. Lembaga peradilan dalam hal ini Mahkamah Agung mengelurkan Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pemberlakuan Pedoman Penerapan Keadilan Restroratif (Restorative justice).

Bahwa hampir semua lembaga penegak hukum sekarang mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara untuk memberikan rasa keadilan di masyarakat dalam penegakan hukumnya sesuai dengan kewenangannya dan sekarang proses acara pidana konvensional misalnya apabila telah terjadi perdamaian antara pelaku dan korban, dan sang korban telah memaafkan sang pelaku, maka hal tersebut tidak akan bisa mempengaruhi kewenangan penegak hukum untuk terus meneruskan perkara tersebut ke ranah pidana yang nantinya berujung pada pemidanaan sang pelaku pidana. inilah yang di harapkan dalam sitem Restorative justice, bahwa Proses formal pidana yang makan waktu lama serta tidak memberikan kepastian bagi pelaku maupun korban tentu tidak serta merta memenuhi maupun memulihkan hubungan antara korban dan pelaku, konsep restorative justice menawarkan proses pemulihan yang melibatkan pelaku dan korban secara langsung dalam penyelesaian masalahnya.  Sebagaimana syarat yang ditentukan oleh lembaga hukum masing-masing pada setiap tahapnya apabila tercipta restorative justice .

Bahwa perdamaian antara korban dan pelaku sekarang sangat dibutuhkan dalam pencapaian seringkali restorative justice sekarang tidak ada lagi sikap penegak hukum yang sangat formalistik dengan mengatakan proses hukum akan tetap berjalan walaupun telah terjadi perdamaian, sifat melawan hukum tidak akan hapus karena perdamaian. Dalam hal ini dengan adanya restorative justice tidak lagi melihat ada tujuan pemidanaan, melainkan untuk mencapai ketertiban, kedamaian, ketentraman, dalam tatanan masyarakat yang harmonis dan adil yang berhati nurani. .

Dengan filsafat Ilmu dengan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam penegakan hukum yang selalu mengikuti arah perkembangan pembangunan hukum yang selalu mengedepankan hati nurani dan bermartabat penyelesain penegakan hukum melalui restorative justice merupakan konsep dasar pendekatan restoratif justice berupa tindakan untuk membangan kembali hubungan yang rusak akibat tindak pidana telah lama dikenal dan dipraktikkan di dalam hukum adat yang berlaku di Indonesia. Selain itu filosofi dasar tujuan pendekatan restoratif adalah untuk memulihkan keadaan pada keadaan semula sebelum tejadinya konflik adalah identik dengan filosofi mengembalikan keseimbangan yang terganggu yang terdapat dalam hukum adat Indonesia.

Konsep penanggulangan tindak pidana melalui restorative justice dianggap sebagai salah satu pilihan untuk menutupi kelemahan-kelemahan dan ketidak puasan terhadap pendekatan retributif dan rehabilitatif yang selama ini telah dipergunakan dalam sistem peradilan pidana pada umumnya. Adapun yang dapat diterapkan restorative justice mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan, sampai dengan proses di pengadilan semua ini harus mengedepankan hati nurani dalam dalam merumusakan restorative justice.

Demikian perlu diketahui bahwa dalam sistem hukum di Indonesia saat ini tidak mengakui adanya mediasi dalam sistem peradilan pidana. Akan tetapi, dalam praktiknya di lapangan banyak perkara pidana diselesaikan melalui mekanisme dengan pendekatan restoratif yang merupakan inisiatif dari aparat penegak hukum sebagai bagian dari penyelesaian perkara untuk menentukan rasa keadilan masyarakat berada di tangan para pihak, bukan pada penguasa (negara). Semangat penyelesaian perkara dengan pidana dengan restoratif yang berdasarkan perdamaian antara korban atau keluarga dengan melibatkan komunitas dan aparat penegak hukum untuk membicarakan masalah hukumnya dengan mengedepankan prinsip-prinsip win-win solution yang menjadi harapan masyarakat Indonesia sehingga penjara yang ada di Indonesia tidak penuh sesak seperti sekarang ini.

 

Penulis : Satria Irawan
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Jambi
Matakuliah : Filsafat Ilmu
Dosen pengampu : Prof. Dr. Elita Rahmi, S.H., M.H.

 

Berita Lainnya

Index