JAKARTA, RIAUREVIEW.COM -Nilai tukar atau kurs rupiah berada di posisi Rp14.070 per dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan pagi ini, Rabu (16/5). Posisi rupiah melemah 0,24 persen atau 33 poin dari penutupan perdagangan kemarin di angka Rp14.037 per dolar AS.
Meski kurs rupiah dibuka melemah, Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim menyebut masih ada peluang bagi mata uang Garuda untuk menguat pada akhir perdagangan hari ini. Ia meramal rupiah bergerak di rentang Rp13.870-14.090 per dolar AS pada hari ini.
Alasannya, semakin dekatnya pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI), di mana pasar berekspektasi bahwa bank sentral nasional bakal mengerek tingkat suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI 7DRRR) pada esok hari.
"Selama minggu ini, pergerakan rupiah masih terus menunggu BI. Untuk hari ini, mungkin dibuka melemah, tapi bisa saja di perdagangan siang mulai menguat karena semakin dekat dengan pengumuman BI," ujarnya dilansir CNNIndonesia.com.
Faktor domestik lain, sambung Ibrahim, yaitu rencana pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk merampungkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Terorisme. Bila sinyal penyelesaian RUU semakin kuat, bukan tidak mungkin memberi sentimen positif kepada rupiah.
"Bila anggota dewan benar-benar mengetok RUU Terorisme, itu bisa memberi kepercayaan kepada pasar untuk mendulang rupiah lagi. Karena mendesaknya RUU ini membuat sentimen dari tensi politik menurun dan menstabilkan rupiah," katanya.
Untuk faktor eksternal, Ibrahim memperkirakan hasil pertemuan pimpinan negara AS dan China akan terkait kelanjutan dari perang dagang dapat mengerek laju rupiah.
"Rasanya akan ada win-win solution pada 19 Mei mendatang yang berpotensi membuat rupiah bisa kembali menguat," terang dia.
Sementara, Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada melihat, rupiah hari ini masih berada di rentang Rp14.000-14.044 per dolar AS karena minimnya sentimen positif dari dalam negeri dan luar negeri.
Dari dalam negeri, neraca perdagangan Indonesia kembali mencatat defisit sebesar US$1,63 miliar pada April 2018. Sedangkan dari luar negeri, pelaku pasar masih mengantisipasi beberapa data ekonomi AS yang berpotensi membuat dolar AS kembali menguat.
"Selain itu, perkiraan kembali naiknya imbal hasil obligasi AS juga akan berimbas ke apresiasi dolar AS," ucapnya.
Kendati begitu, berbalik dari rupiah yang melemah, mata uang negara di kawasan Asia terpantau kompak menguat pada pagi ini. Mulai dari renminbi China naik 0,01 persen, yen Jepang 0,03 persen, peso Filipina 0,21 persen, dan dolar Singapura 0,04 persen.
Beberapa mata uang Asia sejalan dengan pelemahan rupiah, seperti won Korea Selatan minus 0,6 persen, ringgit Malaysia minus 0,18 persen, dan baht Thailand 0,05 persen.