Peran Universitas Lancang Kuning dalam Mewujudkan Pariwisata Halal di Provinsi Riau

Peran Universitas Lancang Kuning dalam Mewujudkan Pariwisata Halal di Provinsi Riau
Afred Suci

RIAUREVIEW.COM -Beberapa tahun belakangan ini terjadi gerakan populisme Islam yang masif di berbagai penjuru dunia. Konsekuensinya, kesadaran untuk mengkonsumsi produk dan jasa halal semakin tinggi di kalangan umat Islam. Hal ini semakin dikuatkan dengan meningkatnya daya beli kelas menengah Muslim serta menguatnya literasi halal konsumen Muslim pada aspek-aspek yang berkaitan dengan barang dan jasa. Salah satu sektor yang terimbas secara positif adalah pariwisata. Faktanya, pasca peristiwa 9/11 di New York dan sejumlah kejadian teror yang terjadi di AS dan Eropa, muncul fenomena islamofobia di sejumlah negara yang berdampak pada sulitnya turis dari negara-negara Islam memasuki destinasi wisata yang secara tradisional berada di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Namun hambatan ini memberi angin segar bagi negara-negara di kawasan Asia dan jazirah Arab yang mayoritas Muslim, termasuk Indonesia. Terjadi perpindahan destinasi wisata yang cukup masif dilakukan turis-turis dari negara Muslim, yang dikenal memiliki daya beli dan rasio tinggal yang lebih lama di destinasi wisata dibandingkan turis dari negara lainnya. Hal ini tentu menjadi potensi bagi Indonesia yang tidak boleh diabaikan.

Negara-negara Asia non-Muslim saja berlomba-lomba menggaet pasar ini, seperti Singapura, Thailand, Korea dan Jepang juga ikut berinovasi pada produk wisatanya dengan menyediakan ruang produk dan jasa yang bisa mengakomodir kebutuhan wisatawan Muslim ke negaranya. Merespon tantangan itu, maka Indonesia melalui program Indonesia Halal Tourism yang digagas oleh Kementerian Pariwisata, telah memetakan 12 provinsi di Indonesia untuk diplot sebagai destinasi wisata halal, salah satunya adalah Provinsi Riau. Kedekatan budaya Melayu dengan Islam apabila ditata dan dikemas dengan efektif, maka akan dapat menjadi potensi wisata yang layak jual bagi para wisatawan Muslim.

Permasalahan yang masih menjadi kendala adalah belum adanya suatu standar baku dan diterima oleh seluruh pelaku usaha pariwisata mengenai kriteria halal itu sendiri dalam penerapannya di produk dan jasa pariwisata. Memang tahun 2014 pernah dikeluarkan Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. 2 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah yang berisi unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh pengelola hotel apabila ingin masuk dalam kategori hotel syariah. Namun oleh karena dirasakan memberatkan, maka peraturan ini ditolak yang berujung pada pencabutan peraturan tersebut pada tahun 2016. Sehingga praktis hingga saat ini, satu-satunya panduan adalah fatwa DSN-MUI No. 108/DSN-MUI/X/2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Berdasarkan Syariah. Tetapi fatwa ini hanya berisi kaidah-kaidah normatif tanpa merinci kriteria dan standar evaluasi tingkat kehalalan suatu usaha pariwisata.

Akibatnya di lapangan terjadi ‘keliaran’ makna dalam menggunakan label ‘syariah’ atau ‘halal’ ketika sebuah usaha terkait pariwisata memposisikan citranya. Contoh sederhana, cukup banyak di Provinsi Riau (juga di Provinsi lainnya), hotel yang melabel namanya dengan embel-embel syariah, ternyata masih memfasilitasi terjadinya ikhtilath (bercampurnya laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya). Padahal jika sudah berani menggunakan label syariah, maka prinsip segregasi (pemisahan) merupakan persyaratan utama. Hal ini berbeda misalnya dengan label ‘Muslim friendly’ atau ‘ramah Muslim’ yang memang banyak berkompromi dengan sejumlah larangan yang diatur dalam syariat Islam. Bisa jadi ini karena ketidaktahuan pelaku usaha karena memang belum ada aturan tertulis dari instansi formal terkait yang mengatur tentang batasan-batasan untuk dikatakan syariah, ramah Muslim, islami, dan sejumlah istilah lainnya yang sering digunakan secara tumpang tindih. Ketidaksamaan persepsi dalam memaknai terminologi ‘halal’ dalam pariwisata antara penyelenggara usaha wisata, pemerintah dan wisatawan itu sendiri, akan menjadi kendala yang berarti untuk dapat mewujudkan Provinsi Riau sebagai salah satu destinasi wisata unggulan di Indonesia.

 

Kontribusi Unilak Mengatasi Hambatan Dalam Pariwisata Halal

Universitas Lancang Kuning, sebagai perguruan tinggi swasta terkemuka di Provinsi Riau, berupaya berkontribusi pemikiran untuk memecahkan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pariwisata halal. Dengan diketuai oleh Dr. Junaidi (Wakil Rektor I) dan bekerjasama dengan beberapa dosen lintas ilmu di Unilak, Afred Suci, Satria Tri Nanda dan Bagio Kadaryanto, Unilak telah melakukan tahapan awal dalam merumuskan suatu standar kriteria halal bagi penyelenggara pariwisata. Dari hasil penelitian lapangan yang sudah dilakukan ke sejumlah destinasi halal Indonesia yang memenangkan kategori Halal Tourism Award di Dubai, tim peneliti Unilak menyadari bahwa memang sangat sulit menerapkan konsep syariah secara murni, karena terhalang pertimbangan aspek komersial dan sosial. Terjadi kondisi dilematis pada pelaku usaha, sehingga opsi syariah secara komersil sulit dilakukan. Yang paling memungkinkan adalah menerapkan prinsip ramah Muslim yang berisi sejumlah kompromi didalam proses bisnis dan tata kelolanya. Kondisi ini juga terjadi bahkan di negara-negara Islam, seperti Mesir, Uni Emirat Arab dan Arab Saudi.

Permasalahannya hingga saat ini, sebuah mekanisme pengkategorian apakah suatu usaha itu masuk dalam kriteria konvensional, ramah Muslim atau syariah, belum ada. Kekurangan inilah yang menjadi fokus tim peneliti wisata halal Unilak. Kegiatan riset yang dibiayai oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi ini telah berjalan setahun dari tiga tahun yang direncanakan oleh tim peneliti Unilak. Hasil sementara ini telah tersusun sebuah rancangan modul penilaian akreditasi tingkat kehalalan usaha wisata, dimana pada tahapan riset berikutnya akan dirembukkan bersama dengan MUI, Kementerian Pariwisata, Dinas Pariwisata & Ekonomi Kreatif Provinsi Riau, DPRD Provinsi Riau, asosiasi-asosiasi penyelenggara pariwisata dan perguruan tinggi. Sehingga tujuan akhir penelitian dalam menghasilkan produk kebijakan pariwisata halal, berupa modul dan sistim penilaian akreditasi serta rancangan peraturan daerah dapat terwujud. Tim peneliti wisata halal Unilak sangat berharap hasil penelitian ini dapat diterima secara luas, sehingga Provinsi Riau, dalam hal ini secara khusus adalah Universitas Lancang Kuning, tidak sekedar menerima begitu saja kebijakan-kebijakan pusat mengenai pariwisata halal, akan tetapi juga mampu memberikan kontribusi pemikiran secara aktif dalam perumusan kebijakan tersebut. Selain itu, target optimis tim peneliti adalah mengupayakan agar Provinsi Riau melalui Universitas Lancang Kuning dapat menjadi salah satu pusat kajian pariwisata halal terkemuka di tingkat nasional.

 

Penulis : Afred Suci (Dosen Pemasaran Fakultas Ekonomi Universitas Lancang Kuning)

Berita Lainnya

Index