Kekhawatiran Perang Dagang AS-China Bikin Bursa Asia Rontok

Kekhawatiran Perang Dagang AS-China Bikin Bursa Asia Rontok
Ilustrasi

JAKARTA, RIAUREVIEW.COM -Mayoritas bursa saham Asia merosot pada Jumat (7/9), seiring meningkatnya kekhawatiran investor terhadap perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China melalui pemberlakuan tarif baru. 

Sementara kekhawatiran menular ke bursa saham negara berkembang (emerging market), aksi proteksionis Presiden AS Donald Trump diperkirakan berlanjut dengan indikasi menyasar Jepang. AS saat ini juga masih menyelesaikan negosiasi perjanjian perdagangan bebas (NAFTA) dengan Kanada. 

Perhatian dunia kini tengah tertuju pada tenggat waktu permintaan tanggapan publik AS atas rencana Trump mengenakan tarif baru bagi sekitas US$200 miliar produk China, dengan tambahan produk senilai US$50 miliar yang juga sudah ditargetkan. Langkah AS terkait tarif ini akan menjadi langkah besar dalam perang dagang anatar kedua Negara Adidaya tersebut. 

Beijing telah memperingatkan serangan balasan atas tindakan apapun yang akan dilakukan AS, menimbulkan kekhawatiran kedua negara bakal habis-habisan dalam perang dagang. 

Trump tampaknya juga tengah bersiap untuk mengarahkan perhatiannya kepada Jepang, terlihat dari komentarnya di Wall Street Journal terkait hubungannya dengan AS. 

"Akan berakhir segera setelah saya memberi tahu mereka seberapa besar yang harus mereka bayarkan," jelas dia yang dilansir CNNIndonesia. 

Saat amarah Trump mulai reda dengan China dan jepang, ia beberapa kali mengeluhkan hubungan dagang antara Jepang dan AS. 

Pada perdagangan pagi ini, Nikkei Jepang merosot satu persen dengan kekhawatian eksport yang bakal merosot seiring penguatan yen.

Bursa saham Australia turun 0,7 persen, Singapura turun 0,4 persen. Sementara bursa saham Korea Selatan dan Taiwan turun masing-masing 0,2 persen dan 0,5 persen. 

Di sisi lain, bursa saham Hong Kong kembali menguat 0,4 persen dan Shanghai naik 1,1 persen setelah sebelumnya melemah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan siang ini juga tercatat menguat 0,35 persen.

Di pasar valuta asing, mata uang negara berkembang tengah membaik dengan rupiah Indonesia dan rand Afrika Selatan menguat. 

Kendati demikian, pengamat telah memperingatkan gejolak lebih lanjut karena investor masih khawatir krisis di Argentina, Turki, dan Afrika Selatan dapat meluas ke ekonomi lain.

Pengamat strategi investasi Credit Suisse, Suresh Tantia mengatakan pasar negara emerging market masih akan memberikan keuntungan jangka panjang bagi para investor.

"Ekuitas pasar berkembang saat ini ditahan oleh ketidakpastian perdagangan dan kekhawatiran tentang risiko penularan. Kami percaya mereka menawarkan nilai luar biasa karena prospek pertumbuhan EM tetap sehat dan valuasi menjadi sangat menarik." jelas dia. 

Berita Lainnya

Index