JAKARTA, RIAUREVIEW.COM -Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) memperkirakan kebutuhan komoditas jagung untuk pakan ternak akan mencapai 7 juta ton pada 2019, atau meningkat 16,6 persen dari asumsi kebutuhan tahun ini 6 sekitar juta ton.
Dalam perhitungan bulanan, kebutuhan jagung untuk pakan ternak diperkirakan meningkat menjadi 600 ribu ton, dari tahun ini yang hanya sekitar 450-500 ribu ton per bulan.
Ketua Umum GPMT Desianto Budi Utomo mengatakan proyeksi kebutuhan jagung untuk pakan ternak meningkat seiring pertumbuhan populasi ternak untuk menunjang konsumsi masyarakat.
Adapun, total kebutuhan pakan ternak dari berbagai komoditas, baik jagung, gandum, singkong dan lainnya diperkirakan mencapai 20,3 juta ton. Jumlah ini meningkat dari asumsi kebutuhan tahun ini sebanyak 19,4 juta ton.
"Ini juga karena pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan masih bagus sekitar 5,2 persen, meski konsumsi masih rendah, tapi daya beli diperkirakan meningkat," ujarnya yang dilansir CNNIndonesia, di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (13/12).
Persoalan komoditas jagung terdapat pada harga dan jumlah pasokan. Berdasarkan catatan, rata-rata kenaikan harga jagung mencapai Rp600-800 per kilogram (Kg) menjadi Rp6.000 per Kg dari semula di kisaran Rp5.000 per Kg.
"Kenaikan itu terjadi dalam 2-3 kali setahun ini. Kenaikan terjadi karena stok pasokan dan kurs rupiah yang sempat menyentuh Rp15.200 per dolar AS," katanya.
Padahal, menurutnya, harga jagung untuk pakan ternak seharusnya berkisar Rp3.700-3.800 per kg. "Harga segitu petani sudah untung biasanya, sudah win-win solution," imbuhnya.
Menurut dia, jumlah pasokan domestik seharusnya mencukupi kebutuhan karena pemerintah menjalankan perluasan areal tanam. Persoalannya ada pada jadwal panen di sentra-sentra jagung yang tidak sama.
Masalah lain ialah tarif distribusi yang tinggi karena sebagian besar sentra jagung berada di luar Pulau Jawa.
Dalam kesempatan yang sama, GPMT menilai pemerintah tak perlu membuka keran impor jagung. Menurut dia, para pengusaha perlu melihat dulu realisasi produksi jagung pada paruh pertama tahun depan yang akan dipengaruhi oleh kondisi cuaca.
"Lagipula misalnya GPMT misalnya tahun depan butuh impor, itu harus melalui Bulog. Ini sesuai Peraturan Menteri Perdagangan yang menyatakan bahwa impor jagung untuk pakan hanya boleh lewat Bulog," jelasnya.