Suhu Bumi Naik 1 Derajat, Bencana di Indonesia Makin Marak

Suhu Bumi Naik 1 Derajat, Bencana di Indonesia Makin Marak
Ilustrasi (ANTARA FOTO/David Muharmansyah)

JAKARTA, RIAUREVIEW.COM -Pengamat menyebut penambahan suhu 1 derajat Celcius telah mengakibatkan maraknya bencana hidrometeorologi di Indonesia. 

Bertambahnya suhu 1 derajat Celsius dibanding Revolusi Industri tahun 1850-1899 ini menurut Ketua Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia Mahawan Karuniasa meningkatkan potensi cuaca esktrem seperti hujan lebat yang terjadi akhir-akhir ini. 

"Jadi sejak tahun 2002 sampai tahun 2016, bencana Hidrometeorologi di Indonesia melonjak tajam seperti banjir, angin puting beliung dan tanah longsor," kata Mahawan yang dilansir CNNIndonesia, Jakarta, Selasa (30/4).

"Bencana itu tidak terlepas dari perubahan iklim, kan sudah naik 1 derajat celsius [suhu bumi] dibanding revolusi industri. Implikasinya adalah cuaca ekstrem dampaknya itu bencana-bencana seperti banjir," sambungnya.

Dosen Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia ini sempat menyinggung data dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) yang mencatat lonjakan 16 kali lipat terkait bencana hidrometeorologi itu.

"Sebenarnya kalau data dari BNPB sudah mulai tahun 2002 itu melonjak tajam, 16 kali lipat. 2002 itu cuma 140-an kejadian, di tahun 2016 ada lebih dari 1.300-an kejadian," pungkasnya.

Lebih lanjut kata Mahawan, bencana hidrometeorologi di Indonesia saat ini telah mencapai 90 persen dari total bencana di Indonesia.

Menurut data yang dikumpulkan BNPB sejak 1980, proporsi bencana hidrometeorologi mencapai 96 persen dari total bencana yang terjadi di Indonesia. Bencana hidrometeorologi ini mencakup banjir (38 persen), tanah longsor (21 persen), kebakaran hutan (3 persen), semburan (26 persen), kekeringan (8persen), kebakaran hutan (3 persen). 

Sementara sisanya adalah bencana erupsi gunung berapi (0,5 persen), tsunami (0,07 persen), abrasi pantai (1 persen), dan gempa bumi (2 persen). Data ini disampaikan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (26/4). 

Meski bencana hidrometeorologi ini tergolong banyak, tapi menurut Dwi tidak menimbulkan korban jiwa seperti bencana lain seperti gempa, tsunami, dan gunung meletus. Namun, secara nilai ekonomi, bencana akibat hidrometeorologi lebih besar. 

Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan cuaca ekstrem yang terjadi untuk periode 25-2 Mei 2019.

BMKG menyebutkan potensi hujan lebat di sejumlah wilayah Indonesia untuk dua periode dari masa tersebut.

Berita Lainnya

Index